Artidjo Alkostar (Alm) Pun Menangis, Ada Apa Denganmu MA

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – MA mengabulkan gugatan uji materi SKB Tiga Menteri terkait seragam sekolah. Dengan demikian SKB tersebut batal demi hukum dan harus dicabut tidak berlaku. Seperti diketahui, SKB tersebut lahir guna menjawab Pemda di Sumbar yang mewajibkan siswa sekolah negeri untuk mengenakan jilbab bagi yang puteri. Termasuk bagi yang non muslim.

Sekolah negeri bukanlah sekolah berbasiskan agama, sehingga harusnya tidak mewajibkan seragam siswa sesuai dengan identitas agama tertentu. Meski hal itu berdasar atau dilandaskan kepada kearifan lokal (Sumatera Barat). Lantas mengapa tidak sekalian saja seluruh warga Sumbar diwajibkan mengenakan jilbab saat keluar rumah?

Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Jumeri, Jumat (7/5), bagi Kemendikbudristek, upaya menumbuhkan dan menjaga semangat kebinekaan, toleransi, moderasi beragama, serta memberikan rasa aman dan nyaman warga pendidikan dalam mengekspresikan kepercayaan dan keyakinannya di dalam lingkungan sekolah negeri merupakan hal mutlak yang harus diterapkan.

Hal ini menjadi penting untuk perhatian kita semua seluruh warga negara Indonesia. Sumbar itu berada di Indonesia yang memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, menganut sistem demokrasi. Indonesia bukan Negara Islam. Sumbar pun bukan daerah istimewa seperti Nangroe Aceh Darussalam yang bisa menerapkan hukum syariat Islam.

Terkait akidah dan keyakinan, tidak boleh dipaksakan kepada seseorang terutama di lingkungan dunia pendidikan. Ini sama saja dengan Islamisasi. Jika sebagian tokoh ulama Muslim takut dengan kata ‘kristenisasi’, bagaimana dengan islamisasi? Keputusan MA di atas tentu sangat menciderai rasa keadilan masyarakat (terutama kaum minoritas).

Meski jilbab tidak terkait langsung dengan keyakinan, namun pasti membuat ‘risih’, namun jilbab identik dengan Islam. Jika dikatakan kebijakan ini sudah berlangsung lama dan tidak ada masalah, ya sekaranglah saatnya untuk dihentikan. Karena hal ini bertentangan dengan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab (Pancasila Sila Kedua).

Bertentangan pula dengan asas Hak Asasi Manusia (terkait keyakinan seseorang). Jangan semua hal dalam hidup dan kehidupan mudah ‘di-agamaisasi’ terlebih kita hidup di Indonesia sebagai bangsa yang plural (bukan hanya Islam). Menyanyi dilarang lah, bertepuk tangan dilarang lah, berjoged haramlah.

Begitupun masuk ke gereja dibilang haram, suka memberi label bid’ah, kafir, murtad dsb. Agama biar menjadi bagian tersakral bagi urusan pribadi masing-masing kepada Tuhannya. Jangan dicampur dalam hidup dan kehidupan yang heterogen masyarakatnya. Cukup Tuhan yang tahu seberapa besar kadar keimananmu.

Tidak perlu ditunjukkan, apalagi dipaksa-paksa menunjukkan dan orang lain harus mengikutinya. Maka jika SKB bisa digugat, begitupun dengan Perda dan surat edaran dinas pendidikan yang mengharuskan siswa puteri mengenakan jilbab di sekolah negeri. Kesemenaan atas nama agama harus dilawan. Artidjo Alkostar (alm) pun menangis. Ada apa denganmu MA?

Bagaimana komentarmu #YLBHI?

Oleh : Agung Wibawanto

- Advertisement -

Berita Terkini