Mengasah Kemampuan di Era Disrupsi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Era disrupsi dimulai pada tahun 2020, tidak sedikit masyarakat dunia yang menyatakannya. Di era disrupsi, perubahan dunia sangat susah ditebak. Di era ini, inovasi dan perubahan terjadi secara besar-besaran, dan juga secara fundamen mengubah semua sistem dan tatanan lama ke arah cara-cara baru. Perubahan yang selama ini dapat diperhitungkan dengan pasti karena berjalan secara bertahap dan pelan (evolusi).

Tapi di era disrupsi ini, menurut Eileen Rachman dan Emilia Jakob; ambigiutas, ketidakjelasan dan perubahanlah yang pasti. Menggambar dunia dan memandang masa depan tidak lagi sesempit dahulu, sebab di masa ini kita dapat memandang secara luas dengan bantuan kecanggihan teknologi.

Terkait diskursus disrupsi atau teori disrupsi (disruption theory) pertama kali diperkenalkan oleh Clayton M. Christensen dalam bukunya; The Innovators Dilemma, yang terbit pada tahun 1997. Di masa yang sama, dua tahun setelah Christensen, tepat pada tahun 1999, Francis Fukuyama menulis juga tentang disruption dalam judul buku; The Great Disruption. Walau sama-sama membahas soal disrupsi, kedua ahli dari Amerika Serikat tersbebut memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat era disrupsi ini.

Christensen memandang bahwa fenomena disrupsi adalah sebuah peluang yang harus diambil oleh masyarakat dunia, terkhusus dalam bidang industri perusahaan. Sedangkan Fukuyama memandang bahwa fenomena disrupsi ini adalah guncangan perubahan yang membahayakan dan merugikan manusia. Pandangan Christensen lebih populer dibanding Fukuyama, dan pemikirannya menjadi sangat kontekstual karena menyangkut perkembangan teknologi yang semakin canggih.

Sehingga disrupsi yang dipakai oleh khalayak banyak adalah disrupsi christensen yang memandang bahwa sebuah inovasi yang memberikan keuntungan. Dalam hal pembicaraan ini, kita pun mengikuti pandangan Christensen yang secara nyatanya telah kita alami saat ini, baik secara individu maupun dalam berhubungan sosial.

Wiliams Roja menjelaskan, dengan internet, hanya dari tempat tinggal atau kantor, orang dapat membeli makanan yang tempat asalnya ada di pulai lain. Semuanya tentang memanfaatkan perubahan dan kemajuan yang ada. Mereka yang konservatif, menolak era disrupsi ini bersiap-siap untuk hancur, terkecuali menerima perubahan yang baru dan menyesuaikannya.

Inilah inovasi disruptif (Disrution innovation) yang dimaksudkan oleh Christensen. Disruption innovation akan selalu diawali dengan obervasi, riset, dan ide. Hasilnya akan terungkap dalam perkembangan yang baru dengan inovasi yang baru dengan memanfaatkan teknologi informasi dan aplikasi yang sudah tersedia.

Mengasah Kemampuan

Pada era ini, pergerakan perubahan berbagai sektor kehidupan masyarakat dunia begitu dinamis. Sehingga persaingan segala aspek kehidupan, terkhusus dalam bidang ekonomi berbasis digital begitu kencang. Lebih lanjut Eileen dan Emilia berpendapat bahwa, persaingan tersebut bukan ditentukan oleh modal ataupun teknologi, melainkan Sumber Daya Manusia (SDM). Managing Director Executive Education Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Donal Crestofel Lantu, menuturkan bahwa modal dan teknologi dapat ditiru, sehingga harus ada SDM yang berkualitas. Jadi, untuk menjadi SDM yang mumpuni harus banyak belajar karena dunia begitu dinamis, inovasi begitu cepat berkembang di era disrupsi ini.

Nah, setidaknya ada empat kemampuan yang harus dimiliki dan diasah oleh setiap SDM di era disrupsi saat ini. Kemampuan ini nantinya akan membuat SDM mampu bertahan di era disrupsi. Pertama, adanya kemampuan konseptual. Kemampuan ini berkaitan dengan bagaimana kita (SDM) dapat menyusun sebuah perencanaan yang matang terkait apa yang hendak dikerjakan, menghadapi atau menangani sebuah masalah yang terjadi, dan menentukan langkah strategis. Kemampuan konseptual ini menuntut kita membuat sebuah keputusan strategis dan menciptakan sebuah solusi alternatif atas perubahan-perubahan yang berjalan cepat. Kemampuan ini dapat dilatih dengan mengenali dan menerapkan metode-metode yang sesuai.

Kedua, kemampuan bisnis atau enterpreneurship. Kemampua ini (enterpreneurship), menurut menurut Kasmir (2013), merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dari bisnis atau usaha yang ada sebelumnya. Kemampuan ini dibutuhkan berdasarkan inovasi-inovasi baru yang terus berubah secepat dalam hitungan bulan, bahkan dalam hitungan hari. Perubahan-perubahan yang tidak menentu dan susah untuk ditebak dalam masyarakat dunia perlu untuk dipahami secara tepat. Kemampuan ini dapat dilatih dengan mengikuti pelatihan-pelatihan kewirausahaan dan mempraktekkannya dengan memperhatikan resiko yang ringan.

Ketiga, kemampuan organisasional. Di era disrupsi kemampuan berorganisasi sangat dibutuhkan. Kemampuan ini, SDM akan memperlihatkan kemampuan dalam merencanakan dan menjalankan perencanaan apa yang telah disusun dalam sebuah bisnis perusahaan dan atau aktivitas kehidupan yang lainnya. Dalam kemampuan ini menumbuhkan keahlian berorganisasi, yaitu execution focus, organizational awareness, concern for order, dan kemampuan adaptability. Secara praktek pembelajarannya, kemampuan ini dapat diasah dari sekarang dengan memasuki sebuah organisasi.

Terakhir, keempat, kemampuan kepemimpinan (leadership). Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam segala aspek pekerjaan atau pun aktivitas manusia. Kemampuan leadership ini dibutuhkan untuk mencapai sesuatu atau pun target serta mampu menciptakan sebuah kondisi yang stabil. Dengan kemampuan memimpin, kita dapat menjaga hubungan kerja yang baik, dapat mempengaruhi lingkungan sekitar, memiliki kemampuan mengatur potensi-potensi SDM yang ada atau dapat dapat memperdayakan kemampuan-kemampuan yang ada, dan memiliki spft skill. Kemampuan ini dapat dilatih atau di asah di dalam sebuah organisasi atau sebuah kelompok yang dibentuk. Diasah tidak hanya dengan teori, akan tetapi dengan praktik.

Penutup

Fenomena era disrupsi ini bukan hanya mempengaruhi bidang perusahaan bisnis saja, segala aspek kehidupan saat ini telah terpengaruh. Inovasi-inovasi yang cepat berbasis teknologi membuat berkembang cepat dan masuk ke segala sektor. Memandang dan menyikapi perubahan tidak lagi bisa dengan cara tradisinional, akan tetapi mengikuti perkembangan dan aplikasi yang ada. Ini dapat menjadi sebuah guncangan yang berbahaya bagi kehidupan masyarakat dunia, sebagaimana yang dimaksud Francis Fukuyama, jika SDM tidak dapat meningkatkan potensi dan kualitas yang lebih inovatif dan kreatif.

Bagi yang tidak mampu mengikuti perkembangan era disrupsi ini maka ia akan tenggelam. Sudah tidak zamannya lagi menolak fenomena ini. Dari dunia perusahaan, banyak yang telah redup, bahkan sekarat karena tidak bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini. Penyebab utamanya itu adalah karena SDM-nya tidak mengasah diri, soft skill dan hard skill dalam bekerja ataupun beraktivitas.

Sebagai catatan, kita perlu melek teknologi. Jika kita tidak melek teknologi maka kita akan tertinggal. Akan tetapi, melek teknologi harus juga memiliki kemampuan literasi digital, sebab dalam informasi dan aplikasi yang kita dapatkan perlu untuk difilter dan dipahami. Tidak semuanya dalam dunia digital membawa perubahan yang positif. Maka di sini kita dituntut untuk bersikap selektif dan kritis. []

Oleh: Abdul Rahman (Ketua Umum Terpilih Badko HMI Sumut Periode 2021-2023).

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -

Berita Terkini