Top! Label Halal MUI Tak Berlaku, Negara Menang Atas Ormas

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Hurrahh! Murah! Itu teriakan para pengusaha. Yang kini ingin produknya; makanan doang lho, yang akan dilabeli halal. Keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak memberlakukan label halal MUI adalah kemenangan Negara atas Ormas. Top. MUI kehilangan sumber duit; dan alat bargaining paling kuat terhadap pengusaha, dan pemerintah. Salut Gus Yaqut!

Kulkas, lemari, jilbab, telur, AC, cangkul tidak lagi perlu sertifikasi halal dari MUI. Karena Negara telah mengambil hak dari ormas MUI. Hanya di Indonesia ormas atau LSM memiliki hak sejajar dengan negara. Apa sebenarnya terjadi?

Hanya di zaman Jokowi, pelurusan jalan sesat dilakukan. Petral dibubarkan, meski pakai baju baru pemain baru. Freeport saham mayoritas dikuasai oleh Indonesia. HTI dan FPI yang dibesarkan oleh SBY dibubarkan Jokowi. Kini label halal MUI tidak berlaku.

Tantangan terhadap Jokowi begitu besar. Karena Jokowi dikeroyok kepentingan 4C. Cikeas, Cendana, Chaplin, Conglomerat Kelam. Yang 3 C pertama bersatu dengan kaum radikal; para kadrun. Sementara C terakhir terkait kepentingan ekonomi. Duit.

Tak mengherankan setiap saat Jokowi diancam untuk turun. Mundur. Kelompok radikal terus bersuara sumbang. MUI sebagai lembaga keagamaan menjadi sarang teroris; Ahmad Zain An Najah, di Bengkulu juga dibekuk dua teroris, lagi-lagi pengurus MUI. Bahtiar Nasir juga dulu mengumpulkan dana untuk teroris ISIS Syria.

Farid Okbah, Ahmad Zain An Najah MUI Pusat, dan Anung Al Hamad serta dua pengurus MUI Kota Bengkulu satu garis: Komisi Fatwa. Makanya, narasi Wahabi berkembang di Bengkulu, melarang patung Ibunegara Fatmawati segala. Publik paham kriminalisasi Ahok juga berawal dari Fatwa MUI, teroris Zain An Najah.

MUI jadi carut marut. Para kiai, ulama yang bercokol makin hancur reputasinya. Selain para pengurus MUI adalah teroris; satu lagi adalah mereka menjadikan MUI sebagai organ mirip Partai Politik. Mulut nyinyir Anwar Abbas, sangat berbeda dengan kesantunan KH Miftachul Akhyar, alumni santri Pesantren Tambak Beras, Jombang. Tentu Kiai Miftach lebih memilih mengurus NU.

Top. Dan, exit Pak Kiai dari MUI sangat pas, untuk tidak ikut dalam kisruh penguasaan sertifikasi label halal yang diambil oleh Negara. Kiai Miftachul Akhyar lebih pas tidak bersama dengan Anwar Abbas, santri tidak menginginkan beliau di lembaga MUI.

Selepas Kiai Akhyar keluar dari MUI, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas langsung menetapkan Label Halal MUI tidak berlaku. Keputusan ini bukan barang mudah. Tekanan terhadap Gus Yaqut begitu hebat. Namun, Komandante Banser NU ini adalah pemberani.

Label Halal MUI tidak laku. Artinya MUI tidak akan dapat uang triliunan rupiah dari bisnis sertifikasi halal. Negara akan mengatur labelisasi halal dan tidak perlu duit besar: digratiskan kalau perlu.

Yang menarik langkah Gus Yaqut, dan Ketum PB NU Yahya Cholil Staquf. Dia menarik Kiai Miftachul Akhyar dari MUI. MUI tidak lagi memiliki tokoh yang bisa dimanfaatkan oleh MUI kalau perlu perang dengan Menteri Agama. Soal mengambil keputusan mencabut hak MUI soal sertifikasi halal.

MUI harus dipimpin oleh bukan politikus: KH Said Aqil Siradj. Kalau MUI isinya seperti Fikri yang terindikasi orang HTI, repot. MUI harus dikembalikan untuk kepentingan umat; bukan pijakan politikus berbulu domba; menjadikan MUI sebagai bargaining politik. NU dan Muhammadiyah telah lebih dari cukup menjadi lembaga yang membimbing umat.

Oleh: Ninoy Karundeng

- Advertisement -

Berita Terkini