Alimbas; Buku Wajib Warga HMI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Membaca sebuah buku yang monoton dengan penuh teori-teori ilmiah sudah menjadi hal biasa bagi Kader-kader dan Alumni-alumni HMI—selanjutnya kita sebut; Warga HMI. Buku-buku tersebut selain baku dan kaku, kadang-kadang dapat membosankan, apalagi membaca buku tersebut tidak diawali dari sebuah buku pengantar.

Perlu saya bubuhi sebuah cacatan, bahwa maksud saya hal itu bukanlah tidaklah penting. Tetap saya katakan itu sangat penting, apalagi yang sedang dan sering bergelut dalam dunia-dunia keilmuan. Kita tegaskan membaca buku adalah sebuah kebiasaan, bahkan sudah menjadi kultural (budaya) Warga HMI. Jika kita menukan adanya Warga HMI tidak suka atau tidak rajin baca buku, kita perlu meragukan ke-HMI-annya itu.

Maaf, saya harus berani men-judge-nya (menghakimi), karena memang budaya membaca adalah sesuatu yang wajib bagi Warga HMI. Jika ada yang mengeluhkan bahwa kualitas Kader-kader HMI saat ini sangat menurun, menurut saya salah satu faktornya adalah minat membaca yang lemah. Jangankan membaca buku-buku yang berhubungan bidang studi ilmunya dan buku beragam genre, saya yakin sekali masih banyak Warga HMI yang tak membaca buku-buku ke-HMI-an.

Jika kita menginventarisir jumlah buku-buku yang membicarakan tentang HMI, tentu sudah sangat banyak. Saya berani mengatakan lebih banyak dari buku-buku organisasi mahasiswa manapun yang ada di Indonesia ini. Di antara buku-buku tersebut tentunya menjadi buku-buku bacaan wajib Warga HMI.

Misalnya yang bergenre sejarah HMI, kita tidak bisa meninggalkan buku-buku yang ditulis oleh Agussalim Sitompul. Tatkala dengan buku-bukunya tersebut, tidaklah berlebihan jika beliau dinobatkan sebagai Sejarahwan HMI. Ada lagi Azhari Akmal Tarigan yang fokus menuliskan interpretasi NDP HMI, dan sekarang beliau baru menerbitkan buku ke-KOHATI-an, dengan judul “Jati Diri HMI-Wati; Menggagas Nilai-Nilai Dasar Kohati (NDK).”

Seperti yang saya jelaskan di atas tadi, jika kita mendata buku-buku HMI maka akan sangat banyak, tak dapat saya sebutkan satu persatu dalam kesempatan yang singkat ini. Tapi ada beberapa hal lagi yang perlu saya jelaskan bahwa, buku-buku HMI tidak hanya dalam genre sejarah dan sosial-politik atau umumnya non-fiksi, tentu ada pula buku-buku HMI yang bergenre fiksi.

Seperti dalam bentuk novel dan kumpulan cerita pendek (Cerpen). Dalam bentuk novel tidak sulit untuk menemukan novel tentang riwayat hidup Lafran Pane mendirikan HMI, Ahmad Fuadi sudah menuliskannya dengan judul “Merdeka Sejak Hati.” Dalam bentuk kumpulan cerpen, saya sudah menuliskannya dalam buku yang berjudul “Romantika di HMI.”

Dan yang sekarang, tentunya yang ada dihadapan saya saat menuliskan artikel ini, ada sebuah buku baru yang ditulis oleh seorang yang sudah banyak pengalamannya di HMI sejak tahun 1977. Seorang Aktivis HMI yang tidak asing di telinga Warga HMI, terkhususnya di Sumut, yaitu A.R. Piliang, BEE, yang sering di panggil Bang AR (dieja A eR). Bang AR menulis sebuah buku dengan judul yang sangat singkat, sebuah akronim dari alamat sekretariat HMI Cabang Medan, yaitu Alimbas.

Dimana Alimbas sendiri berkepanjangan Adinegoro Lima Belas. Jadi, alamat HMI Cabang Medan di Jalan Adinegoro Nomor 15. Gedung megah yang baru dibangun itu, saat ini menjadi wisata perjalan Kader-kader HMI saat singgah di Medan. Alimbas ini juga pernah didatangi langsung oleh Pendiri HMI, Lafran Pane. Dan prasasti tandatangan Lafran Pane masih ada disana.

Kembali ke Alimbas. Buku yang berhalaman 195 ini (belum termasuk cover dan beberapa halam kosong), adalah semacam Catatan Harian Bang AR. Maksud saya begini, buku ini bisa kadang dikatakan bergenre fiksi ada pula di dalamnya non-fiksi. Saya pernah mengomentari buku tersebut pada salah satu teman, setelah selesai membacanya, baiknya buku ini dijadikan novel.

Tapi mungkin Bang AR tidak menginginkannya karena Bang AR saya lihat dalam tulisannya ingin melepas begitu saja pengalam-pengalaman yang pernah dialami selama ber-HMI lewat tulisan. Bukan hanya pengalaman, di dalamnya memuat pemikiran-pemikiran idealitas juga. Penulis bebas mengekspresikan diri lewat tulisan.

Pemilihan diksi yang digunakan oleh Bang AR tidaklah kaku, sehingga seru dan nikmat untuk dibaca. Misalnya di awal-awal buku ia menuliskan dalam Bab 1: Mengenal Organisasi HMI, “Pertama kali aku berkenalan dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), adalah ketika aku bersama beberapa orang teman kuliahku main-main ke sekretariat HMI Cabang Medan di Jalan Selamat, Medan.” Jalan Selamat, adalah nama alamat jalan sekretariat HMI Cabang Medan sebelum pindah ke Jalan Adinegoro 15.

Saat saya membaca cerita-cerita pengalaman penulis semasa ber-HMI, kadang saya tersenyum-senyum sendiri, dan kadang membuat saya berpikir juga. Dimana apa yang dituliskan Bang AR dalam buku itu sangat banyak berkontradiksi dengan keadaan HMI di Cabang Medan saat ini, umumnya untuk kita semua.

Dalam buku Alimbas tersebut beragam cerita singkat, berdasarkan pengalaman penulis diceritakan, dimana setiap cerita dapat ditarik pelajaran dan bahkan masih relevan dilaksnakan untuk saat ini. Seperti yang dituliskan dalam Bab 4: Pembelajaran yang Tak Pernah Berhenti, Bab 5: Aksi di Arena, Bab 6: Pengabdian Masyarakat, Bab 7: Menjadi Senior, Bab 8: Kampus Kedua Anggota HMI, Bab 9: Cerita di Bawah Pohon Seri.

Sedangkan ada juga sangat penting kita baca sebagai Kader HMI dalam Alimbas, yaitu pada Bab 2. Di mana pada bab ini Bang AR menjelaskan bagaimana seharus kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh Kader HMI. Dan pada Bab 3 sangat memberikan pemahaman tentang sebuah arena pengkaderan sejati, cocok untuk dibaca oleh instruktur-instruktur HMI, atau pun yang berminat menjadi instruktur HMI.

Pada bab terakhir, Bab 10: Orang-orang yang Kukagumi, Bang AR menuliskan banyak tokoh-tokoh HMI dimana tokoh-tokoh tersebut secara langsung atau tak langsung berpengaruh dalam proses seorang AR saat ber-HMI. Yang mana Bang AR menulis dua puluh orang pada bagian terakhir dalam buku tersebut.

Sehingga tak ada bagian dalam buku ini yang tak penting untuk dibaca. Bahkan Alimbas ini menjadi sebuah penambah bahan saat kita membicarakan sejarah HMI Cabang Medan. Karena menurut saya, penulis juga bagian dari kader yang mengalami bagaimana gejolak HMI Cabang Medan sampai beliau selesai ber-HMI. Dalam buku ini, Bang AR menceritakannya, dan kita dapat mengetahuinya lebih kompleks saat membacanya.

Kembali saya pertegas, buku ini menjadi bahan bacaan wajib Warga HMI, terkhususnya Kader-kader HMI Cabang Medan yang masih aktif sekarang ini. Setidaknya ada beberapa alasan, pertama, karena buku ini tentang ke-HMI-an. Kedua, isi dalam buku yang di editornyanya Bang Mansyur Hidayat ini dapat memberikan kita sebuah pelajaran dari tarikan sejarah, buku ini sarat makna dengan historis.

Ketiga, buku ini dapat mengajari secara teknis bagaimana seharusnya kader-kader, baik di cabang maupun di komisariat. Keempat, buku ini menjelaskan pada kita bahwa ber-HMI itu sangatlah seru walau dinamika di mana-mana. Kelima, dapat menambah semangat ber-HMI, menumbuhkan kecintaan pada HMI, dan juga bisa mempengaruhi perilaku kita saat ber-HMI menjadi baik. Dan keenam, banyak lagi.

Terkait masalah kekurangan dan kelebihannya dari buku ini. Kekuranganya nyaris tak ada karena memang ditulis dengan ekspresi bebas oleh penulisnya. Jika boleh menyebutkan kekurangan dari buku ini, maka kekurangan dari buku ini adalah cerita-cerita terlalu singkat, kadang saya merasa tanggung membacanya.

Sedangkan kelebihannya, saat membaca buku ini mudah untuk dipahami karena diksi-diksi yang digunakan seperti bahasa sehari-hari, kadang ada juga diksi-diksi ala anak Medan. Dalam buku ini penulis bebas mengekspresikan cerita-cerita pengalaman dan pemikirannya. Dan yang terakhir kita butuh buku-buku seperti ini, bahkan bila perlu ada buku-buku fiksi HMI lebih banyak lagi, agar literasi HMI lebih kaya lagi, dan bahkan imajinasi kader-kader lebih aktif lagi.

Maka demikian, buku ini menjadi bahan bacaan wajib Warga HMI di manapun berada. Apalagi orang-orang yang pernah bersinggungan langsung dengan penulis selama ber-HMI. Mungkin saat membaca buku ini, kenangan manis dan pahit akan terasa lucu, sehingga kita mengetahui perjalanan hidup ini sangatlah berarti.

Penulis: Ibnu Arsib (Instruktur HMI Cabang Medan).

- Advertisement -

Berita Terkini