Capres Mana yang Unggul di bulan November – Desember 2023?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Denny JA

“Coba periksa, kapan survei Roy Morgan soal elektabilitas capres itu dilakukan?”

Itu respon cepat saya ketika menerima banyak komentar. Mengapa di lembaga survei asing Roy Morgan, yang diberitakan luas di media tanggal 15-16 desember 2023, memberikan data elektabilitas yang berbeda.

Di akhir november dan awal desember 2023, LSI Denny JA, bersama empat lembaga survei nasional, juga Kompas, yang sudah malang melintang di dunia survei sejak beberapa pilpres lalu mengabarkan Ganjar terjun bebas, dan Prabowo- Gibran unggul telak dengan jarak 18%-20% atas Ganjar- Mahfud.

Tapi di lembaga survei asing Roy Morgan, Ganjar nomor satu mengalahkan Prabowo. Ganjar di angka 38 persen, Prabowo 30 persen, dan Anies 25 persen (1).

Lalu berhamburan komen yang membandingkan hebatnya lembaga survei negara luar dibandingkan Indonesia. Muncul pula komen lembaga survei di Indonesia sudah menjadi alat pukul politik yang tidak menampilkan data sebenarnya.

Lebih seram lagi komentar bahwa untuk survei di Indonesia saat ini ada arahan dari “Jenderal Bintang Tujuh.”

Padahal semua itu menjadi jelas, cukup dengan melihat waktu survei Ray Morgan dilakukan. Bahkan itu juga sudah ada dalam berita itu.

“Survei Roy Morgan ini dilaksanakan pada Juli-September 2023 kepada 2.630 pemilih Indonesia yang berusia di atas 17 tahun. Artinya, survei itu dikerjakan jauh sebelum putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal usia capres/cawapres.”

“Tentu saja.” Itu jawaban pertama saya. “Ojo dibanding- bandingke.” Itu jawaban kedua. “Data basi bulan September, kok diberitakan di bulan desember.” Itu jawaban saya yang ketiga.

Di bulan Juli – September 2023, tengoklah semua lembaga survei nasional. Di era itu memang Ganjar dan Prabowo bersaing ketat dengan selisih margin of error.

Di satu lembaga survei, Prabowo di atas Ganjar. Di lembaga survei lain, Ganjar di atas Prabowo. Data itu sama sahnya karena selisihnya hanya di margin of error (2 X 2,9 persen).

Situasi berubah justru di bulan Oktober- November 2023. Itu era ketika Gibran menjadi cawapres Prabowo. Itu era ketika terjadi koor nasional kubu Ganjar menyerang Jokowi.

Serangan mulai dengan bahasa puisi: Demokrasi semakin mendung di era Jokowi. Lalu serangan makin keras dengan bahasa aktivis: “Jokowi Menghidupkan Orde Baru.”

Itulah era terjadi eksodus pendukung Jokowi yang pergi dari Ganjar. Tapi mereka pergi kemana? Sebagian ke Prabowo, sebagian ke Anies. Sebagian menjadi swing voters.

Di akhir November – awal Desember 2023, elektabilitas Ganjar merosot drastis, dan nyaris disusul Anies Baswedan. Dalam survei LSI Denny JA di akhir November, jaraknya tinggal 0,9 persen saja (di bawah margin of error).

Sementara elektabilitas Prabowo menanjak pesat, berjarak 18%-20 % dibanding Ganjar, juga dibandingkan Anies.

Kondisi elektabilitas bulan November- Desember 2023 mustahil terekam dalam survei lembaga asing Roy Morgan di bulan Juli- September 2023.

Kita tahu pasti, lembaga Roy Morgan ini tak memiliki mesin waktu yang membuatnya bisa membaca suasana pemilih di bulan November- Desember ketika saat itu ia berada di bulan September.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa data basi bulan september diberitakan di bulan desember? Mengapa data masa lalu dinyatakan empat bulan kemudian?

Opini publik itu bukanlah benda seni dari kayu yang statis. Ia bukan pula batu pualam yang dikerjakan di bulan september dan dapat dinikmati di bulan desember, tanpa ada perubahan.

Merespon data basi lembaga survei asing Roy Morgan (bulan September), apalagi jika ingin dibandingkan dengan hasil 6 lembaga survei nasional (bulan nov-des), maka kita pun terkenang lirik lagu yang dinyanyikan Farel Prayoga:

“kok dibanding-bandingke
Saing-saingke yo mesti kalah…”

Lebih mendasar dari itu, data survei yang kredibel gunakanlah sebagai cermin. Jika buruk muka yang nampak, jangan cermin dibelah.***

- Advertisement -

Berita Terkini