Menunggu Kematian HMI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, OPINI – Dari mana kita harus memulai pembicaraan dalam tulisan alakadarnya ini. Saya harus cari cara sederhana untuk bisa mengungkap hasil “tangkapan” saya dari sekian banyak orang yang mengalami keresahan logis dari kondisi HMI saat ini, baik di tingkat pusat (PB HMI) hingga ke akarnya (Komisariat). Dari keresahan yang logis itu, sedikit banyaknya terasa juga dalam hati dan pikiran. Pikiran saya mulai bertanya; mengapa HMI saat ini begini? dan pun sekiranya tidak berlebihan mengambil kesimpulan bahwa HMI saat ini, terkhusus PB HMI itu sendiri, tidak lebih baik dari kondisi saat HMI dualisme satu periode PB HMI yang lalu.

Baik, saya coba memulai dari membicarakan kondisi HMI saat ini dari apa yang saya ketahui dan menjawab bagaimana kondisi itu terjadi. Barangkali dapat sama serta menjawab apa yang diresahkan oleh sebagian orang dari keluarga besar HMI. Akan tetapi sebelum keadaan yang saya ketahui ini kita bicarakan, ada hal yang sangat menarik pikiran saya terkait kondisi HMI. Yaitu sikap keresahan dari Alumni HMI Medan yang bergabung dalam salah satu grup whatsapp yang saya ikuti.

Di dalam grup, para alumni selalu membicarakan soal kondisi HMI saat ini. Kadang saya tidak mampu menjawab mengapa Pengurus Badko HMI Sumut belum di lantik, Pengurus HMI Cabang Medan juga begitu, dan paling berat adalah mengapa LK I HMI Cabang Medan juga belum jalan. Sebagai seorang kader dan sekaligus sebagai instruktur saya merasa tak berguna karena tak mampu menjawabnya.

Pertanyaan itu bukan soal teori yang harus dibedah, bukan pula konflik normatif yang dapat dipecahkan dengan berbagai argumentasi yang logis. Tapi, hal ini adalah soal kondisi yang harus dipertanggungjawabkan secara perbuatan. Mungkin bukan hanya saya, tapi kita semua. Mungkin keadaan ini bukan hanya di Sumatera Utara dan Kota Medan saja, mungkin ini terjadi di mayoritas Badko, Cabang dan Komisariat.

Yang paling klimaks sebuah usul dari seorang alumni yang ada di grup tersebut adalah melakukan gerakan protes kepada PB HMI yang ditembuskan kepada seluruh keluarga besar HMI yang ada di Indonesia, terkhususnya KAHMI. Ini adalah keresahan yang memuncak melihat kondisi HMI saat ini di Sumut dan Cabang Medan yang masalahnya tidak selesai di PB HMI.

Keresahan itu pula yang menjadi stimulus membuat saya harus menuliskan ini. Maksud saya tidak dapat menahannya lagi untuk kembali menulis kritik keadaan HMI, seperti yang sering saya lakukan sebelumnya.

Saat ini masalah HMI begitu kompleks, baik itu dari tingkat PB HMI hingga HMI Komisariat, baik itu masalah internal dan juga eksternal. Jika sebelumnya akar masalahnya adalah dualisme PB HMI, tapi saat ini adalah akar masalahnya adalah dinamika yang tidak sehat di HMI. Tidak menutup kemungkinan terjadi dualisme. Dinamika yang tidak sehat ini berimbas pada kebutuhan administratif Badko-badko dan Cabang-cabang HMI menjadi terkendala, baik penerbitan SK maupun pelantikan.

Dampak dari permasalahan ini adalah mengakibatkan macetnya perkaderan di HMI. Di Medan sendiri, sungguh ini kondisi yang sejarah paling buruk, LK I tidak ada selama kurang lebih 6 bulan. HMI Cabang Medan salah satu cabang terbesar selain HMI Cabang Makassar dan HMI Cabang Malang, dan dalam sejarah sebagai perkaderan terbaik HMI, runtuh dengan begitu saja. HMI Cabang Medan hanya tinggal sejarah. Ia (HMI Cabang Medan) telah mati dibunuh oleh kader-kadernya sendiri. Mungkin ini pulalah yang membuat banyak alumni yang lelah letih membangun HMI Cabang Medan dahulu hingga sampai besar menjadi resah dan akan membuat gerakan protes pada PB HMI.

Kondisi di atas tidak menutup kemungkinan juga terjadi diberbagai HMI Cabang lainnya. Pengurus PB HMI saat ini kiranya harus berbenah diri, jangan mempersulit dan jangan terlalu politis.

Saya menilai ada sifat kekanak-kanakan Pengurus PB HMI yang berusaha menghambat kelancaran proses jalannya Badko dan/atau Cabang jika tidak di bawah kendalinya. Ini sungguh perilaku kader yang buruk. Tidak menerima kekalahan “orang-orangnya” kemudian mencoba menghambatnya dengan memperlama proses administrasi di PB HMI. Hal ini tidak dapat saya jelaskan panjang lebar dalam tulisan ini. Saya harus coba bicarakan ke masalah lain.

Masalah selanjutnya yaitu, politik transaksional yang sudah lama menghantui HMI hingga saat ini semakin tampak. Berapa harga SK? Berapa harga surat rekomendasi pencalonan? Berapa harga suara? Dan berapa biaya untuk sekelompok senior (sebagai uang jaga-jaga) yang bisa memegang suara cabang? Ini semua adalah pertanyaan deskripsi dari kenyataan yang sudah terjadi dalam Musda dan/atau Kongres. Tak ada gunanya gagasan, visi dan misi, itu hanya aksesoris belaka.

Dampaknya adalah terjadi pembelahan dan pembagian wilayah-wilayah mana yang dikuasai Ketum PB HMI dkk, mana yang dikuasai Sekjend dkk, mana yang dikuasai Bendum dkk. Beginilah realitanya dampak transaksional jika terus terjadi. Tak ada lagi idealisme dan tak ada lagi nilai-nilai yang ditanamkan oleh HMI. HMI hanya dijadikan ladang kesempatan mencari keuntungan pribadi dan kelompok. Nasi ummat telah dipinggirkan oleh nasi pejabat.

Saya pikir, untuk sementara, perlu menyudahi pembicaraan ini. Masalah HMI sudah begitu kompleks, perlahan-lahan perlu kita uraikan. Mengenai solusinya, adalah cukup menurunkan ego, demi perkaderan dan proses yang baik di HMI. PB HMI paling kuat menyelesaikan permasalahan-permasalahan Cabang dan Badko, bukan malah menjadi sumber masalah bagi Badko-badko dan Cabang-cabang.

Jika masalah-masalah HMI saat ini tidak segera diselesaikan, dan PB HMI terus dengan dinamikanya yang saling sikut menyikut, kita hanya tinggal menunggu kematian HMI. Dan harus di ikhlaskan.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Kader HMI Cabang Medan).

- Advertisement -

Berita Terkini