Pentingnya Pendidikan Politik Menuju Pilkada Serentak 2018

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak secara langsung oleh rakyat yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) pada 27 Juni 2018 tentu disambut hangat oleh setiap elemen masyarakat di Indonesia. Ada sekitar 171 daerah yang ada di wilayah Indonesia akan melaksanakan Pilkada, di antaranya terdiri dari 17 di daerah Provinsi, 115 daerah Kabupaten, dan 39 daerah Kota.

Secara yuridis normatif, pemilihan kepala daerah di setiap tingkatan (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil perubahan (amandemen). Di dalam pasal 18 ayat (4) menyebutkan bahwa, Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis.

Selain di atur dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia (UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Dalam UU No. 8 Tahun 2015 (sebelumnya Perppu No. 1 Tahun 2014), pemilihan kepala daerah ditetapkan kembali berpasangan. Pemilihan kepala daerah di setiap tingkatan adalah merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat di setiap tingkatan daerah tersebut. Pemilihannya pun dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dani Sintara (2017: 74) berpendapat, pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) secara langsung adalah salah satu mekanisme yang dianggap demokratis untuk memilih kepala daerah. Pemilihan kepala daerah oleh rakyat menurut Dosen Fakultas Hukum UISU Medan tersebut adalah suatu legitimasi yang luas dari rakyat.

Kekhawatiran akan sesuatu yang terjadi di pemilihan kepala daerah serentak nantinya tentulah ada. Di negara kita ini, dengan sistem demokrasi pemilihan kepala daerah yang masih sangat muda, sering masih diwarnai dengan hal-hal yang tidak diinginkan. Baik itu secara fisik maupun non-fisik.

Andryan (2017: 230) berpendapat, pemilihan langsung kepala daerah oleh rakyat, di satu sisi dapat memberikan partisipasi secara langsung kepada rakyat, tetapi di sisi lain dapat pula menimbulkan biaya politik yang sangat tinggi. Selain daripada itu, pemilihan langsung kepala daerah oleh rakyat dapat pula menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, sering ditemukan, banyak kepala daerah yang dihasilkan lewat pemilihan secara langsung oleh rakyat terlibat dengan kasus hukum.

Pemilihan kepala daerah serentak secara langsung oleh rakyat yang akan dilaksanakan pada 27 Juni 2018 tentunya tidak bisa lepas dari keadaan aspek politik, sosial, budaya dan aspek lainnya. Suasana tersebut, baik sebelum pencoblosan dan sesudah pencoblosan, akan sangat menegangkan yang banyak menguras dana, tenaga dan pikiran. Untuk itu, aturan main (rule of game) atau aturan hukumnya (rule of law) yang telah ditetapkan harus dijalankan dan dipatuhi. Selain perlunya aturan hukum atau aturan mainnya, kesiapan dan kesadaran politik yang baik dari penyelenggara, pengawas, para calon kepala daerah, dan pemilih (rakyat) harus ditingkatkan. Kedua aspek tersebut (aturan dan kesadaran politik yang baik) menjadi sangat penting untuk dipenuhi agar tujuan pemilihan kepala daerah secara langsung dapat mencapai tujuan yang ideal.

Untuk meminimalisir kekhawatiran-kekhawatiran yang disebutkan tadi, setiap elemen masyarakat, khususnya penyelenggara, partai politik dan para calon harus melakukan pendidikan politik kepada masyarakat setempat. Dengan adanya pendidikan politik, tentunya kerusuhan, kecurangan dan keapatisan (golput) masyarakat dapat berkurang. Tentunya juga, kesadaran masyarakat akan perlunya partisipasi dari masyarakat itu sendiri dapat meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.

Menurut saya, kunci utama untuk kesuksesan pemilihan kepala daerah serentak secara langsung oleh rakyat di 171 wilayah tahun depan ada di tangan rakyat. Apabila rakyat, yang notabenenya pemilih, telah cerdas dan dewasa dalam berdemokrasi, maka kita pun dapat menghasilkan tujuan pemilihan yang ideal dengan menghasilkan kepala derah yang baik dan tidak terlibat kasus hukum.

Selain peran utama dari rakyat, sangat diperlukan juga peran dari penyelenggara pemilihan, pengawas pemilihan, kontestan (colon-calon) kepala daerah, partai politik sebagai “perahu” calon, dan lembaga-lembaga yang berkaitan dalam rangka mensukseskan pemilihan secara damai. Bukan hanya sekedar mensukseskan pemilihan, dari awal hingga akhir, beberapa lembaga yang kita sebutkan tadi harus bisa menggiring masyarakat untuk dapat berpolitik dengan baik dan benar. Maka dari itu pendidikan politik yang baik harus diberikan kepada masyarakat yang notabenenya menjadi pemilih. Opini Sumut, Ibnu Arsib

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan dan Instruktur HMI Cabang Medan.

- Advertisement -

Berita Terkini