Milenial Jangan Dimanja, Apa Sumbangsih Mereka?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Begitulah kira-kira pernyataan Megawati kepada Milenial. Pesan ini bagi saya tak mengganggu saya sebagai Milenial, karena yang mengeluarkan pernyataan mungkin tidak paham esensi dari pertanyaan yang menjadi pernyataan.

Milenial bukan dipertayakan sumbangsihnya, tapi di support segala kreativitasnya. Tak pantas kiranya jika itu keluar dari sosok Buk Megawati yang sudah pernah menjabat sebagai Presiden dan sekarang Partainya pun memimpin di Negeri ini.

Seharusnya, yang perlu dipertanyakan seberapa besar Pemerintah yang _notabene_ nya dikuasai oleh Partai Ibunda Megawati untuk menyumbang nilai-nilai kreativitas. Juga bagaimana pemerintah saat ini mensupport kreativitas pemuda serta mendukung inovasi-inovasi yang dilakukan pemuda. Jangan-jangan sama sekali nihil..

Pertanyaan ini lebih pantas muncul ketika pemerintah sudah benar-benar mendukung ekonomi kreatif, sudah mewadahi industri seni ataupun start up yang menjadi domain pemerintah. Masih ingat betul kita semua bagaimana awal kepemimpinan Bapak Jokowi yang akan mendukung mobil ESEMKA yang dibuat oleh anak negeri, tapi sampai sekarang tak ada kabarnya.

Atau pernyataan Ibunda Mega muncul karena kekecewaan terhadap Stafsus Milenial yang nyatanya tak memiliki pengaruh apapun ditengah-tengah Istana?

Lalu, jika berbicara milenial kita harus merujuk benar-benar siapa yang dikatakan milenial. Menurut Wikipedia milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y, Gen Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran.

Jika merujuk defenisi di atas bukankah sosok Nadiem Makarim pun adalah seorang Milenials? Beliau lahir pada tahun 1984, yang membuktikan beliau bisa disebut seorang Milenial. Bukankah Jokowi memilih Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan adalah agar adanya transformasi digital dalam hal pendidikan di Indonesia, bukankah ini konsep milenial? Jangan katakan kalau kepemimpinan saat ini salah memilih orang.

Lalu, bagaimana dengan Gibran (Calon Walikota Solo) serta Bobby Nasution (Calon Walikota Medan) bukankah mereka sosok milenial? Pantaskah rakyat bertanya? Apa sumbangsih atau kontribusi mereka hingga mereka patut menjadi calon Walikota yang didukung juga oleh Partai Ibunda Mega?

Kontradiksi-kontradiksi pikiran yang menggelayut ditengah elit saat ini membuat rakyat malah bukan respect, tapi malah menjadi bahan “tertawaan” dan “guyonan”. Bagaimana mungkin seorang pejabat Partai bisa melontarkan kalimat kontradiktif tersebut.

Saya yakin, milenial tidak akan tersinggung dengan kalimat seperti ini. Toh ada atau tidak kalimat ini, pemuda tetap berkreasi, berinovasi, bahkan ikut terus mengawal pemerintahan kali ini.

Pemuda yang dulunya bersikap apatis terhadap politik, ikut menyuarakan suaranya di berbagai platform digital, mereka menyuarakan keadilan, hak asasi manusia, hukum serta politik di negeri ini. Bahkan kritik dan solusi pun di tawarkan. Jangan tanya lagi apa kontribusi mereka, tapi tanyakan apa dukungan pemerintah untuk mereka?

Oleh : Januari Riki Efendi, S.Sos
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana jurusan Pemikiran Politik Islam UIN-SU dan Pegiat Literasi.

- Advertisement -

Berita Terkini