Jangan Mau Kurban Perasaan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Hari Raya Idul Adha mengingatkan kita untuk meneladani kisah nabi Ibrahim As. Mungkin kalau mengenai Kurban, dan hukum-hukumnya ada yang lebih kompeten untuk memaparkannya. Saya bukanlah anak kiyai yang sejak kecil dicekoki dengan hafalan Alquran dan hadis. Saya juga bukanlah santri lulusan pondok pesantren ternama. Saya juga bukanlah ustadzah lulusan Kairo Mesir. Tak layak bagi saya memaparkan hukum-hukum Kurban.

Saya hanyalah hamba Alloh yang mungkin masih jauh dari kata “sholeha.”

Yang ingin saya bahas disini adalah tentang keikhlasan cinta. Ya, cinta hamba kepada Tuhan sang maha cinta.

“Sami’na wa atho’na”. Siti hajar ditinggalkan oleh nabi Ibrahim di padang pasir nan gersang bersama anaknya nabi Ismail yang saat itu masih bayi. Tak ada keluh kesah sedikitpun yang keluar dari bibirnya. Hanya bertanya “apakah kamu pergi karena perintah Alloh?” Kalau ini perintah Alloh, pergilah. Alloh tak akan kecewakan kami.” Begitu sikap Siti Hajar yang seharusnya diteladani oleh para istri di abad ini.

Karena yakin, suaminya bukanlah miliknya. Suaminya adalah milik Alloh, yang harus melaksanakan perintah Alloh. “Sami’na wa Atho’na.” Saya dengar dan saya patuh.

Apa yang didunia ini punya batas waktu. Akan binasa, dunia ini dibanding akhirat hanyalah seperti sayap nyamuk yang rapuh. Untuk itu tak layak kita mencintai dunia. Karena apa yang disisi Alloh pasti lebih baik.

Bayangkan saja, jika suami meninggalkan istri bersama anak yang masih bayi di padang tandus tak bertuan. Karena menuruti perintah Alloh, atas keinginan istri pertamanya Sarah yang cemburu melihat kelahiran Ismail. Kira-kira kalau wanita sekarang gimana kalau digituin? Dan ditinggalnya itu gak sebentar, malah sampai bertahun-tahun. Tanpa makanan, tanpa minuman.

Pasti udah ngamuk minta cerai dah. Udah jatuh talak, dengan alasan tidak memberi nafkah lahir batin, menelantarkan anak dan istri. Tapi tidak begitu dengan Siti Hajar. Cintanya tulus karena Alloh. Keyakinannya kuat bahwa Alloh tak mungkin mengecewakan hambanya. Jika apa yang terjadi adalah kehendak Alloh, pasti Alloh cukupi. Tak ada yang terlantar dalam pengawasan Alloh. Ia yakin suaminya pergi menjalankan perintah Alloh, dan ia berserah diri sepenuhnya pada penjagaan Alloh. Akhirnya ia termasuk hamba yang dekat dengan pertolongan ALLOH. Bagaimana saat nabi ismail kecil menangis kehausan, hingga keluar mata air yang saat ini bisa kita nikmati sebagai air zam-zam. Tak perlu saya paparkan disini.

Ketika nabi Ibrahim kembali, nabi Ismail kecil sudah berusia 13 tahun. Ia menyambut ayahnya dengan gembira dan penuh hormat. Coba deh, kalau ibu-ibu sekarang, punya suami yang lama gak pulang, gak kasi nafkah lahir batin, gak ada sanak saudara yang membantu. Begitu suami pulang, gimana sikapnya?

Paling-paling langsung di usir aja deh. Atau malah sudah nikah lagi dengan lelaki lain yang bisa nafkahi, karena sudah jatuh talak. 13 tahun loh ditinggal. Dan bagaimana dengan anak, yang sering terjadi si anak di didik untuk membenci ayahnya. Atau menganggap ayahnya sudah mati saja. Hehehe

Tapi, tidak begitu dengan Siti Hajar. Dia yakin bahwa ALLOH akan menjaga mereka. Dan Ismail di didik untuk tetap hormat dan sayang pada ayahnya. Hingga saat Nabi Ibrahim kembali ketengah mereka, Ismail menyambut dengan penuh hormat dan sukacita.
Inilah yang patut diteladani oleh para istri, bagaimanapun keadaan suami, jangan sesekali mengajarkan anak untuk membenci ayahnya.

Selanjutnya belum puas rasa rindu setelah berpisah selama bertahun-tahun ternyata Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk menyembelih anaknya “nabi ismail”. Tak perlu saya paparkan disini kisah lengkapnya hingga menjadi sejarah Kurban yang pertama kali, hingga sampai sekarang kita merayakan idul adha, yang di sebut juga idul kurban.

Nah, coba deh gimana perasaan ibu-ibu dengan yang dialami Siti Hajar. Sudah ditinggal bertahun-tahun dipadang tandus, tanpa nafkah, tanpa kabar berita, karena zaman dulu gada telepon ataupun video call ya. Mendidik anak seorang diri. Dan setelah anak itu besar, ayahnya pulang malah mau menyembelih anaknya. Pasti para istri sekarang bakal mencak-mencak, maki-maki, dan ngamuk sama suaminya.

“Aku yang mengandung dan melahirkannya, aku yang merawatnya hingga besar tanpa kasih sayang seorang ayah, dan sekarang kamu datang untuk menyembelihnya?” Gitu deh kira-kira yang bakal diucapkan ibu-ibu kalau mengalami seperti Siti Hajar.

Tapi, tidak begitu dengan Siti Hajar. Kalau memang itu perintah ALLOH, tak ada kata lain kecuali “sami’na wa Atho’na.” Kami dengar dan kami patuh.

Inilah bentuk cinta karena Alloh yang dicontohkan oleh yang mulia Siti Hajar. Tak mengeluh dan marah sedikitpun pada nabi Ibrahim, karena yakin pada kehendak Alloh.

Jadi, ibu-ibu kalau suami pamit untuk pergi, tanyakanlah apa keperluannya, kalau memang itu untuk kebaikan di jalan Alloh, relakan, dan cukuplah ALLOH sebagai penjaga. Buang fikiran-fikiran negatif yang membuat risau dan gelisah. Yakin, ada ALLOH koq. Mana mungkin suami bisa macem-macem kalau ALLOH yang menjaganya. Gak perlu banyak bicara, (ngomel) yang bikin suami malah gak betah dirumah. Percayakan pada ALLOH. Suami ciptaan Alloh, hamba ALLOH, gak punya kuasa apapun kecuali atas izin ALLOH.
Betul apa betul ?
Kenapa mesti khawatir berlebihan?
Khawatir berlebihan itu tanda kurang yakin pada kuasa Alloh. Na’uzubillah..

Saya ingatkan untuk tidak menjadi Kurban perasaan karena suami. Suami baru sebentar gak telpon, marah. suami telat pulang, marah. Suami begini marah, suami begitu marah. Marah-marah hanya membuat wajah anda tegang dan kehilangan serinya. Dan ingat, diluar sana banyak wanita cantik dan ramah yang siap menggodanya.
Jadi, ibu-ibu harus lebih cantik, ramah, penuh cinta dan mempesona.

Lobi ke ALLOH aja. Kalau kira-kira ada yang gak beres, jangan terus jadi beban fikiran dan Kurban perasaan. Adukan saja ke ALLOH, nanti akan diberi jawaban. ALLOH maha tau apa yang dilakukan suami selama tak berada di samping istri.

Kalau semua sudah diserahkan ke ALLOH, mudah-mudahan hati menjadi tenang.
“Sami’na wa Atho’na” kami dengar dan kami patuh. Tak ada yang dirugikan karena mematuhi Alloh.

Sebenarnya saya sendiri udah gak sabar ingin mencintai suami karena Alloh. Tapi suaminya belum ada. Jangan tanya kenapa saya belum nikah. Beruntung lah ibu-ibu yang sudah punya suami, jadikan ia ladang amal. Begitu banyaknya jalan kebaikan dan ibadah yang di dapat dengan menjadi istri. Jangan malah jadi Kurban perasaan kerena suami.
Rugi tau. Hmhmmm..

Mari belajar mencintai dari Siti Hajar, mencintai seperti Khadijah kepada Rosulullah. Agar saqinah, mawaddah warohhmah dapat diraih. Jadilah istri yang bahagia dengan ketaatan. Jangan mau Kurban perasaan karena kurang keyakinan kepada Tuhan. Kalau ada rintangan, cukuplah ALLOH sebagai sumber kekuatan. Insya Allah berkah didapatkan.
Aamiiiin. Maulida Hanim

Penulis adalah praktisi vibrasi cinta, rutin menulis tentang info seputar tips percintaan dan asmara.

- Advertisement -

Berita Terkini