Pertumbuhan Ekonomi Negatif, Bisa Makan Aja Syukur Alhamdulillah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Kinerja ekonomi di tahun 2020 saya perkirakan tumbuh negatif. Meskipun datanya baru akan dirilis nanti pada hari Jumat pekan ini. Namun sejumlah indikator menunjukan bahwa baik nasional maupun wilayah Sumut khususnya berpeluang mencetak pertumbuhan minus. Untuk Sumut di kurtal pertama memang masih menikmati pertumbuhan. Namun di kuartal kedua dan ketiga pertumbuhannya minus.

Hal itu diungkapkan Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/2/2021).

“Akumulasi tiga kuartal di 2020 juga tidak begitu bagus hasilnya. Masih menunjukan tren penurunan. Ini tentunya menjadi kabar yang tidak menggembirakan. Saya melihat Sumut berpeluang mengalami pertumbuhan negatif di kisaran angka 1% selama 2020. Dan di tahun ini, khususnya di kuartal pertama 2021, resesi juga akan masih terjadi,” jelas Benjamin.

Dimana pertumbuhan ekonomi tetap melemah. Pemberlakukan PPKM, lockdown yang dilakukan oleh sejumlah negara besar. Dan beberapa isu perang dagang yang kian memanas membuat kita harus was-was akan kemungkinan perlambatan ekonomi yang lebih buruk di tahun ini.

“Dari penyebaran Covid-19 saja, sejauh ini pemerintah telah direpotkan dengan penambahan jumlah kasus Covid-19 yang belum terurai. Dampaknya ke pertumbuhan ekonomi kian terasa berat. Jadi kalau di tahun 2020 kita sudah mengalami pembatasan kegiatan masyarakat yang terus menggerus daya beli. Dan kondisinya justru masih berlanjut di 2021,” tambahnya.

Maka beban atau tekanan itu akan semakin berat tentunya. Kondisi keterpurukan ekonomi yang berkepanjangan memicu pelemahan daya beli yang akan terus tergerus nantinya. Nah, kalau dulu semasa awal pandemi kita berasumsi bahwa pandemi hanya berlangsung paling lama 6 bulan. Dan kita berasumsi bahwa 2022 ekonomi sudah mulai pulih seperti sebelum masa pre-covid.

“Namun faktanya justru pandemi sudah berjalan satu tahun. Dan kalau kita berasumsi bahwa di pertengahan tahun 2021 pandemi akan berakhir. Maka pemulihan ekonomi baru akan terlihat di 2025 mendatang. Dan selama itu, daya beli masyarakat belum akan mengalami pemulihan. Jadi bentuk kurvanya itu sudah terbayang sejauh ini,” bebernya.

Dan upaya yang paling bisa dilakukan adalah masyarakat memberlakukan Prokes secara ketat, dan pemerintah memaksa dengan aturan yang bisa memberikan punishmen atau hukuman bagi mereka yang tidak menjalankan Prokes.

“Itu masih bicara pandemi, belum bicara kemungkinan perang dagang berlanjut atau mungkin agresi militer yang terjadi antara AS dengan China di laut china selatan. Dampaknya bisa memperburuk kinerja ekonomi di tanah air, termasuk di Sumut. Jadi saya justru mengkuatirkan dampak yang mungkin bisa timbul dari tekanan karena Covid-19 serta ancaman perang tersebut dalam 6 bulan yang akan datang,” sambungnya.

Benjamin mengatakan, Ramadan dan Lebaran akan menjadi ujian baru bagi ketahanan ekonomi nasional. Saya justru mengkuatirkan pandemic yang belum akan berakhir akan membuat masyarakat terus mengerem belanjanya. Khususnya masyarakat menengah ke atas. Sementara masyarakat miskin justru hanya berharap dari bantuan sosial. Dan tentunya bisa membuat kita terjebak dalam resesi yang berkepanjangan atau mungkin krisis ekonomi.

“Disini pentingnya alokasi anggaran yang besar untuk Bansos. Kita saat ini tengah berupaya untuk mempertahankan daya beli, belum memperbaiki daya beli. Dan pentingnya kebijakan yang lebih menekankan pentingnya menjaga daya beli tersebut. Karena bisa makan saja syukur Alhamdulillah,” ucapnya. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini