Hari Kebangkitan Nasional, Buang Taktik Devide Et Impera, Mulailah Tata Kehidupan Bangsa

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Setiap 20 mei selalu diperingati Hari Kebangkitan Nasional yang disingkat ‘Harkitnas’.

Berdasarkan sejarah, peringatan Harkitnas di awali dengan berdiri nya organisasi Budi Utomo, 20 Mei 1908 didirikan oleh sejumlah mahasiswa School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), yaitu Soetomo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, R. Angka Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, R. Mas Goembrek, Soeradji Tirtonegoro, dan Soewarno. Yang tujuannya adalah mengusahakan persatuan kaum bumiputra yang bersifat umum dan sebagai pelopor untuk mewujudkan pendidikan bagi seluruh rakyat.

Dan pada Tahun 2019 ini, sejak berdiri dari tahun 1908, usia Boedi Oetomo telah masuk dalam hitungan 111 (Seratus sebelas) yang dapat dikatakan Hari Kebangkitan Nasional yang ke 111.

Namun demikian, usia organisasi Budi Utomo yang terhitung telah 1 abad lamanya, tapi kebangkitan bangsa Indonesia belum totalitas. Tujuan dan momentum peringatan Hari kebangkitan Nasional belum mampu mencambuk semangat bangsa dalam merawat persatuan dan kesatuan di Negara Indonesia.

Pasalnya, masih terdapat disintegrasi yang mulai mengerai merekat nya persaudaraan antar ras, etnis, agama dan dan budaya.

Soekarno, Seorang Tokoh Nasional kemerdekaan RI/Proklamator Indonesia pernah mengatakan ‘Saya sadar bahwa saya akan tenggelam. Namun biarkan saya rela tenggelam, agar rakyat Indonesia dengan demikian tetap bersatu, tidak terpecah belah.’

Pernyataan dari Ir Soekarno dapat kita tarik kesimpulan, betapa pentingnya persatuan dalam menyongsong kebangkitan bangsa. Namun pada prakteknya, Cita-cita kemerdekaan, dan harapan para pahlawan masih belum tersampaikan, karena masih ada persoalan politik, yang masih tumbuh subur merenggangkan antar sesama, menuai konflik horizontal.

Elite politik yang masih hidup dengan saling beri gunjingan, bahkan menampilkan wajah persatuan yang kian mengerut, ancam-mengancam, dari dengan aksi massa, sampai lewat anjing anjng ganas yang akan membubarkan massa.

Sungguh miris, saat perang para elite politik, rakyat lah yang jadi alutsista super power yang akan di laga kan satu sama lain.

Akibatnya adalah, kebangkitan dan kemajuan bangsa dan negara tersendat, seperti negri yang sedang berjalan ditempat, yang tak maju, tak bergerak ke arah cita dan tujuan.

Penulis yang merupakakan bagian akademisi muda, sangat menghawatirkan kelak bangsa yang dianggap besar, negeri yang dikata bhineka tunggal Ika, cenderung saling bertikai, dan bertolakbelakang, jika persoalan politik saja masih belum ditata dengan arif dan bijaksana.

Dan jangan sampai persoalan politik membutakan mata, memburamkan wajah bangsa, dengan melahirkan disintegrasi Indonesia.

Mulai dari sekaranglah saatnya, Menata kembali kehidupan bangsa, mengembalikan ruh persatuan dan kesatuan, serta jangan sampai strategi masa penjajahan Belanda masih menjalar subur di bumi nusantara.

Yang pada intinya buanglah jauh taktik ‘Devide et Impera’

Penulis : Arwan Syahputra
(Aktivis Hukum Universitas Malikussaleh Aceh, Pegiat sosial dan kepemudaan asal Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara)

- Advertisement -

Berita Terkini