Pancasila, Mati Rasa

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Di antara warga Bangsa Indonesia ada yang mengatakan sebagai patriot pembela Pancasila, padahal sebenarnya mereka yang terdepan khianat kepada Pancasila. Di antara warga bangsa ada yang mengajak, menyeru agar Pancasila ditegakkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tapi sesungguhnya mereka yang terlebih dahulu telah meninggalkan Pancasila.

Mereka bermaksud menipu rakyat Indonesia, padahal sebenarnya mereka hanya menipu diri mereka sendiri. Di dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah membiarkan mereka (tidak menegurnya) sehingga penyakit itu menjalari seluruh prilakunya disebabkan karena mereka telah bebal dalam berdusta. Kebiasaan berdusta itulah yang menjadi penyakit hati, dan karena mereka membiasakan diri berdusta, sehingga makin rusaklah hati mereka.

Jika dikatakan kepada mereka, laksanakan Pancasila secara murni dan konsekwen dalam kehidupan bernegara, mereka berpagi-pagi yang merasa paling terdepan dalam memurnikan pelaksanaan Pancasila. Mereka mencoba menipu konstituen mereka, padahal mereka sebenarnya hanya menipu diri mereka sendiri.

Hal itu disebabkan karena mereka tidak lagi memiliki “kepekaan rasa” disebabkan hati mereka telah ‘mati’ oleh kebiasaan berdusta tadi itu.

“Rasa” adalah produk indera perasa. Indera perasa ini dikenalikan oleh hati, seperti halnya indera pendengaran dan indera penglihatan di kendalikan oleh hati. Kebiasaan berdusta menyebabkan hati menjadi ‘mati’ dan berakibat rusaknya indera perasa, penglihatan dan pendegaran. Yang dimaksud “rusak” disini bukan tidak bisa merasa, tidak bisa mendengar, atau tidak bisa melihat, namun fungsi penglihatan, fungsi pendengaran, fungsi perasaan itu rusak. Tandanya adalah tidak mampu lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dilakukan.

Berdusta adalah hal buruk, namun tidak lagi dipandang buruk oleh mereka yang sudah terbiasa berdusta. Itulah maksud daripada rusaknya hati. Memandang suatu hal yang buruk sebagai hal yang baik. Ada hakim, jaksa, atau polisi menerima sogokan. Itu hal yang buruk. Tapi seorang jaksa, hakim atau polisi (aparat penegak hukum) yang sudah terbiasa menikmati pemberian/gratisifikasi atau suap/sogokan, akan menganggap hal itu sebagai “hal baik”.

Itu karena telah imun, telah terbiasa. Demikianlah hati, yang mengendalikan pendengaran, penglihatan, perasaan yang telah kehilangan fungsinya disebabkan karena seseorang terbiasa mendustai diri mereka sendiri.

“Rasa” adalah salah instrumen memperoleh pengetahuan, dari objek-objek pengetahuan yang sifatnya sangat halus. Objek pengetahuan yang sangat halus ini dalam Al-Quran disebut sebagai “yasy’ urun”. Di dalam surah Al-Baqarah ayat 12 dikatakan bahwa orang munafiq itu senantiasa melakukan atau berbuat kerusakan, namun mereka “yasy’ urun’ (tidak menyadari).

Objek Pengetahuan yang sangat halus itu diketahui dengan “disadari” kehadirannya. Dalam hal ini karena sifatnya yang sedemikian halus (latief) sehingga tidak dapat dilihat (dengan indera penglihatan) dan tidak dapat didengar (dengan indera pendengar).

Sebab itu hanya bisa diketahui dengan disadari kehadirannya. Latief adalah salah satu sifat Allah, artinya Dia Yang Maha Halus Perbuatan-Nya. Seseorang yang hatinya sudah rusak, fungsi indera perasanya tidak mampu mendeteksi kehadiran (hudur)-Nya, di saat mereka melakukan ibadah kepada-Nya, atau disaat mereka menyaksikan perbuatan (af’al)-nya pada setiap ciptaan-Nya yang ia saksikan.

Sebab itu pengawasan Allah terhadap diri mereka, dimana Allah senantiasa melakukan pengawasan terhadap makhluknya mereka tidak lagi menyadarinya. Karena tidak menyadari kehadiran Allah, maka orang munafiq itu jika ia berkata, dengan entengnya mereka mendustakan apa yang telah dikatakannya. Jika mereka diberi amanat, dengan entengnya mereka hianat atas amanah.

Jika mereka berjanji, dengan entengnya mereka mengingkari janjinya, dan jika mereka membalas hal buruk yang diterima dari perlakukan orang lain, mereka membalasnya secara berlebih-lebihan, tidak lagi perduli dengan rasa keadalian. Semua itu akibat dari telah hilangnya perasaan mereka dikarenakan oleh telah matinya hati mereka, akibat terbiasa berbohong.

Nah, orang munafiq yang mengalami kerusakan fungsi hati, dan kehilangan “rasa” ini mereka mempertontonkan hal yang tidak sewajarnya dilihat oleh publik, tidak ada malu lagi menunjukkan hal-hal yang bersifat privacy pada dirinya, semua di umbar di ruang-ruang publik. Mereka tidak punya beban menyebarluaskan hoax, (informasi bohong), tidak punya beban mencaci maki orang lain di ruang publik, tidak punya beban saat melakukan korupsi, tidak punya beban saat menindas, merampas hak-hak orang lain. Semua itu karena, mereka telah mati rasa.

Rasa malu sudah tidak ada. Padahal Nabi bersabda; rasa malu itu sebagian dari iman. Sebab itu, jika rasa malu telah hilang pada diri seseorang, ia telah kehilangan sebagian imannya. Dikatakan “sebagian” karena rasa ini bagian “dalam” dari dimensi ajaran agama.

Bagian luarnya adalah ilmu pengetahuan yang bersifat empirik yang diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran. Itulah kenapa orang munafiq itu lahiriahnya saja yang nampak menunjukkan simbol-simbol keagamaan.

Agama hanya dijadikan aksesoris. Demikian halnya dalam kehidupan bernegara, seorang munafiq hanya menjadikan Pancasila sebagai coretan-coretan pengisi naskah Pidato tahunan saat memperingati hari lahir Pancasila, hanya dijadikan spanduk, meme dan iklan.

Begitulah orang munafiq memperlakukan Pancasila, begitu juga mereka memperlakukan agamanya dalam kesehariannya.Apakah anda termasuk yang telah mengalami “mati rasa” ?

Semoga Allah swt mengampuni segala dosa dan kesalahan kita semua, memberikan ketenangan atas jiwa kita, membersihkan dan mensucikan hati kita, menjauhkan kita dari kemunafikan diselamatkan dari penyakit hati.

Selamat menjalankan Pancasila dalam kehidupan bernegara dengan tulus, ikhlas demi kemajuan bangsa dan negara, semoga Allah memberkati kita semua. Hanya kepada Allah saja orang beriman bertawakkal.

Oleh : Hasanuddin
Ketua Umum PB HMI 2003-2005

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -

Berita Terkini