Kemungkinan Culture Shock Masyarakat Penajam Paser Utara di Ibu Kota Negara Baru

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Awal tahun ini menjadi bulan-bulan yang sibuk bagi masyarakat Indonesia. Setelah melewati mas-masa berat ketika pandemi menyerang. Kesibukan itu tentunya juga dialami oleh penyelanggara negara kita. Pemerintah dan DPR misalnya. Pekerjaan yang banyak sepertinya membuat mereka harus bekerja sangat cepat dalam membuat dan mengesahkan UU IKN. Total waktu yang digunakan cuma 43 hari sejak pembahasan dimulai.

Jika diperhatikan sejak akhir tahun 2019 DPR dan Pemerintah memang memberi kita ingatan kolektif tentang pengerjaan UU yang begitu cepat. Misalnya, UU Cipta Kerja (Ciptaker) setelah berubah nama dari Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), serta mendapat reaksi demonstrasi besar-besaran pada akhirnya selesai dengan waktu kurang lebih tujuh bulan.

UU Mahkamah Konstitusi (MK), dibahas hanya dalam waktu enam hari. UU Bea Materai membutuhkan waktu sebelas hari. Saya menjadi tidak begitu heran dengan selesainya pengerjaan UU IKN yang cepat itu, lha emang depe er bekerjanya cepet.

Landasan hukum IKN yang berisi 11 bab dan 44 pasal itu akhirnya rampung dan sah, diiringi dengan kepakan sayap kebhinekaan ketukan palu yang mulia ketua DPR RI Puan Maharani. Dengan begitu, maka segala urusan mengenai pemindahan Ibu Kota Negara ke kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur mendapat payung hukum dan tinggal menunggu waktu untuk dimulainya pembangunan.

UU IKN yang kesannya dikebut itu mendatangkan beragam tanggapan masyarakat, bahkan penolakan. Media Kompas.com pada tanggal 8 maret 2022 memberitakan dengan judul “UU IKN, Ambisi Jokowi yang Digugat Para Tokoh ke MK”. Senada dengan hal tersebut isi rilisan pers Walhi 1 April 2022 berjudul “UU IKN Ingkari Konstitusi: Rakyat Minta Pembatalan Lewat Judicial Review” saya mengutip pembuka beritanya “Hari ini, Rakyat Indonesia mendaftarkan gugatan Judicial Review atas Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi.

Seperti halnya UU Cipta Kerja dan UU Minerba, proses pembentukan UU IKN ini bertentangan dengan UUD 1945 dan melabrak semua asas formil pembentukan perundang-undangan, partisipasi publik dan kedayagunaan-kehasilgunaan. Regulasi hukum di rezim pemerintahan Joko Widodo dan DPR RI telah dibajak segelintir oligarki untuk mengamankan kepentingan bisnis mereka dan lagi-lagi rakyat diabaikan.”

Selain harapan kemajuan dari pembangunan IKN, tentunya ada hal lain yang berpotensi menjadi masalah yang akan dialami oleh masyarakat Indonesia secara umum dan warga yang bermukim di daerah lokasi pembangunan IKN tersebut secara khusus.

Selain dampak sosial, politik dan ekonomi secara langsung. Masyarakat Penajam juga sangat mungkin akan mengalami Culture Shock atau Gegar Kebudayaan dengan hadirnya IKN di lingkungan tempat berlangsungnya hidup mereka selama ini.

Culture Shock

Dalam bahasa Indonesia Culture Shock dikenal dengan Gegar Kebudayaan. Merupakan penggambaran atas kegelisahan seseorang maupun kelompok masyarakat oleh perasaan terkejut dan merasa keliru terhadap diri mereka. Hal itu akan dirasakan ketika seseorang tinggal dalam kebudayaan yang berlainan sama sekali. Dalam hal ini, masyarakat Penajam Paser Utara tidak sedang datang ke wilayah baru yang memiliki kebudayaan berbeda, melainkan kebudayaan yang berbeda itulah yang mendatangi mereka.

Asimilasi budaya tentunya akan terjadi. Pada konteks masyarakat Penajam Paser Utara, kebudayaan yang baru bukanlah datangnya kebiasaan tradisional baru ke wilayah mereka. Melainkan gaya hidup yang sama sekali baru. Mulai dari pekerjaan, situasi sosial poitik dan ekonomi.

Dengan pindahnya IKN akan membuat wilayah Penajam Paser Utara yang berpenduduk 160,9 ribu jiwa, menjadi daerah tujuan perantauan dari segala penjuru Indonesia. Sudah tentu akan mengarah ke wilayah metropolitan seperti DKI Jakarta. Jika hal itu tidak dijemput baik dengan menguatkan daya tahan masyarakat setempat, akan mengakibatkan gejala sosial baru. Dari ekologi, ekonomi, sosial dan budaya yang jadi sebab ketimpangan dan membuat terpinggirnya masyarakat lokal oleh pendatang.

Urbanisasi yang akan berlangsung besar dan cepat tentu akan mendatangkan gejala sosial tersendiri bagi masyarakat setempat. Apalagi perpindahan masyarakat bukan menurut kelas ekonomi dan pendidikan secara khusus, namun masyarakat dari segala tingkat ekonomi dan pendidikan akan datang ke IKN itu.

Kembali kepada teori Culture Shock yang diperkenalkan oleh Kalvero Oberg. Saya mencoba menyusun kemungkinan yang terjadi pada masyarakat setempat dengan memakai pendekatan fase-fase Culture Shock;

Fase Bulan Madu

Kemungkinan Culture Shock Masyarakat Penajam Paser Utara di Ibu Kota Negara Baru
Andhiyani Muhadi (Foto: Dok Istimewa)

Pada fase ini, perbedaan antara budaya baru dan lama dilihat sebagai sudut pandang romantik, menarik, dan baru. Pada konteks IKN bolehjadi membuat sebagian dari masyarakat lokal, apalagi ketika informasi dan harapan mengenai IKN hanya diperoleh dari informasi yang tidak utuh sebagai harapan akan kemajuan hidup mereka. Tanpa melihat kemungkinan lain yang tidak dipersiapkan dengan matang seperti menghadapi perebutan ruang hidup dan penguasaan lahan oleh pendatang baru atau mungkin oleh negara.

Fase Pembelajaran

Fase selanjutnya adalah fase pembelajaran atau fase negosiasi. Pada fase ini menngambarkan tentang selesainya rasa puas akan budaya baru tersebut dan membuat seseorang merindukan budaya dan kebiasaan yang lama. Hal ini akan terjadi pula pada masyarakat Penajam Paser Utara, ketika masyarakat tidak menyiapkan diri dengan baik, mulai dari mengamankan tanah mereka, pendidikan anak dan kualifikasi potensi individual tentu akan membuat mereka kalah saing oleh pendatang baru yang akan meminggirkan mereka di atas tanah warisan leluhur. Jika hal itu terjadi, maka akan membuat mereka kembali merindukan ketentraman hidup sebelumnya.

Fase Semuanya Baik

Kemudian tiba pada fase semuanya baik, fase ini menjelaskan keadaan ketika seseorang mulai merasa terbiasa dengan budaya baru, sehingga tidak memiliki lagi kesan yang positif maupun negatif terhadap budaya baru. Hal itu disebabkan oleh rasa menyatu dengan situasi sehingga tidak melihatnya lagi sebagai sesuatu hal yang berbeda. Hal ini pula sangat mungkin terjadi pada konteks masyarakat Penajam Paser Utara di Ibu Kota Negara yang baru.

Ketika tidak menyiapkan diri dengan matang dalam menyambut hadirnya pesaing baru terhadap akses ekonomi, sosial dan politik mereka. Tentu itu akan melahirkan kesenjangan sosial, dan jika itu sudah terlanjur terjadi, pada fase semuanya baik, masyarakat akan merasa seperti terbiasa dan baik-baik saja sebagai subjek pasif pada perputaran ekonomi yang berlangsung di wilayah tempat tinggalnya.

Undang-undang Ibu Kota Negara baru yang dibuat seperti mengerjakan tugas sekolah itu; ”barangkali seperti itu pikiran anggota DPR kita kala mengerjakan UU IKN yang cuma butuh waktu kebut 43 hari”. Undang-undang tersebut melahirkan polemik dan sementara digugat di Mahkamah Konstitusi oleh para tokoh dan perwakilan masyarakat. Jika gugatan berhasil menang, semoga aturan penggantinya dibuat dengan perencanaan matang dan tidak melanggar asas formil pembuatan perundang-undangan serta mampu mengakomodir semua elemen di Ibu Kota Negara baru.

Dan yang paling penting ialah memastikan hak-hak masyarakat lokal serta nilai-nilai luhur kebudayaannya terjamin untuk tidak tergerus rakusnya pembangunan kota metropolitan. Masyarakat Penajam Paser Utara sudah tentu akan mengalami culture shock, persaingan akses ekonomi, sosial politik dengan pendatang baru, namun semoga semangat penyelenggara negara dengan adanya IKN ini berjalan beriringan dengan pemberdayaan warga negara terkhususnya masyarakat lokal Penajam Paser Utara.

Oleh : Andhiyani Muhadi (Sekretaris MMI)

- Advertisement -

Berita Terkini