Melengserkan Jokowi: Pilihan Terakhir !

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Hasanuddin
(Ketua Umum PB HMI 2003-2005)

MUDANEWS.COM – Kejahatan legislasi pada sejumlah revisi Undang-Undang seperti KPK, MK, Minerba, dan terakhir Omnibus Law, dilakukan secara sistematis. Tujuannya memberikan layanan terbaik bagi semakin kokohnya konglomerasi di tanah air. Sekalipun dibungkus dengan jargon-jargon penciptaan lapangan kerja. Teori tricle dawn effect dalam ekonomi ini diyakini oleh Jokowi dan jajaran pemerintahannya.

Akibat kejahatan legislasi ini, upaya penegakan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi makin redup. Padahal inilah inti persoalan yang kita hadapi. Negara di gerogoti koruptor yang tidak tersentuh oleh pemerintah, karena korupsinya berupa korupsi kebijakan. Kejahatan legislasi ini terus terjadi, dan dapat dipastikan terjadi pula pada sejumlah peraturan pemerintah turunan dari berbagai Undang-undang tersebut.

Akibat berbagai kejahatan legislasi ini, ribuan demonstran di tangkap, sejumlah aktivis di culik dari kediaman mereka, hanya karena perbedaan pandangan politik.

Jokowi telah melakukan kejahatan kemanusiaan, dengan melakukan penculikan terhadap politisi yang berbeda pandangan politik, seperti Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan, dan kawan-kawan.

Perbedaan pandangan politik, bukan alasan seseorang di penjarakan. Demikian menurut Prof. B.J.Habibie, Presiden Republik Indonesia yang paling demokrati dalam masa pemerintahannya.

Sebab itu, gagasan melengserkan Jokowi sebenarnya memiliki cukup alasan. Tapi alasan saja, tidak dapat melengserkan Jokowi. Anjuran melakukan pembangkangan sipil seperti yang disampaikan oleh Prof. Zainal Mohtar dari UGM, dan Editorial Majalah Tempo, sebab itu masuk akal.

Namun demikian, gagasan melengserkan Jokowi, cukup dijadikan agenda terakhir. Jika tuntutan pembatalan Omnibus Law, tuntutan pembebasan para tawanan politik tidak terpenuhi.

Bagaimana wujud pembangkangan sipil itu, apakah dalam bentuk people power? Atau seperti yang di lakukan oleh Mahatma Gandi, Ahimsa? Keduanya sesungguhnya dapat berjalan seiring. Yang memiliki tenaga yang kuat untuk turun berdemo di jalanan, bisa saja menggagas people power. Namun yang tidak kuat ikutan aksi jalanan, bisa saja tetap di rumah dengan memusatkan dzikir, doa dan wiridnya kepada Allah swt agar meridhoi mereka yang turun ke jalan. Memberikan kekuatan melawan rezim yang dholim ini.

Bagaimana pun, Jokowi ini masih didukung full oleh TNI-Polri yang bersenjata lengkap. Di dukung para politisi yang menguasai partai politik besar.

Sebab itu aksi-aksi massa dari gerakan people power itu harus di lakukan secara damai. Jumlah massa, gelombang massa yang besar, namun tidak anarkhis, sehingga tidak memberi alasan TNI-Polri menggunakan kekerasan bahkan menggunakan senjata mereka. Bagaimanapun TNI-Polri bukanlah musuh para aktifis.

Pada akhirnya, apakah gerakan itu memaksa Presiden membatalkan Omnibus Law, atau mesti ditempuh cara terakhir dengan menumbangkan rezim pemerintahan Jokowi atau tidak, tergantung pada kehendak Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa. Allah Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui.

Tapi bagaimanapun, pembangkangan terhadap konstitusi ini mesti di hentikan ! Kejahatan kemanusiaan mesti di hentikan !!, korupsi mesti di hentikan !! Nepotisme politik mesti di hentikan!

Demokrasi yang sesungguhnya harus di tegaskkan ! Nilai-nilai kemanusiaan universal mesti di wujudkan !!

Hanya dengan itu kita kembali dapat bernafas dengan lega dalam naungan Sang Saka Merah Putih, Bhineka Tungga Ika, bersama kejayaan Pancasila dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semoga Allah SWT melindungi, merahmati, dan memberikan pertolongan-Nya kepada para buruh, mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya dengan tertib, damai. Dan kepada pihal TNI-Polri agar menyadari benar sumpah prajurit bahwa mereka harus senantiasa bersama dengan rakyat Indonesia.

Selamat Berjuang !!

- Advertisement -

Berita Terkini