Agung Wibawanto: Setidaknya Ada 4 Golongan yang Kebelet Nyapres dari Setahun Lalu

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Setidaknya ada 4 golongan berikut aktor yang mewakili basis golongannya masing-masing mulai ancang-ancang tampil untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia. Setidaknya dari niat dan ambisinya sudah terlihat, tidak perlu ditutup-tutupi atau pun tidak usah malu-malu.

“Jika masih ada yang berpura-pura tidak ingin menjadi presiden, ya artinya munafik,” demikian pendapat Agung Wibawanto, seorang pengamat politik dari Yogyakarta, Selasa (12/10/2021).

“Tidak mudah melangkah menuju RI-1. Selain harus memiliki logistik yang cukup, juga tentu saja dukungan riil massa pendukung, bukan hanya di atas kertas ataupun suara di media sosial. Masyarakat pemilih kita juga kan masih banyak yang berada di pada golongan masyarakat pemilih tradisional, dibanding yang pemilih rasional. Itu akan menjadi kantong suara yang diperebutkan,” tambah Agung.

Dalam artian, memilih karena atau berdasarkan ikatan-ikatan tertentu, bukan semata dilihat dari kualitas dan apa yang sudah dilakukan seorang figur. “Keempat golongan yang saya sebut di atas tadi adalah: militer, parpol, agama (Islam) dan akademisi atau civil society (masyarakat sipil). Tentu masih ada kelompok atau golongan massa pendukung lainnya, namun keempat ini yang sekarang mulai kebelet,” tutur Agung kepada media melalui sambungan telpon.

Menurutnya, pertarungan 2024 masih lama, tapi mengapa sudah mulai heboh bicara kekuasaan? Anehnya, para figur itu tidak jujur mengatakan berambisi menjadi presiden. “Seperti saya bilang, tidak perlu ditutupi lagi, mereka memang berambisi menjadi presiden. Jadi, apa yang mereka lakukan sekarang adalah untuk menjadi presiden. Di sini kita akan melihat seperti apa strategi yang diterapkan,” jelasnya.

Bagi Agung, secara gambaran umum, terlihat adanya pola konsep yang sama, yakni merebut kekuasaan bukan melalui jalur kontestasi. Artinya, tidak perlu mengikuti proses pilpres 2024, tapi jika mungkin rebut kekuasaan sekarang. Itu visinya, menurut Agung. Dan misinya, atau cara mencapai visi itu adalah melalui pendelegitimasian akan posisi Jokowi sebagai Presiden RI yang sah saat ini.

“Apa saja agendanya? Mulai dari penyebaran berita bohong, membuat hasutan, hingga merancang aksi yang berujung chaos. Semua itu ditujukan untuk menggoyang Jokowi yang dianggap sudah tidak kredibel lagi dan segera lengser mengindahkan diri ataupun di-inpeachment. Akan lebih mudah dan berpeluang besar melalui cara seperti itu untuk menjadi penguasa ketimbang ikut pilpres yang belum tentu menang,” ucapnya.

Namun begitu, Agung memandang bahwa cara dan gerakan yang dilakukan untuk mendongkel Jokowi dari kursi kepresidenan, dipandang tidak semata hasrat ingin jadi presiden, melainkan ada semacam sentimen (kisah lama) yang tidak baik terhadap Jokowi. Selain itu tentu ada hidden agenda yang belum terlihat (bisa saja terkait dengan kepentingan politik negara asing, merombak total pondasi kenegaraan Indonesia, dll).

Siapa saja figur yang dimaksud, Agung menjelaskan keempat tokoh yang mewakili golongan massa pendukungnya itu adalah: 1. Gatot Nurmantyo (basisnya militer, para purnawiran dan keluarga TNI/polri, sebagian massa Islam); 2. SBY (basis massa parpol dan sisa-sisa para loyalitasnya, birokrasi dan kepala daerah, sangat mungkin dipromokan untuk anaknya, AHY); 3. Din Syamsudin (basis ormas Islam), dan; 4. Rizal Ramli (basis intelektual dan cicil society).

Apakah dengan strategi merebut kekuasaan maka bisa dipastikan kursi presiden? Agung menjawab belum tentu juga. Namun menurutnya, hal itu mudah dibicarakan, atau bisa juga mereka membuat semacam oligarki kekuasaan berbentuk semacam Presidium. Indikasi ke arah situ menurut Agung bisa dilihat berapa kali kaum oposan melakukan perlawanan dan mencoba menggoyang Jokowi agar lengser.

“Saat aksi 414 dan 212 pun, Gatot yang kala itu menjabat Panglima TNI sudah tampak terlibat melakukan manuver mendorong aksi Bela Agama hingga berujung rusuh. Bila istana colaps, maka Panglima TNI yang akan tampil sebagai penjaga keamanan dan menjadi penyelamat negara yang didukung massa Islam radikal. Aksi sejenis pada faktanya gagal menghasilkan apapun,” ungkapnya.

Gatot, Din dan Rizal kini tergabung dalam sebuah organ gerakan bernama KAMI. Ini sebuah kendaraan politik yang menurut Agung, sejatinya menunjukkan mereka tidak terlalu nyaman koalisi dengan partai politik. Mereka memilih jalan ekstra parlementer. Tentu ini disyukuri SBY karena parpol merupakan wilayah basisnya yang bisa diolah. SBY lihai dalam mengkonsolidasi, mengorganisir dan menggerakkan massa berbasis partai.

Ontran-ontran politik seperti ini diduga sulit akan berhenti dan konstelasi politik akan terus berlangsung hingga 2024. Mengingat masih banyak pula aktor-aktor lain dengan basis massa nya masing-masing yang juga punya tujuan politik, yakni kekuasaan.

“Apa yang ingin saya katakan adalah, jika memang berani, sudah blak-blakan saja, berpolitik dengan jujur, berani berbuat berani tanggungjawab dan konstitusional. Jika sampai terlibat dalam urusan hukum, ya hadapi proses hukum itu,” tutup Agung. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini