Tokoh Perempuan Minang Bersuara: Mendesak DPR RI Mematuhi Aturan 30% Perwakilan Perempuan di KPU dan Bawaslu

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, SIJUNJUNG – Membaca perihal hiruk pikuk tentang terkuncinya keterwakilan perempuan dalam seleksi sebagai lembaga negara seperti KPU RI dan Bawaslu RI. Mengundang perhatian sosok tokoh perempuan Sumatera Barat Mutia Rahmi, S.Pd yang juga pemerhati demokrasi dan kesetaraan gender di Ranah Minangkabau.

Apalagi telah adanya gerakan bersama berbagai Organisasi perempuan untuk mendesak DPR mematuhi aturan keterwakilan perempuan minimal 30% di KPU RI dan Bawaslu RI pada 11 Ferbruari 2022di Jakarta.

Perihal itu, Mutia Rahmi sangat mendukung gerakan bersama dari PP Fatayat NU, PP Nasyiatul Aisyiah, PB Kopri, Kohati, IMMawati dan PP IPPNU tentang perhatian terhadap kesetaraan perempuan, khususon dalam 30% perwakilan di KPU RI dan Bawaslu. Asababnya Indonesia telah lama mengesahkan Undang-Undang (UU) No. 68 Tahun 1958 tentang Ratifikasi. Konvensi Hak Politik Perempuan.

“Saya sangat mendukung gerakan bersama oleh Ormas perempuan dalam menyuarakan kesetaraaan dalam pwrwakilan 30% hak perempuan. Sebang Undang-Undang telah mengatur mengenai Perwujudan Kesamaan Kedudukan (non diskriminasi), jaminan persamaan hak memilih dan dipilih, jaminan partisipasi dalam perumusan kebijakan, kesempatan menempati posisi jabatan birokrasi, dan jaminan partisipasi dalam organisasi sosial politik,” jelasnya tegas, Sabtu (12/02/2022).

Mutia Rahmi yang juga selaku aktivis perempuan di Fatayat NU Sumatera Barat menjelaskan Komitmen penghapusan segala bentuk diskriminasi juga diafirmasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

“Sehingga, affirmative action terhadap keterwakilan perempuan dalam politik dan publik harus juga diwujudkan dalam proses penyelenggara Pemilihan Umum. Tujuannya untuk memperkuat hak-hak demokrasi perempuan juga mendorong partisipasi perempuan di institusi politik lainnya,” papar yang juga satu-satunya perempuan menjadi Ketua Panwaslu Kecamatan Koto VII di Kabupaten Sijunjung pada Pilkada 2020 lalu.

Senada dengan itu, Mutia Rahmi mencontohkan keterlibatanya dalam menguasai kepemimpinan pada lembaga penyelenggara pada Pilkada 2020 sebagai keterwakilan perempuan yang menjadi Ketua di Panwaslu Kecamatan. Ihwal itu telah memperlihat penerapan affirmative action terhadap keterwakilan perempuan dalam politik dan publik dalam proses penyelenggara Pemilihan Umum.Tujuannya untuk memperkuat hak-hak demokrasi perempuan juga mendorong partisipasi perempuan di institusi politik lainnya.

“Saya menyadari betul, bahwa keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara Pemilu adalah bagian dari upaya untuk mendorong Pemilu yang lebih inklusif, setara dan adil untuk semua. Kebijakan afirmasi ini diperkuat dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 10 Ayat 7 tentang Posisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU provinsi, dan keanggotaan KPU. Alhamdulillah sebagai perempuan yang menjadi ketua Pengawasan Pemilihan Guberbur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupti, dalam persengketaan selesai hingga pelaporan penyelesaian dibacakan di Mahkamah Konstitusi saat sengketa Pilkada di Kabupaten Sijunjung hingga ke MK,” terangnya.

Dengan demikian itu, selaku perempuan ia mampu mencapai kata integritas dalam mengemban amanah hingga menyelasaian sengketa ditingkat kecamatan selaku Ketua Panwaslu Kecamatan Koto VII. Alhasil Mutia Rahmi sangat mendesak DPR RI untuk mematuhi aturan, jangan sampai menabrak Undang Undang dalam keterwakilan 30% perempuan di KPU RI dan Bawaslu RI. Ia sangat berharap mari menyadari kesetaraan gender untuk komitmen dalam mewujudkan Pemilu yang inklusif, berkesetaraan dan berkeadilan gender.

“Saya sangat berharap kepada DPR RI untuk memperhatikan Undang Undang tentang keterwakilan perempuan paling sedikit 3O% (tiga puluh persen). Yang termaktub juga pada Pasal 92 Ayat 11 mengenai Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%,” pungkasnya dengan melihat press rilis dari gerakan bersama ormas perempuan itu pada hari Jumat kemaren 11 Februari 2022.

Sebagaimana diketahui bahwa Jaringan Organisasi Kemasyarakatan (PP Fatayat NU, PP Nasyiatul Aisyiah, PB Kopri PMII, Kohati PB HMI, Immawati DPP IMM, PP IPPNU) dan mendorong terwujudnya 30 % Kuota Perempuan dengan rekomendasi sebagai berikut:

1. Meminta dan mendesak DPR untuk memenuhi amanah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur keterwakilan perempuan minimal 30% di KPU RI dan Bawaslu RI

2. Mendorong pemilihan calon anggota KPU RI dan calon Anggota Bawaslu RI menggunakan sistem paket dengan spirit afirmasi keterwakilan perempuan yakni masing-masing anggota Komisi II DPR RI menulis minimal 30% nama perempuan dalam paket calon, yakni 2 (dua) nama perempuan dari 5 (lima) nama calon anggota Bawaslu RI dan menulis 3 (tiga) nama perempuan dari 7 (tujuh) nama calon anggota KPU RI

3. Mendorong DPR untuk memilih figur yang memiliki kapasitas dan pengalaman pemilu yang mumpuni, memiki kemandirian, integritas yang kuat dan determinasi yang tinggi mengingat tantangan Pemilu serentak 2024 yang berat dan kompleks.

4. Materi Fit and Proper Test (FPT) memuat tentang Pemilu inklusif, kesetaraan dan keadilan gender agar calon yang terpilih, perempuan dan laki-laki adalah figur-figur yang memiliki komitmen untuk mewujudkan Pemilu yang inklusif, berkesetaraan dan berkeadilan gender.

Laporan : Fauzaki Aulia

- Advertisement -

Berita Terkini