Idris-Imam, Wangsit dan Golput

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Beberapa hari yang lalu, sebagai Sekretaris RW saya menyampaikan kata sambutan suatu kegiatan sosialisasi dan silaturahmi calon Wakil Walikota Depok, Ir. Imam Budi Hartono yang didapuk mendampingi Bapak KH. Dr. Muhammad Idris Abdul Somad.

Meskipun dihadapan Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama dan sesepuh yang saya hormati, karena merupakan tugas dari Bapak Ketua RW yang tidak bisa hadir karena sedang menunaikan bakti pada ibu untuk bersilaturahmi di kampungnya terpaksa saya memenuhi permintaan tersebut.

Apa yang penting bagi suatu wilayah saat mendapat kesempatan dapat bersilaturahmi dengan calon pemimpin dan wakil rakyatnya di DPRD Kota Depok Ibu Sri Utami adalah menyampaikan aspirasi dan program pembangunan wilayah.

Amanah Kekuasaan

Pada kesempatan yang baik itu saya menyampaikan rasa terimakasih dari seluruh warga karena dikunjungi dan bisa bersilaturahmi dengan calon pemimpinnya. Selain itu juga menyampaikan agar masyarakat dan semuanya bisa menjaga protokol kesehatan.

Selanjutnya saya menyampaikan bahwa kekuasaan itu adalah amanah atau dalam bahasa sederhananya disebut sebagai Wangsit.

Wangsit pertama dimaksudkan sebagai suatu ketentuan dan amanah dari Allah bahwa bagi siapapun yang dikehendaki Allah menjadi pemimpin tentu ia akan menjadi pemimpin.

Penjabaran lebih religius soal itu adalah berkaitan dengan firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Ali Imran Ayat 26: Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.

Kekuasaan dimaksud tentu saja berdimensi kepemimpinan yang mestilah harus dipertanggungjawabkan. Dan pada perspektif itulah semua calon pemimpin kepala daerah perlu menyadari bahwa tugas utamanya adalah menjemput takdir kepemimpinan dengan berikhtiar mendapat kepercayaan masyarakat dan mendapat takdir kepemimpinan, amanah atau wangsit dari Allah SWT.

Oleh karena itu, para calon kepala daerah mestilah bersosialisasi dan bersilaturahmi dengan para pemilih dengan cara-cara yang bermartabat, tidak justeru menimbulkan permusuhan dan merusak silaturahmi antar warga masyarakat.

Terutama bagi tim pemenangan dan relawan mestilah yakin bahwa takdir kekuasaan dan kepemimpinan itu musti diraih dan dijemput dengan cara yang baik.

Wangsit kedua adalah pada soal maraknya fenomena wangsit (Wang disit atau uang disit) atau uang duluan. Fenomena yang dalam terminologi politik disebut oleh Lewis A. Cowser (1997) sebagai endowed (membantu dengan pemberian) yang menyuburkan fenomena money politik dan money buy voters. Fenomena semacam ini mesti dihindari oleh para calon kepala daerah.

Tetapi memang dalam demokrasi modern banyak yang menyiasatinya dengan cara-cara yang lebih bermartabat bukan menyogok dan membeli suara para pemilih tetapi menggunakan uang sebagai instrumen kampanya modern.

Mengapa, Karena kini masyarakat semakin cerdas, karena pendidikan dan interaksi mereka yang intens dengan dunia luar, sebagai konsekuensi logis dari kecerdasan-kecerdasan itu, money politics yang selama ini diartikan money buy voters, cuma mampu menjejal mulut dan perut.

Sementara premis baru money politics adalah yang mereka artikan sebagai money move politics, karena uang akan berperan menggerakkan seluruh instrumen kampanye modern: menyewa jasa konsultan kampanye profesional (bukan tim sukses kasak-kusuk), tenaga surveyor dan poolster, membiayai tim riset untuk penjajakan potensi, konvensi, koalisi dan kompetisi, membiayai penampilan di TV, koran dan majalah, memasang iklan, membuat buku dan seterusnya.

Peran uang tidak pada mulut dan perut tetapi pada hati dan pikiran, pada spirit voters education (pendidikan Politik pada masyarakat pemilih).

Golput

Hal lain yang menjadi sorotan adalah soal gejala rendahnya partisipasi politik masyarakat untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena masih merebaknya wabah COVID-19.

Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi yang masif sampai ke tingkat RW dan RT agar pemilih datang ke TPS karena telah dilakukan kesiap siagaan dan penyiapan protokol kesehatan dalam proses pemungutan suara di TPS.

Perlu juga untuk mengantisipasi gejala rendahnya partisipasi masyarakat untuk memilih akhirnya memutuskan untuk tidak memilih atau Golput (Golongan Putih), bila dimungkinkan menurut aturan perundang-undangan dapat diberikan doorprize dan hiburan di TPS untuk menghibur para pemilih yang telah lama Gabut karena di rumah terus menjaga protokol kesehatan.

Tetapi yang paling penting dan sangat perlu untuk terus diawasi dan dipantau adalah fenomena Golput yang dimaksudkan sebagai Golongan Pemilih Uang Tunai.

Fenomena inilah yang sepanjang Pemilu era reformasi telah menyumbang rendahnya Indeks Demokrasi (IDI) di beberapa provinsi di Jawa Barat, di Sumatera Utara dan di Banten yang dalam posisi sekor IDI yang sedang.

Fenomena Golput atau Golongan Pemilih Uang Tunai sering dilakukan dalam bentuk mobilisasi masyarakat pemilih untuk memilih calon tertentu dengan memberikan sejumlah uang (money politic) untuk membeli suara (money buy voters).

Sebagai calon kepala daerah, tim pemenangan dan relawan sudah semestinya menghindari fenomena menyogok melalui serangan fajar untuk mendapatkan suara. Karena yang menyogok dan yang disogok telah dijamin akan masuk neraka.

Oleh karena itu, kepada pasangan KH. Dr. Muhammad Idris Abdul Somad dan Ir. Imam Budi Hartono calon Walikota dan Wakil Walikota Depok, juga kepada seluruh calon kepala daerah di Indonesia dapat menghindari fenomena wangsit sebagai uang disit atau uang duluan dan fenomena Golput atau Golongan pemilih uang tunai.

Penutup

Kepada pasangan KH. Dr. Muhammad Idris Abdul Somad dan Ir. Imam Budi Hartono dan calon kepala daerah lainnya bila kelak terpilih karena kepercayaan masyarakat dan mendapat amanah dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa kiranya dapat merenungi tentang tanggungjawab dan amanah kepemimpinan tersebut.

Suatu waktu Abu Dzar Al-Gifari bertanya pada Nabi. “Ya Rasulullah, mengapa kau tak memberi jabatan apa-apa kepadaku?” Sambil menepuk bahu sahabatnya yang zuhud itu, Nabi menjawab, “Hai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah.” Sebagai amanah, sabda Rasulullah, jabatan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya (HR Muslim).

Amanah itu berat bagi yang lemah terhadap godaan kekuasaan untuk korupsi, kolusi dan nepotisme, dan yang lemah terhadap godaan penyalahgunaan kekuasaan (abause of power).

Tetapi kekuasaan kepemimpinan itu sangat berarti bagi umat dan rakyat, akan menghantarkan ke surga bagi pemimpin yang menunaikan kewajiban dan tanggungjawab (Amanah).

Pada momentum sumpah pemuda ini, kita seluruh warga bangsa Indonesia, terutama para calon kepala daerah untuk bersumpah dengan sungguh-sungguh menjalankan, mengikuti dan melaksanakan Pilkada dengan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (demokratis). [WT, 28/10/2020].

Oleh: Wahyu Triono KS
Dosen Administrasi Publik FISIP Universitas Nasional, Tutor FHISIP Universitas Terbuka dan Pengasuh TPA Leader

- Advertisement -

Berita Terkini