Jika Harga BBM Naik, Inflasi Sumut 2022 Dipastikan di Atas 5%

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Terkait dengan rencana kenaikan harga BBM, saya memang mendapat sejumlah kabar tersebut. Beberapa pejabat mulai dari kementerian hingga DPR mulai membahas kemungkinan kenaikan harga BBM.

“Diteggarai sebagai respon dari pernyataan Presiden yang menyampaikan beberapa masalah APBN terkait dengan mahalnya harga minyak dunia belakangan ini,” kata Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, Selasa (16/8/2022).

Benjamin mengatakan, memang harus kita akui bahwa harga jual BBM saat ini jauh dibawah harga keekonomiannya. Tetapi terkait kapan harga BBM dinaikkan saya belum mendengar kepastiannya.

“Akan tetapi jika berandi andai terlebih dahulu, katakanlah harga BBM mengalami kenaikan, maka memang target inflasi akan diubah nantinya. Semakin tinggi kenaikan harga BBM, maka target inflasi akan semakin tinggi pula,” ujarnya.

Kalau sebelumnya, Benjamin menilai bahwa target inflasi akan berada di kisaran 4.6% hingga 4.9%. Namun jika BBM nanti dinaikkan maka hitung hitungannya akan berubah. Sudah pasti saya akan merubah ekspektasinya di atas 5%.

“Tergantung nanti berapa besar penyesuaian harga yang dilakukan nantinya. Dan saya juga sudah punya beberapa skenario kenaikan harga BBM tentunya. Meskipun pemrintah tentunya memiliki takaran sendiri yang disesuaikan dengan anggaran subsidinya,” kata Benjamin.

Sebenarnya SUMUT, sambung Benjamin, memiliki peluang inflasi dibawah 5% di tahun 2022 ini. Akan tetapi sejumlah komponen kenaikan harga seperti tarif tiket pesawat, kenaikan tarif ojek online (ojol), kemungkinan kenaikan harga BBM dan sejumlah harga yang diatur pemerintah mulai membuyarkan harapan tersebut. Dan pemicu utamanya karena kenaikan harga minyak mentah dan gas dunia.

Dengan demikian, kata Benjamin, tentunya kita berharap pemerintah tetap mengambil jalan lain selain menaikkan harga BBM. Meksipun sulit juga untuk memastikan kemampuan anggaran pemerintah jika berhadapan dengan kenaikan harga minyak dunia belakangan ini.

“Tetapi saya sendiri meragukan kemampuan pemerintah tersebut, jadi opsi menyesuaikan atau menaikkan harga BBM terlihat lebih nyata saat ini,” ujarnya.

Sayangnya, lanjut Benjamin, kondisi daya beli masyarakat kita benar-benar terpukul. Inflasi telah menggerogoti daya beli. Pertumbuhan ekonomi juga tergerus dengan laju tekanan inflasi. Dan kenaikan harga BBM sangat berpeluang memicu inflasi hingga penambahan angka kemiskinan.

“Disisi lain, surplus neraca perdagangan yang berpeluang terus mengecil. Yang ditandai dengan mulai melandainya harga komoditas dunia, ditambah dengan volume ekspor yang menunjukan stagnasi dan terancam turun. Sehingga beban subsidi akan kian sulit, karena ketersediaan valasnya terganggu,” tambahnya.

Benjamin menjelaskan karena pada dasarnya menaikkan harga BBM itu bertujuan untuk menekan sisi demand atau permintaan BBM itu sendiri. Bukan hanya sekedar mengutak atik besaran anggaran di APBN.

“Karena kalau tidak ditekan, yang dikuatirkan adalah meningkatnya kebutuhan valas, sementara capital inflownya tertekan karena volume ekspornya tidak naik,” jelas Benjamin. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini