Lintas Ekspone 98 Sumut: BEM UI Hadirkan Udara Segar Bagi Nafas Reformasi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Beragam respon yang ditunjukkan oleh berbagai kalangan terkait sindiran satire “King of Lip Service” yang disampaikan BEM UI ke public lewat media sosial, hal ini merupakan sesuatu yang lumrah, namun terlihat ada sedikit keanehan, saat sikap kritis dari BEM UI ternyata malah disikapi dengan pembungkaman secara sporadis melaui beragam tuduhan dan hinaan oleh pihak – pihak yang mengaku dulu sebagai aktivis mahasiswa atau intelektua bangsa.

Situasi ini membuat beberapa mantan Aktivis Mahasiswa Tahun 98 yang bergabung di Lintas Eksponen 98 Sumatera Utara, merasa tergugah untuk memberikan dukungan moril bagi para mahasiswa yang hari ini berjuang untuk memelihara hidup dan berkembangnya iklim demokrasi di negeri ini.

R. Khairil Chaniago sebagai Ketua Presidium Lintas Eksponen 98 Sumatera Utara, mengutarakan bahwa esensi dari demokrasi itu adalah kebebasan dalam mengekspresikan pemikiran sedangkan kritikan adalah salah satu buah dari pemikiran, asalkan bermuatan fakta dan tidak bersifat fitnah belaka.

“Kritikan dari adik – adik BEM-UI muncul akibat dari kanal komunikasi antara rakyat dan pemerintah mengalami P3 yaitu Penyumbatan, Penyendatan dan Pencegatan saat ingin menyampaikan sikap tidak puasnya terhadap kinerja pemerintah, sehingga muncul rasa kecewa dan mahasiswa mengekprsikannya sikap kritis mereka dengan cara bersuara di sosial media, sifatnya hampir sama dengan kami dahulu yang mengkritik lewat selebaran – selebaran yang kami tempelkan di dinding – dinding tembok yang berpotensi untuk dapat terbaca oleh khalayak ramai,” ujar Mantan Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi kampus ITM Periode 1997/1998 tersebut.

Ditambahkannya, hal ini adalah hal yang biasa saja, disetiap Negara yang menganut paham demokrasi, situasi ini kerap terjadi dan menjadi pupuk bagi tumbuhnya demokrasi itu sendiri, jadi jika ada pihak yang ingin meluruskan atau mengklarifikasi kritikan yang digulirkan oleh para mahasiswa terhadap pemerintah, maka lakukanlah dengan cara yang elegan, bukan melalui cara yang sembrono dengan menyerang personal menggunakan kata “Bencong”, “Cari panggung”, “Panti asuhan”, “Pro FPI” “masuk UI lewat Nyogok” dan lain – lain.

“Jadi kesannya sangat memalukan jika ada kaum senior yang mengkebiri junior nya dengan cara – cara tersebut, hal ini tidak sehat dan dapat membunuh cita – cita Reformasi 98, tentu bukan seperti ini cara kita jika ingin melaksanakan “National Building” atau Pembinaan Bangsa,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Khairil menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini Merdeka, diawali oleh anak bangsa yang berpikiran kritis, yang menolak kezaliman penguasa Kolonial, disaat ketidakadilan dan penindasan berjalan secara massive, lalu mereka bergerilya dengan pemikirannya dan mengkonsolidasikan perjuangan dengan suara – suara lantang mereka.

“Persis dengan apa yang dilakukan oleh adik adik mahasiswa dari berbagai BEM saat ini, bedanya adalah dulu para pejuang kita berhadapan dengan Pemerintah belanda berkulit putih, sedangkan saat ini kelihatannya para Mahasiswa yang kritis berhadapan dengan para “belanda berkulit melayu” yang menyusup, memecah belah dan menjilat ke dalam lingkaran pemerintahan Republik ini,” kata R. Khairil Chaniago.

Sementara itu, Sekretaris Presidium Lintas Eksponen 98 Sumut, Tengku Yans Fauzi turut menyampaikan bahwa upaya Pembungkaman baik secara halus maupun keras bukan sesuatu yang wajar di negeri demokrasi ini.

“Apa yang dilakukan oleh adik – adik mahasiswa adalah merupakan sebuah garis utuh dari posisi mereka sebagai agen of change (agen perubahan) di Negara ini, jangan lagi ada “persona non grata” yang kerap dilakukan pada masa lalu terulang kembali pada saat ini dengan versi yang berbeda, dimana seseorang dibuat sengsara di negerinya sendiri hanya karena mengkritik pemerintah yang sedang berkuasa,” ucapnya.

Menurutnya reformasi 98 terjadi karena sikap kritis, sikap kritis adalah benteng terakhir dari sebuah demokrasi, tujuan dari lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan prikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional.

 

“Artinya ada perubahan kehidupan yang lebih baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial budaya melalui demokrasi berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan untuk tercapainya masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan,” ujarnya.

“Dalam kesempatan ini kami dari Lintas Eksponen 98 Sumatera Utara menyatakan menolak segala upaya rekayasa pembungkaman demokrasi di Republik ini, karena jika sikap kritis dihabisi, maka demokrasi akan mati,” tegas Tengku Yans Fauzi.

“Kami juga mendukung apa yang telah dilakukan oleh BEM Universitas Indonesia dan ikut memberi semangat kepada adik kami Leon Alvinda Putra untuk lebih dapat bersabar dengan situasi yang dihadapinya. Karena bagi kami, apa yang dilakukan oleh Bung Leon adalah umpama “udara segar” bagi nafas Reformasi guna menegakkan demokrasi di negeri ini,” pungkasnya. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini