Pemecatan ! Penyakit Menjelang MUNAS 2019 Partai Golkar

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Tepat dihari ulang tahun yang ke-55 di Bulan Oktober 2019 mendatang, Partai Golkar telah berkibar dikancah perpolitikan nasional selama ini. Partai yang pernah berkuasa selama hampir 32 tahun itu telah memberikan warna, karakter, dan kontribusi yang cukup signifikan dalam menata dan menjalankan roda pemerintahan di republik ini. Partai yang memiliki kedekatan yang sangat intim sekali di era pemerintahan Orde Baru. Namun pada masa reformasi hanya sedikit sekali perubahan atau pola karakter partai ini ketika berhadapan dengan penguasa.

Perubahan dari partai penguasa sentralistik ke pada partai yang demokratis. Sehingga karakter kepemimpinanpun ikut berubah, ada karakter partai Golkar ini yang tak kan pernah konsisten berseberangan dengan pemerintah. Ini merupakan sebuah kelaziman, bagaimana pola kepemimpinan dan roda organisasi partai ini dijalankan.

Hal ini menjadi penting sebagai catatan di dalam perjalanan sebuah partai politik yang komitmen kepada cita-cita para pendirian awal (golongan karya), semangat (karya kekaryaan), yaitu partai politik yang bertujuan untuk mensejahterakan dan mencerdaskan bangsa didalam bingkai Kebinekaan Indonesia dengan berlandaskan pada semangat pendiri bangsa (founding fathers) ini. Partai harus menjadi kepanjangan tangan dari rakyat bukan sebaliknya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah atau penguasa. Nilai-nilai seperti demokrasi dan kompetisi yang sehat, serta profeisonal menjadi karakter partai saat ini yang harus dipupuk agar lebih matang dan mampu bertahan dalam perubahan zaman di kemudian hari.

Oleh sebab itu, Kepemimpinan partai politik adalah simbol pemersatu semua komponen di dalam partai politik, kekuatan partai, dan sekaligus menjadi karakter kader dan kepemimpinan yang dilahirkan dari rahim partai tersebut.

Sebab itu, kepemimpinan dan regenerasi haruslah terus dipersiapkan matang-matang, juga perjalanan dan kedewasaan berpolitik terutama didalam proses menciptakan kondisi yang saling mengakui, saling kompak, dan saling menghargai dalam proses yang kita sebut sebagai proses demokratis adalah sangat penting dikedepankan oleh semua kader partai Golkar, musyawarah mufakat dan menghidari voting sebisa mungkin. Hal ini adalah ciri dan sekaligus cerminan karakter kita di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semangat musyawarah dan mufakat adalah semangat didalam pengambilan keputusan yang tidak secara sepihak dan sewenang wenang, sistem otoriter dan kepentingan kelompok serta golongan sudah seharusnya ditinggalkan tidak dijadikan hasrat dan kepentingan sesaat politik yang mengabaikan proses demokratisasi sehingga bisa berakibat buruk melahirkan kembali karakter kepemimpinan yang semi otoriter, tidak legitimate, pseudo demokratis (demokrasi pura-pura), dan hipokrit.

Persaiangan politik adalah sebuah keniscayaan yang harus dihadapi sebagai seorang pemimpin dalam sebuah kontestasi perebutan kekuasaaan atau perebutan jabatan Ketua umum partai.

Apapun persaingan itu sejauh dalam aturan main yang telah disepakati bersama tidaklah masalah. Namun bila aturan itu dipakai untuk meredam atau meniadakan kekuatan lawan politik ini menjadi sebuah persoalan pribadi, hal lain bisa juga menjadi persoalan etika dan moral di dalam berpolitik, disamping persoalan hukum yang mencuat kepermukaan.

Mencermati keputusan Partai Golkar terutama keputusan DPP dalam hal pemecatan 10 orang pimpinan wilayah DPD II Provinsi Maluku pekan lalu yang dianggap sebuah keputusan yang sangat keliru atas dasar yang ditengarai soal penyelewengan organisasi. Disisi lain itu dilihat sebagai ketakutan kubu Ketua Umum Airlangga Hartarto atas rivalitas yang memanas menjelang MUNAS Golkar mendatang antara dirinya dengan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.

Pemecatan adalah bagian dari mekanisme partai yang mengacu pada AD/ART partai. Hal itu setidaknya sudah mendegradasi nilai dan harapan sebuah ruang kontestasi dan proses demokratiasasi yang sehat dan bermartabat dengan melakukan pemecatan secara sepihak akibat semua kepentingan kelompok dan golongan tadi. Mekanisme hal tersebut adalah wajar dalam menjalankan roda organisasi yang bisa saja melakukan mutasi dan promosi di lingkungan partai tersebut.

Oleh karena itu, jangan sampai instrumen partai yang sangat demokratis dikotori dan dipakai untuk memecat para ketua DPD II Maluku guna memuluskan kontestasi MUNAS mendatang serta menghalangi kesempatan yang sama didalam membangun dan membesarkan partai Golkar ke depan. Pemecatan tidak hanya terjadi kali ini saja, di zaman Ketua Umum Akbar Tanjung (2004) pun terjadi pemecatan sejumlah senior dan kader partai Golkar, terkait dukungan Capres SBY-JK, dan pemecatan kader dan anggota DPR RI pada kepemimpinan Aburizal Bakrie (2014), hal yang sama terkait dengan dukungan mereka kepada Capres Jokowi-JK.

Tentunya ini sudah menjadi sebuah preseden buruk bagi tumbuh kembangnya demokratisasi dipartai yang sudah setengah abad lamanya berkiprah, apabila dalam penyeleggaraannya dilakukan dengan cara-cara yang kurang bermartabat. Ada persoalan mekanisme partai yang dilanggar dalam pemecatan itu secara sepihak, tanpa surat peringatan atau pemberitahuan terlebih dahulu. Hal apakah yang menjadi persoalan mendasar sehingga mereka dipecat?.

Namun, tetap hal ini merupakan sebuah dinamika dan PR di dalam kepemimpinan dan keputusan politik yang dijalankan oleh setiap kepemimpinan di partai tersebut. Hanya di zaman Ketua Umum Jusuf Kalla tidak ada pemecatan secara sepihak, kepemimpinan yang patut dicontoh ke depan walaupun disana sini tedapat perbedaan kepentingan dan orientasi politik di tubuh berigin itu.

Kembali kepada karakter kepemimpinan partai tadi, yang paling penting didalam menciptakan kondusifitas partai politik dalam segala hal adalah dengan cara-cara yang demokratis. Apabila mekanisme pemecatan terus dilakukan atas lawan-lawan politik Ketua Umum ini akan membuat proses demokrasi terhambat, membangun sistem semi otoriter yang menghasilkan hanya pemimpin tunggal satu nama saja atau satu aklamasi saja. Ini tidak sehat bagi pertumbuhan kader dan sistem demokratisasi di partai itu sehingga Mengakibatkan kepemimpinan yang dihasilkan tidak demokratis dan legitimate.

Sebaiknya hal ini dihentikan oleh kepengurusan DPP Partai Golkar yang menganut sistem partai yang modern, profesional dan terpercaya. Artinya bahwa sebuah kepemimpinan partai politik dipertaruhkan apabila menjalankan roda partai dengan cara yang tidak terhormat dan semena-mena atas nama AD/ART, ruang-ruang demokrasi perlu dikembangkan, perbedaan dan persaiangan adalah sehat yang patut dipertahankan, namun apabila melanggar ketentuan, tidak mematuhi keputusan partai dan bertentangan dengan AD/ART. Menjadi hal lain yang perlu dipetimbangkan kembali patut atau tidaknya seseorang dipecat atau diberhentikan. Sehingga diharapkan bersama-sama agar tidak ada kesemena-menaan dalam menjalankan roda organisasi ke depan.

Pertarungan ketua umum partai Golkar di MUNAS 2019 kedepan menjadi lebih elegan dan terhormat, plihan calon lebih dari satu agar kualitas demokrasi lebih baik. Publik dan penguasa akan senang, tidak ada stigma illegitimate atas hasil kepemimpinan Munas Partai Golkar 2019, dan sisa periode kepengurusan partai Golkar saat ini harum namanya dan dikenang didalam sejarah perpolitikan bangsa ini sebagai kepemimpinan Partai yang demokratis.

Wallahu a’lam bish – shawabi

Oleh : Mohammad Radius Anwar

(Kontributor The Gondangdia Institute)

- Advertisement -

Berita Terkini