Sidang Jurnalis Medan, Ahli ITE Tidak Memiliki Sertifikasi Itu Cacat Hukum

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Terdakwa Ismail Marzuki alias Mael yang juga Jurnalis Medan, pemilik media online mudanews.com dan penanggungjawab mendatang Saksi Ahli Pidana Khusus UU ITE DR Ali Yusran Gea SH MKn MH yang meringankan saat sidang di Ruangan Cakra 8, Pengadilan Negeri Medan, Selasa (20/9/2022).

Sidang Ismail Marzuki terkait dugaan pencemaran nama baik Nawal Lubis yang merupakan Istri Gubernur Sumut Edy Rahmayadi di akun YouTube dan berita mudanews.com soal aksi solidaritas penyelamatan Benteng Putri Hijau di kawasan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.

Ketua Majelis Hakim Imanuel Tarigan dihadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmi Syafrina membuka sidang untuk umum. “Sidang terbuka, dan saya nyatakan untuk umum,” kata Hakim Ketua, Imanuel.

“Pak Ismail Marzuki sehat?” tanya Hakim. “Sehat,” jawab Terdakwa Ismail Marzuki.

“Hari ini pak Ismail maupun Penasihat Hukumnya akan mengajukan ahli, ada ahlinya?” kata Imanuel. “Ada,” jawab Partahi Rajagukguk selaku Penasihat Hukum Terdakwa.

“Silahkan Curikulum vitae dan surat tugasnya bisa ditunjukan kepada kami,” kata Hakim. Kemudian, ahli menunjukkan Curicukum Vitae dan surat tugas. Selanjutnya Hakim Ketua Imanuel membacakan Curikulum Vitae Ahli DR Ali Yusran Gea MKn MH, Saksi Ahli Terdakwa Ismail Marzuki yang meringankan.

Ahli merupakan Dosen Magister Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab), menjadi ahli di Pengadilan Negeri atas tugas dari Universitas Unpab.

“Bersedia memberikan keterangan ahli di bawah sumpah?” tanya Hakim. “Bersedia,” jawab Ahli.

Sebelum dimintai keterangan, ahli terlebih dahulu disumpah secara Islam memberikan keterangan sebagai ahli yang benar.

Hakim ketua memberikan kesempatan kepada Penasihat Hukum Terdakwa memberikan pertanyaan kepada ahli pidana dan alat bukti.

“Tentang asas lex specialis, tolong pak ahli jelaskan pengertian dan implementasinya? tanya Penasihat Hukum Terdakwa kepada Ahli.

“Asas lex specialis adalah sebuah, sebenarnya sejarah hukum yang nilainya sederajat, maka dalam penerapannya, karena nilainya sederajat itu, maka mana yang ditetapkan, sesuai dengan kepentingan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, kalau lah ada keutamaan itu, maka yang sifatnya ilmu itu, dikhususkan, Undang-Undang khusus yang lebih mengarah kepada kepentingan Hukum, itu penerapannya.

Jadi lahirnya Undang-Undang itu, karena ada kepentingan atau pertentangan. Dua Undang-Undang yang siderajatkan, tapi mana yang diutamakan, dengan kepentingan hukum,” jelas Ahli.

“Tentang Pasal 184 KUHAP Tentang Alat Bukti, coba terangkan Ahli, saksi yang kekuatan hukum, sebagai alat bukti? tanya Partahi.

“Kalau Pasal 184 itu seolah-olah alat bukti itu, beda dengan keterangan saksi, yang menunjukkan alat bukti itu yang diucapkan dihadapan sidang pengadilan. Keterangan saksi yang memiliki kekuatan hukum yang sah dan memiliki sebagai ahli hukum,” kata Ahli.

“Gimana, keterangan itu ketika memang tidak diberikan dipermukaan persidangan?” tanya Partahi.

“Kalau lah, keterangannya itu tidak diucapkan di Sidang Pengadilan, tentunya itu adanya alas-alasan itu seperti, saksi meninggal dunia atau ada hal yang tidak bisa dielakkan dan itu memang ada yang mendesak, itu biasanya, keterangan itu, bisa dibacakan. Soal menilainya kekuatan hukumnya itu, kembali kepada Majelis Hakim yang mulia,” jawab Ahli.

“Kekuatan hukumnya, sebagai alat bukti itu seperti apa?” tanya Partahi. “Kalau keterangan saksi itu, tidak diucapkan di hadapan sidang Pengadilan, itu bukan menjadi suatu alat bukti, maka pasal 185 KUHAP itu, diperintahkan memang, saksi itu harus bisa mengungkapkan kesaksian itu di hadapan pengadilan, itu lah kepastian hukum itu, jadi argument itu,” jelas Saksi Ahli.

“Selanjutnya ahli pernah apa atau tidak ahli mendengar tentang Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2021, memiliki dasar hukum, Nomor 8 Tahun 81 Undang-Undang Nomor 16, tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016, Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010. Peraturan Jaksa Agung per-006 Aja,07-017, pada Bab II, pelaksanaan pada Pasal 4 Ayat B tersebut menetapkan tentang sebagai mana bunyi huruf F berdasarkan hasil pemeriksaan ahli di Bidang ITE dan dari Kementerian Kominfo, yang saya tanyakan di sini, terkait keterangan ahli yang di sumpah, bagaimana kekuatan hukumnya dan apakah bisa dijadikan alat bukti? Memang disitu tidak adanya sertifikasi ahli tersebut?” tanya Partahi.

“Sudah pernah saya sampaikan, bahwa sumpah itu menguatkan alat bukti yang sah. Lalu tadi soal terkait saksi ahli dengan Sertifikasi ahli sebagai ahli khusus ITE, tidak memiliki, itu cacat hukum, itu tidak bisa menjadi alat bukti, karena itu pedoman ya,” kata Ahli.

“Cacat hukum, menurut saudara Ahli, apakah itu perbuatan melawan hukum,” tanya Partahi. “Iya, melawan Hukum,” kata Ahli.

“Apakah langkah-langkah, apa dampak hukum kepada Terdakwa? tanya Partahi. “Segala sesuatu yang bertentangan dengan Hukum, maka akan menimbulkan kerugian kepada pihak-pihak Subjek hukum,” kata Ahli.

“Siapa saja Subjek hukum itu,” tanya Partahi. “Yang merasa dirugikan, siapa saja, bikin suatu perintah yang bertentangan dengan Undang-Undang, atau bertentangan dengan Hukum, maka pasti timbul kerugian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan, soal siapa, itu pihak-pihak yang dirugikan,” kata Ahli.

“Tentang unsur Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang ITE dan Pasal 310 Ayat 2 KUHAP, coba saudara ahli jelaskan penerapannya, bagaimana penerapannya?” tanya Partahi.

“Begini saja, jangan kita bandingkan Pak, kita minta penjelasan dari Ahli ini, sejauhmana yang bisa diterangkannya tentang hal ini Pasal 27 UU ITE, bisa dijelaskan pak, pemahaman ahli tentang ini,” sambung Hakim Ketua.

“Tentang Subjek hukumnya saja pak,” kata Partahi. “Gak usah dibatasin Pak, tentang Subjeknya, tentang unsurnya kan lebih bagus, baru nanti kita minta Pasal 310 itu seperti apa pula, kita cari ilmu dengan ahli, tolong ahli jelaskan kepada kami dipersidangan ini, tentang Pasal 27 Ayat 3 junto Pasal 45 ayat 3 dari Undang-Undang ITE, Undang-Undang yang perubahan yang terbaru atau Undang-Undang yang lamanya, ahlikan cukup memahami, berikan penjelasan kepada kami,” kata Hakim Ketua.

“Terima kasih Majelis, saya sebelum masuk ke penerapan, saya mau katakan begini, hidup sepi Undang-Undang ITE adalah sesungguhnya, menghormati Hak Azasi Manusia dan memberikan perlindungan setiap warga Negara untuk menyatakan kebenaran. Jadi nilai kebenaran itu, sangat dibutuhkan dalam penerapan filosofi Undang-Undang ITE, yang menghormati Hak Asasi Manusia dan dia memberikan perlindungan hukum setiap warga Negara untuk menyatakan kebenaran,” sambungnya.

“Jadi terkait penerapan Pasalnya itu, unsurnya adalah maka pengalaman selama ini banyak penerapan-penerapan khusus Pasal 27 Ayat 3 itu yang keliru dan banyak Multi Tafsir, maka menghindari ini adanya kebijakan Hukum Pemerintah Pusat sehingga mengeluarkan surat kesepakatan bersama antara Kejaksaan dan Menteri Komunikasi dan Informatikan, artinya untuk mencerminkan Pasal-Pasal dan Materi dari pada yang ada dalam Undang-Undang ITE itu, khususnya Pasal-Pasal tertentu, lebih khususnya pada Pasal 27 Ayat 3, contohnya, Pasal 27 Ayat 3 itu setiap orang dengan sengaja tanpa Hak mendistribusikan atau mentransmisikan sesuatu dokumen yang muatan dokumen itu ada konten muatan penghinaan disitu,” lanjut Saksi Ahli.

“Akar masalahnya penghinaan, jadi penghinaan itu bukan serta merta, kita sebut seseorang yang dituduh seseorang memang betul contohnya, bukan serta merta sifatnya perbuatan melawan hukum. Tapi apa yang penting itu sebenarnya di unsur penghinaan. Penghinaan itu bisa didorong oleh aspek-aspek muatan bahasanya bagaimana, maaf ya, misalnya kita panggil seseorang sebut ‘binatang’ contohnya, itu harus jelas, jadi muatan bahasanya ada. Kemudian motifnya apa? Seseorang menyatakan sesuatu, pengumpaan sesuatu, tentu dia tidak akan melakukan perbuatan itu tanpa ada motivasinya untuk melakukan itu, maka ini dikatakan teori konsolitas, sebab musabab timbulnya, baru di pidana,” jelas Saksi Ahli.

“Jadi seseorang mengkritik dengan bahasa apapun yang muatan bahasanya apa? Maaf tidak saya sebutkan lagi itu, yang ada menyerang kehormatan seseorang dalam bentuk nama hewan dan sebagainya, lalu motivasinya apa? Mengapa sehingga perbuatan itu terjadi? Lalu kita harus tahu ucapannya itu menganut nilai kebenaran atau tidak. Milik kebenaran ini yang agak sulit diterafkan dalam hukum pidanaan, iya sifatnya absah, jadi nilai kebenaran itu Absah itu ada di tangan Hakim yang mulia. Itu lah mengapa Hakim kita panggil yang Mulia, kenapa? Dua pun alat bukti ada tanpa ada keyakinan Hakim, tidak bisa ini, memutuskan seseorang bersalah. Jadi, kemuliaan Hakim disitu, dia punya kenyakinan yang tertinggi, dia bisa menentukan, nilai kebenaran itu lah Majelis Hakim Yang Mulia,” kata Saksi Ahli. (Arda)

 

- Advertisement -

Berita Terkini