Tantangan PCNU Cianjur ke Depan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh:
Rudi Ahmad Suryadi (Akademisi NU)

Pemilihan Ketua Tanfidziyah dan Rois Syuriah sudah terlaksana dalam Konfercab tahun 2022. Bertempat di Pondok Pesantren Al-Ittihad Karangtengah Cianjur. Konferensi ini melibatkan seluruh ketua MWC se-Kabupaten Cianjur untuk Pemilihan Ketua Tanfidziyah dan Ahwa untuk Rois Syuriah.
Ketika terpilih Ketua dan Rais bukan berhenti berproses. Posisi pengurus yang masih ada termasuk pada Demisioner. Sehingga penting adanya formatur untuk mengatur dan memetakan pengurus baru. Pemilihan dan pengaturan pengurus baru bukan hanya menempati posisi pada porsi pengurus. Lebih dari itu, pengurus baru dapat menggulirkan program yang cukup baik baik secara substansif maupun organisasi.

Peluang dan tantangan ke depan mesti diperhatikan. Sebab, NU terus melakukan perubahan signifikan sebagai ormas Islam terbesar dalam memajukan umat, khususnya warga Nahdliyyin. Tak hanya itu, NU sebagai ormas terbesar di Indonesia, tidak bisa berdiam diri untuk memberikan kemaslahatan bersama pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tantangan ke depan mesti diperhatikan. Sebab, ia menjadi pendorong dalam melakukan perubahan sosial keagamaan di masyarakat. Namun, tak hanya itu, tantangan ekonomi mesti dijadikan entry poin dalam proses kesejahteraan masyarakat. Tantangan apa sebenarnya yang mesti diperhatikan?

Pertama, tantangan penataan organisasi. NU memiliki pengurus, lembaga dan badan otonom. Semuanya sudah diatur dalam mekanisme organisasi. Namun, penempatan orang dalam setiap organ kelembagaan mesti memperhatikan kapabilitas, kompetensi, dan komitmen dalam berorganisasi. Tiga hal ini menjadi pendorong penting dalam menjalankan roda organisasi yang dinamis dan progres. Setiap organisasi hendaknya memiliki visi, misi dan tujuan yang ditetapkan selama jangka waktu tertentu. Kreativitas setiap lembaga perlu ditingkatkan terutama dalam keterukuran program dan bidang garapan yang menyentuh kebutuhan organisasi dan masyarakat.

Penataan dan kreativitas dalam program dapat melihat pada kecenderungan perkembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan tradisi ke-NU-an yang melekat.

Kedua, pemahaman keagamaan yang moderat. Aspek ini masih layak untuk diperhatikan. NU menjadi garda terdepan dalam mengimplementasikan tawassuth, i’tidal, dan tawazun. Sudah sejak lama, item pemikiran ini melekat di tubuh NU. Hari ini, item pemikiran ini bisa disandingkan dengan program priotitas pembanguanan manusia sesuai RPJMN 2020-2024, yaitu

Moderasi Beragama. Konsepsi moderasi beragama sangat berkaitan erat dengan tiga item pemikiran tersebut. Pengurus NU harus dapat menggiring warganya untuk memiliki cara pandang, sikap, dan praktik keagamaan perspektif moderasi beragama. Bukan, malah terlibat atau membagi informasi yang tidak sesuai dengan prinsip moderasi beragama. Tak hanya itu, setiap pengurus, lembaga, dan banom, dapat digiring untuk memahami dan mengimplementasikan moderasi beragama dalam hubungan kemanusiaan. Tidak hanya antara ormas, melainkan melebar pada sisi kemanusiaan dalam ragam keyakinan dan keagamaan. Kerjasama implementasi moderasi beragama dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Sebab, moderasi beragama menjadi amanat RPJMN 2020-2024. NU dapat menjadi mitra khusus pemerintah dalam implementasi moderasi beragama.

Ketiga, intensifikasi dan perluasan jaringan pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi. Tiga lembaga ini menjadi berkait berkelindan dalam peningkatan akses dan mutu pendidikan. Pesantren yang telah melekat dalam proses pendidikan di warga Nahdliyin diprogramkan untuk memperlebar akses sumber belajar dengan flatform digital berupa referensi turats atau kitab kuning. Tidak hanya itu, akses dalam pengembangan ekonomi kepesantrenan dapat disinergikan dengan program pemerintah. Dalam dunia digital informasi keilmuan, PCNU Cianjur dapat membangun pusat khusus mengenai layanan perpustakaan digital kepesantren. Layanan ini lebih bagus bila memiliki jaringan dengan pusat-pusat kajian dan perpustakaan di dunia Islam.

Banyak warga NU yang memiliki sekolah/madrasah, namun afiliasi mereka cukup rendah. Salah satunya dipengaruhi oleh format kelembagaan yayasan sendiri dengan pengurus dan personal di dalamnya warga NU. Setiap yayasan punya karakteristik kelembagaan tertentu. Namun, persuasi terhadap sekolah/madrasah NU perlu ditingkatkan dengan persuasif dan jalinan sinergitas program. Perguruan tinggi NU pun perlu dukungan dalam akses dan kapasitas kelembagaan. NU Cianjur sudah memiliki STISNU, yang fokus terhadap kajian ilmu hukum ekonomi syariah. Perguruan tinggi ini sudah sepatutnya untuk dikembangkan kapasitasnya dengan dukungan pengurus dan warga NU dengan tetap memperhatikan regulasi perguruan tinggi di Indonesia. Ketika ketiga lembaga pendidikan ini diperhatikan, pendidikan di warga NU dapat selaras dengan tujuan bersama dalam mendidik warga dengan ciri khas pemikiran dan praktik keagamaan NU. Sebab, pendidikan menjadi proses dalam penumbuhkembangan potensi untuk meraih kesuksesan setiap masyarakat.

Keempat, ekonomi kerakyatan NU. Warga NU sangat luar biasa banyaknya. Setiap warga punya ragam potensi ekonomi. Untuk menopang kapasitas kelembagaan dan kesejahteraan warga NU perlu dipikirkan langkah positif yang menggiring pada peningkatan kesejahteraan warga NU. Ragam bentuk pemasukan dapat didesain, begitu program bantuan dan kerjasama dalam diperluas aksesnya. Sehingga, kemandirian ekonomi secara berproses dapat diwujudkan. Sebab, kemandirian bukan hanya tidak menggantungkan pada pihak lain. Kemandirian perlu keterlibatan dan komitmen diri untuk memperbesar akses kelembagaan dalam penyejahteraan warga NU.

Kelima, tantangan kesehatan. Kesehatan menjadi program prioritas selain pendidikan dan ekonomi. Kesehatan menjadi penopang dalam kesejahteraan sosial. Kegiatan LKNU pada periode sebelumnya patut diapresiasi. Banyak bantuan kesehatan yang sudah digulirkan. Begitu pun, dengan kegiatan LPBI dalam keterlibatan penanggulangan Pandemi Covid 19, patut diapresiasi. Keterlibatan 2 lembaga ini menjadi pendorong untuk peningkatan kapabilitas perhatian NU ke depan dalam bidang kesehatan. Pendirian RS NU dengan nomenklatur Edelweiss Bentang Salapan menjadi langkah awal kemandirian NU Cianjur dalam mengawal penanganan layanan kesehatan warga NU. Penanganan kesehatan di NU bukan hanya kerjasama antara lembaga, tetapi didorong pada kemandirian dalam layanan kesehatan. Wallahu A’lam.

- Advertisement -

Berita Terkini