Hakim Suparman Nyompa Takut, Kapolri Listyo Sigit Prabowo Tegas Tindak Teroris FPI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Gempita ketakutannya hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur yang takluk pada tekanan Muhammad Rizieq Shihab (FPI) tidak mengendorkan tekad Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Hakim PN Negeri Jakarta Timur, Suparman Nyompa, sangat lemah.

“Masyarakat harus diamankan, tangkap mereka, lakukan tindakan tegas jika mereka melawan,” kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021).

Ternyata ada benang merah antara pemboman Makassar dengan sikap takut Suparman Nyompa, dan 4 teroris FPI yang ditangkap di Condet dan di Bekasi. Dalam persidangan Nyompa selalu menyebut MRS dengan panggilan habib, padahal nama terdakwa adalah MRS.

Bahkan Nyompa menuruti tekanan MRS untuk membatalkan sidang online, menjadi offline adalah sikap inkonsisten. Dua anggota majelis hakim lainnya hakim tanpa catatan dari PN Demak dan PN Magelang bisa jadi demam panggung.

Yang perlu diawasi ketat adalah Suparman Nyompa. Dia pada 2012 mendirikan Pesantren Al Hadi Al Islami di Desa Sogi, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Pesantren ini gratis tidak memungut biaya. Asal sumber keuangan harus dipantau oleh PPATK. Jangan dibiarkan MRS dibebaskan oleh Nyompa, karen dia telah terbukti menuruti permintaan sidang dengan dihadiri oleh publik langsung.

Sebaliknya, terkait pemboman di Makassar, justru Listyo Sigit tetap tegas. Listyo tetap pada komitmen pemberantasan terorisme, radikalisme, intoleransi yang menjadi kunci keamanan dan ketertiban masyakat.

Bukan hanya karena para hakim yang sudah tua sehingga lebih memikirkan akhirat, namun bisa jadi lemahnya mereka karena tekanan psikologis yang sangat kuat: teroris FPI menekan ke lingkaran keluarga.

Aksi terorisme menjadi bagian dari FPI baik melalui media sosial maupun secara fisik yakni melakukan pemboman seperti di Makassar, yang mereka sudah dibaiat di dengan dihadiri oleh Munarman. Makassar kini menjadi salah satu home base ground para teroris terkoneksi dengan Poso dan Jolo Filipina, dengan anggota teroris ISIS dan teroris FPI yang saling beririsan.

Publik masih ingat. Buronan teroris Zakir Naik pernah melakukan pembaiatan dan ceramah provokasi yang dihadiri oleh puluhan ribu orang di Makassar. Kini Makassar tengah menuai badai intoleansi, radikalisme, dan terorisme. Terlebih lagi dengan tersingkirnya Jusuf Kalla dalam pergulatan politik. JK pernah mengundang Zakir Naik di Istana Wapres, konsentrasi di bisnis keluarganya runyam.

Adanya Polisi Siber sangat didukung oleh masyarakat. Presiden Jokowi dan Mahfud MD pun mengapresiasi langkah cerdas inovasi Polri tersebut. Namun, selepas organisasi teroris FPI dibubarkan, rasa aman terbangun dalam masyarakat, justru kelompok radikal memanfaatkan momen politik apapun untuk menyerang pemerintah, termasuk upaya teror seperti Bom Makassar.

Gelagat lemahnya hakim PN Jakarta Timur yang menyidangkan kasus MRS ini tidak menjadi halangan bagi Polri untuk bertindak tegas terhadap organisasi teroris FPI. Amien Rais pun mencari panggung terkait tewasnya 6 laskar teroris FPI. Munarman membuat gerakan dan kampanye media sosial bersama Opposite.

Aksi propaganda mereka tidak melemahkan upaya Kapolri untuk menghantam radikalisme, intoleransi, dan terorisme. Kapolri tidak akan tunduk pada tekanan narasi sesat Amien Rais, Tempo, dan jaringan teroris di media sosial terkait tewasnya 6 teroris yang menyerang petugas di KM 50.

Hakim PN Jakarta Timur model Suparman Nyompa pantas ketakutan karena para pendukung FPI banyak yang terlibat terorisme, seperti yang ditangkap di Condet dan di Bekasi.

Publik mengapresiasi Kapolri yang bertindak tegas. Belakangan kelompok radikal ramai di media sosial menganggap Listyo Sigit Prabowo akan terkena beban psikologis ketika menangani terorisme berbaju agama, seperti FPI. Namun, senyatanya pesan Presiden Jokowi untuk Kapolri agar bertindak tegas benar-benar dijalankan.

Netizen dan publik harus bersuara dan mendukung ketegasan Kapolri, sebaliknya Hakim Suparman Nyompa menjadi perhatian netizen dan pemerhati hukum, terorisme, dan media karena sikap tidak konsisten dan menuruti tekanan pentolan organisasi terlibat terorisme FPI.

Penulis: Ninoy Karundeng

- Advertisement -

Berita Terkini