Menyelamatkan Generasi Menunduk

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Kalau kita melihat ada beberapa pemuda atau remaja yang sedang lagi duduk bersama, baik di cafe atau di tempat-tempat hiburan, fenomena apa yang kita lihat? Di kampus misalnya, dalam kondisi saat ini, bagaimana fenomena yang dilihat? Di tempat nongkrong para pemuda, di rumah, di tempat pesta pernikahan bahkan dimanapun itu, fenomena apa yang kita lihat?

Ada sesuatu yang dekat menjadi jauh, yang jauh menjadi dekat. Beberapa hari ini, fenomena itu menimbulkan pertanyaan di kepala. Apa yang sedang terjadi? Kenapa generasi muda saat ini begitu terlena dengan tekhnologi informasi. Mayoritas remaja atau pemuda Indonesia telah di “mabuk informasi tekhnologi”. Telah banyak yang ketergantungan dengan informasi tekhnologi saat ini (smartphone). Mulai dari bangun tidur hingga bangun tidur lagi sudah ketergantungan dengan informasi tekhnologi. Berjam-jam di depan layar hanya bermain game, chattingan, dan menonton video. Suatu fenomena yang perlu dievaluasi apa dampak negatif dan positifnya.

Kemajuan Ilmu Teknologi dan Krisis Kemanusiaan

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar (2014) berpendendapat, kemajuan ilmu dan teknologi yang semula untuk memudahkan urusan manusia, ketika urusan itu semakin mudah, maka muncul “kesepian” dan “keterasingan baru”, yakni lunturnya rasa solidaritas, kebersamaan dan silaturahim. Contohnya, penemuan televisi, komputer, dan handphone telah mengakibatkan kita terlena dengan layar. Layar kemudian menjadi teman setia, bahkan kita lebih memperhatikan layar dibanding masalah di sekeliling kita. Bayangkan hampir setiap bangun tidur kita menekan tombol handphone melihat layar untuk ‘ber-SMS’ atau chattingan. Begitu juga seseorang ketika pulang dari kantor sampai di rumah, layar televisi atau layar handphone yang dilihat terlebih dahulu daripada anak istri. Akibatnya, hubungan antar anggota keluarga renggang dan satu sama lain asyik dengan layarnya masing-masing. Ini baru dalam rumah tangga sendiri, apalagi dengan tetangga, mungkin bertemu tetangga hanya ketika bendera merah (tanda kematian) berdiri di depan rumah tetangga. Dengan sedikit basa basi kita membesuk sebentar sebelum ke kantor.

Ternyata teknologi layar mampu membius manusia untuk tunduk pada layar dan mengabaikan yang lain, terkhususnya mayoritas generasi muda sekarang. Jika kita tidak sadar dengan fenomena ini, maka kita akan kesepian atau kehilangan sesuatu yang amat penting, yakni kebersamaan, hubungan kekeluargaan dan hubungan sosial yang hangat secara riil. Kalau pengaruh teknologi yang demikian semakin dalam, maka dia tidak sadar dari kebutuhan yang sebenarnya.

Umat manusia sekarang ini amat tergantung dan dimanjakan oleh teknologi, ketergantungan yang terus menerus menjadikan dia terlena dari eksistensi dirinya yang bebas dan kreatif. Dia kemudian tidak sadar telah dipenjara oleh teknologi itu sendiri, sehingga tidak kreatif dan reflektif lagi. Contoh, teknologi layar (handphone-android-internet) membuat manusia ketergantungan pada layar, bahkan kalau Hp nya rusak atau komputernya rusak, maka dia repot bahkan gelisah karena semua urusan diletakkan di sana, mulai dari agenda harian sampai pada proposal mega proyek.

Jika teknologi dijadikan tujuan dan cita-cita, maka pada gilirannya peradaban teknologi akhirnya berubah menjadi kekuasaan yang membelenggu manusia itu sendiri. Nicolas Berdyev dalam bukunya The Destiny of Man, seperti yang dikutip Amsal Baktiar, berucap: “Kemajuan teknik tidak saja membuktikan kekuatan serta daya manusia untuk menguasai alam, kemudian teknik itu tidak saja membebaskan manusia, tetapi juga memperlemah serta memperbudaknya, kemajuan itu memekanisasikan menusia dan menimbul gambaran serta persamaan manusia dengan mesin”.

Jika kita tidak mau kehilangan eksistensi kemanusiaan dan terhindar dari krisis kemanusiaan, Amsal Bakhtiar berpendapat bahwa kita harus berjuang untuk membebaskan diri dari kungkungan teknologi dan kembali pada eksistensi awal, yakni manusia yang kreatif dan dinamis. Penyadaran terhadap bahaya yang begitu besar bagi kemanusiaan perlu terus dimandangkan, terutama pada penguasa yang memiliki otoritas dalam mengambil kebijakan. Etika global perlu dirumuskan bersama karena krisis akibat teknologi tidak hanya berdampak untuk negara tertentu, tetapi mencakup semua negara.

Menyelamatkan Generasi Muda

Mayoritas pemuda saat ini telah banyak di mabuk oleh teknologi. Dengan kecanggihan fitur atau aplikasi di alat-alat teknologi informasi, seperti Handphone dapat menarik kaum muda sehingga terlena. Awalnya, kecanggihan itu adalah suatu sarana untuk memudahkan aktivitas manusia, tapi sekarang telah dijadikan segalanya.

Berjam-jam menghabiskan waktu di depan layar, bermain game dan chattingan membuat aktivitas generasi muda sia-sia. Seharusnya kecanggihan tekhnologi dapat memudahkannya untuk mempelajari (bagi pelajar) suatu ilmu pengetahuan atau menambah wawasannya lintas pengetahuan, akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Yang terjadi adalah hal-hal negatif yang membuat terlena generasi muda sehingga lupa peran fungsinya sebagai generasi-generasi penerus bangsa. Jikalau generasi muda sekarang terpengaruh dengan hal-hal yang tidak baik, bagaimana negara ini akan baik.

Dari fenomena yang terjadi, upaya-upaya penyelamatan harus dilakukan mulai dari ranah keluarga hingga pemerintah dalam lingkup kenegaraan. Pendidikan yang diterapkan, baik formal muapun non-formal, kiranya dapat memberikan pemahaman bagaimana menggunakan teknologi sebaik mungkin agar tidak menjauhkan hakikat manusia yang sebenarnya, yaitu mencapai hubungan sosial kemasyarakatan yang baik secara riil dan tidak lupa pula pada penyembahan pada sang pencipta, bukan menunduk pada yang dicipta (teknologi).

Untuk kaum muda, terkhususnya seorang pelajar saat ini, kiranya dapat membatasi akan budaya konsumtifnya yang sangat berlebihan terhadap teknologi sekarang ini. Kebutuhan kita adalah alat-alat yang menunjang pemenuhan pelajaran atau akademik kita. Masih sering kita temukan, ada teman-teman kita rela menghabiskan uang yang cukup besar hanya memenuhi hasratnya untuk membeli Hp yang sangat mahal harganya, tujuannya hanya supaya terlihat trend dan dikatakan dapat mengikuti zaman.

Perlu kita ingat, bahwa kecanggihan zaman kita bukan karena kita dapat mengkonsumsi sesuatu barang tertentu yang membuat kita terlena akan tugas dan fungsi utama kita sebagai seorang pelajar, siswa atau mahasiswa. Kecannggihan dan kemajuan kita adalah sampai dimana kita bisa menguasai ilmu pengetahuan yang kita minati. Sampai dimana kita dapat mengaplikasikan teori-teori yang kita dapatkan dari hasil diskusi bersama guru atau dari hasil bacaan kita.

Budaya hedonistik yang sekarang telah difasilitas oleh kecanggihan alat-alat teknologi bukanlah budaya kita. Bukankah kita telah banyak melihat betapa hancurnya moralitas manusia, hancurnya etika manusia bahkan masa depan manusia karena terlalu mengutamakan hawa nafsunya. Sebagai kaum muda saat ini, kesadaran adalah yang terpenting, bahwa yang kita lakukan selama ini jauh daripada seharusnya yang kita lakukan sebagai seorang pelajar, siswa atau mahasiswa dan juga kaum muda keseluruhan yang di Indonesia ini.

Kesimpulan

Siapakah yang akan menggantikan para orangtua-orangtua kita? Tentu saja jawabnya adalah kaum-kaum muda saat ini. Tidak mungkin kaum-kaum tua saat ini hidup selama-lamanya. Kalaupun itu terjadi runtuhlah ajaran agama yang diyakini manusia saat ini.

Kaum muda mana yang dapat menggantikan kaum tua sekarang untuk menjaga kebaikan-kebaikan yang telah diajarkan? Tentunya adalah kaum muda yang berkualitas, berkualitas secara intelektual, emosional dan spritual. Kaum muda yang mempunyai ide pemikiran yang baik. Dapat diaplikasikan ilmu dengan kekuatan tenaganya yang masih prima. Tentunya itu adalah kaum muda yang jauh dari pengaruh negatif, jauh dari budaya konsumtif yang berlebihan. Karena generasi muda yang berkualitas adalah aset termahal dalam suatu negara. Opini Sumut, Ibnu Arsib

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan dan Instruktur HMI Cabang Medan.

 

- Advertisement -

Berita Terkini