Sumpah Pemuda UICI, Ketum PB HMI : Problematika Bangsa Hari Ini Menguatnya Populisme Agama

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – 93 tahun yang lalu, pemuda Indonesia dari Sabang sampai Marauke yang tergabung dalam berbagai organisasi ke daerahan berkumpul disuatu lokasi di Jakarta, kemudian mereka melakukan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. 17 Tahun setelah Sumpah Pemuda, Indonesia Merdeka, 17 Agustus 1945.

Ketua Umum (Ketum) PB HMI Raihan Ariatama mengatakan Sumpah Pemuda tidak hanya dengan kata-kata, akan tetapi ada nilai dan makna serta kemauan yang kuat dari pemuda yang sering diperingati setiap tahunnya. Kala itu, Pemuda Indonesia melakukan dua kali rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928.

“Hari pertama merumuskan bahwasannya Indonesia butuh banyak hal, butuh bahasa persatuan, sejarah yang kuat, hukum adat. Dan yang terpenting disitu ada kemauan yang kuat dari pemuda. Sedangkan dirapat kedua, Indonesia harus memikirkan pendidikan merata di seluruh Indonesia, pendidikan yang setara antara di sekolah dan dirumah,” jelas Raihan saat menjadi pemateri pertama memperingati Hari Sumpah Pemuda yang diadakan oleh Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) dengan tema ReadNRise: Bangkit Bersama, Tumbuh Bersama, Jaya Bersama dilakukan secara virtual, Kamis (28/10/2021).

Pemerataan pendidikan itu, kata Raihan, sudah dilakukan UICI dan Korps Alumni Besar Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), bahwasannya pendidikan atau kuliah bisa diakses oleh mahasiswa UICI dari mana saja, tidak ada batas waktu dan tempat dengan memanfaatkan digital.

Raihan menjelaskan problematikan bangsa hari ini, pertama menguatnya populisme dengan sentimen rasial, etnis dan agama yang merusak sendi-sendi kebangsaan. Kedua, pemanfaatan ruang digital yang belum optimal.

“Populisme adalah fenomena politik global, bukan semata-mata khas Indonesia. Ada Trumpisme di Amerika Serikat yang menggaungkan Islamphobia dan sentimen anti-imigran, Britain Exit (Brexit) yang memutuskan Inggris keluar dari Uni-Eropa,” papar alumni Strata Satu (S1) Ilmu Politik dan Pemerintahan (DPP), Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Di Indonesia sendiri, lanjutnya, populisme sekurang-kurangnya mengemuka sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, menguat pada gelaran Pilkada DKI Jakarta 2017 dan semakin tidak terkendali dalam Pilpres 2019.

“Populisme memanfaatkan identitas kultural-primordial untuk mengikat emosi massa demi mempengaruhi opini publik dan memenangkan kontestasi politik elektoral. Populisme sayap kanan (right-wing populism) menguat dengan menggunakan narasi identitas rasial, etnik, agama, dan lain sebagainya dalam politik praktis,” papar Raihan.

Lebih lanjut Raihan mengungkapkan tantangan jagad digital generasi pemuda yakni maraknya isu hoaks, daya saing digital tertinggal, status Literasi Indonesia tingkat sedang, radikalisme, terorisme, separatisme di ranah digital, keamanan siber, kebocoran data dan privasi data.

Raihan menyarankan mahasiswa UICI dan Pemerintah Indonesia untuk melakukan riset dan pengembangan digital. “Untuk meningkatkan daya saing guna mewujudkan target menjadi negara maju, Indonesia perlu mengoptimalkan performa riset dan pengembangan,” kata Raihan yang juga alumnus S2 Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan (MEP), UGM itu.

Sumpah Pemuda UICI
Ketua Umum KOHATI PB HMI, Umiroh Fauziah (Foto: tangkapan layar)

Sementara Pemateri II, Ketum KOHATI PB HMI, Umiroh Fauziah yang sering disapa Umay, memaparkan perempuan memiliki potensi untuk memajukan bangsa Indonesia karena memiliki potensi dan peran strategis di era digital.

“Perempuan adalah pengguna media digital yang sangat aktif. Keberhasilan Transformasi Digital tergantung pada perempuannya,” jelas Umay.

Umiroh Fauziah menekankan perempuan harus bisa memahami dan menggunakan teknologi dengan bijak. “Partisipasi perempuan di era digital belum maksimal tidak hanya di negara kita Indonesia, tetapi juga di dunia Internasional,” beber Putri Asal Kota Banjar ini. (red)

 

- Advertisement -

Berita Terkini