Kasus Penistaan Agama 4 Nakes di Pematang Siantar, Ini Tanggapan Ustadz Martono

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Ustadz Martono menanggapi kasus 4 Pria Tenaga Kesehatan (Nakes) yang memandikan Jenazah Covid-19 Wanita dengan Penistaan Agama terlalu berlebihan.

“Karena situasi saat itu memang sangat emergensi dan bukan tanpa alasan,
seharusnya kita bersikap arif dan bijaksana dalam melihat situasi dan kondisi saat itu,” jelas Ustadz Martono yang dikenal oleh warga Sumut sebagai ustadz yang sangat konsisten dalam merawat dan menjaga 4 Pilar Kebangsaan ini, Kamis (25/2/2021) di Medan.

Dikatakannya, Hukum fiqih Islam berlaku tentu dalam keadaan normal, namun dalam hal-hal genting hukum fiqih Islam memberi peluang untuk kemudahan seperti sholat harus berdiri, tidak mampu boleh duduk, tidak mampu boleh berbaring, puasa pada bulan ramadhan dapat di ganti dengan bulan lainnya di luar ramadhan.

Apalagi oknum polisi menerapkan pasal penistaan agama terhadap tersangka, menurut Ustadz Martono jangan terlalu gegabah menetapkan penistaan agama terhadap 4 nakes tersebut.

Sebelumnya telah beredar berita bahwa ada nakes di RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar yang jadi tersangka terkait kasus memandikan jenazah yang dilaporkan oleh Fauzi Munthe, petugas menjerat para tersangka dengan tindak pidana penistaan agama.

“Hasil gelar perkara di Wasidik Ditkrimum Poldasu disimpulkan perkara yang dilaporkan Fauzi Munthe adalah merupakan peristiwa tindak pidana penistaan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 a KUHP ini bermula ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pematangsiantar memanggil pihak RSUD. Karena suaminya nggak terima, menyampaikan ke kita, itulah semalam kita panggil rumah sakitnya ke kantor MUI,” kata Ketua MUI Kota Pematangsiantar, Muhammad Ali Lubis, Kamis (24/9/2020).

Ali menyebut pasien Corona itu meninggal pada Minggu (20/9). Namun dia tidak menjelaskan status pasien yang meninggal dan dikubur dengan protokol kesehatan itu.
Dalam pertemuan dengan pihak rumah sakti, MUI kemudian mempertanyakan alasan pihak RSUD menggunakan petugas pria untuk memandikan jenazah wanita.

Menurut RSUD, kata Ali, hal itu dilakukan karena tidak adanya petugas wanita untuk memandikan jenazah di RS itu.

“Kenapa dilaksanakan begitu? Katanya nggak ada bilal perempuan,”

Ali menjelaskan peristiwa itu tidak sesuai dengan tata cara memandikan jenazah sesuai hukum Islam.

Dijelaskan Ali, jenazah wanita yang dimandikan pria merupakan dosa besar. “Nggak boleh jenazah perempuan dimandikan laki-laki, kecuali suaminya atau mahramnya,” tutur Ali.

Atas kejadian itu, pihak RSUD disebut sudah menyampaikan permintaan maaf. Namun pihak keluarga dari jenazah membuat laporan ke polisi.

Setelah kasus mencuat, Direktur RSUD Djasamen Saragih itu pun diganti. Pihak Humas Pemko Pematangsiantar mengatakan pergantian Direktur RSUD Djasamen Saragih merupakan perintah Wali Kota Pematangsiantar.

Kemudian, petugas yang memandikan jenazah itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Untuk itu, Ustadz Martono berharap kepada oknum pihak Kepolisian jangan terlalu mudah menerapkan pasal penistaan agama hanya karena tekanan dari sebahagian kelompok tertentu, penyidik harus objektif dalam menerapkan pasal penistaan agama kepada tersangka bukan subjektif penerapan pasal penistaan agama terhadap tersangka demi kewibawaan dan supermasi penegakan hukum. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini