Ada Apa di Kementerian Koperasi dan UKM?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Inas N Zubir

Menteri Koperasi dan UMKM baru setahun mengenal kementerian-nya, sehingga banyak hal yang harus dicermat, dan pencermatan tersebut tidak boleh terlalu lama karena banyak sekali yang harus dibenahi di kementerian tersebut.

Ketika saya menjabat Wakil Ketua Komisi VI DPR-RI, periode 2017-2019, banyak sekali laporan yang saya terima, baik dari masyarakat maupun karyawan kementerian koperasi itu sendiri.

Oleh karena itu, tidaklah heran ketika saya menjadi ketua panja RUU Perkoperasian di komisi VI, mendapat terpaan angin kencang yang justru datangnya dari kementrian koperasi yang seharusnya memiliki kepentingan terhadap RUU Perkoperasian.

Pasalnya adalah usulan saya mengenai pembatasan penyertaaan dana dari pemodal dibatasi di RUU Perkoperasian, di pasal 56, ayat 4 sbb:

“Penyertaan modal yang berasal dari badan usaha, masyarakat, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah untuk Koperasi yang melaksanakan tunggal usaha paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari Ekuitas.”

Yang akan merubah total tatanan perkoperasian simpan pinjam di Indonesia yang selama ini dikuasai oleh pemodal alias rentenir! Justru tarkesan ditolak oleh kementrian Koperasi UKM

Sedangkan dalam UU existing, yakni No. 25/1992 tentang Perkoperasian, penyertaan dana dari pemodal tidak dibatasi. Akibatnya, praktek yang terjadi sekarang ini adalah koperasi simpan pinjam banyak dimiliki oleh pemodal/perorangan yang melayani bukan lagi anggota koperasi melainkan nasabah yang justru bertentangan dengan UU No. 25/1992.

Kondisi tersebut tercipta akibat dari turunan UU No. 25/1992, yakni PP No. 33/1998 yang jelas-jelas memberikan ruang untuk pemodal alias rentenir berkuasa di koperasi simpan pinjam karena tidak dibatasi-nya penyertaan dana pemodal, dimana kekuasaan tersebut tercermin dalam pasal 10, ayat 1, yakni pemodal dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan kegiatan usaha yang dibiayai modal penyertaan.

Disisi lain, dalam UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, klaster Koperasi, terbukti bahwa pembatasan penyertaan modal masyarakat maksimal 25% pun lenyap, bahkan memang sudah tidak ada lagi sejak RUU Cipta Kerja diusulkan Pemerintah kepada DPR, sehingga para rentenir pun bertepuk tangan bahagia.

Jadi perlu dipertanyakan, ada apa antara Kementerian Koperasi UKM dengan para pemodal? Oleh karena itu, diharapkan agar Presiden Jokowi memberikan perhatian kepada UU Cipta Kerja, kluster Koperasi, karena masih memungkinkan merevisi PP 33/1998 untuk membatasi penyertaan modal masyarakat agar rentenir tidak lagi terlibat dalam perkoperasian Indonesia.

- Advertisement -

Berita Terkini