Begal dan Realitas Hukum

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, – Akhir-akhir ini masyarakat kota Medan di resahkan lagi dengan pelaku Begal yang makin hari makin jadi, dan tidak tanggung-tanggung membunuh korbannya. Kali inu korbannya adalah Kana Rizky Ramadhany (18) Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSU (FDK UINSU) dan ibunya Astuti (49), warga Dusun XII Kodam Lama, Medan Krio, Kecamatan Sunggal.

Ibunya meninggal dunia dan tidak bisa diselamatkan lagi nyawanya. Tentunya ini pukulan berat baik bagi Kana ataupun keluarga yang ditinggalkan. Bahkan yang lebih parahnya begal beraksi pada siang hari tepatnya pukul 11.00 Wib di Jl. Amal Simpang MICC Ringroad Medan.

Sang ibu jatuh terseret setelah terjadi tarik menarik dompet oleh begal di atas sepeda motor dan tewas, lalu Kana sendiri luka berat. Kejadian Begal ini tentunya sudah sangat meresahkan warga, begitu banyak kejadian demi kejadian, bahkan nyawa demi nyawa berjatuhan oleh tingkah begal.

Kita tidak tahu bagaimana sebenarnya penanganan pihak kepolisian dalam menangani kasus-kasus begal ini, kenapa tidak ada efek jera sama sekali dari pelaku, hingga tidak segan-segan menghabisi nyawa korbannya.

Belum lagi yang membuat kita miris adalah realitas hukum saat ini yang tentunya menjadi angin segar bagi pelaku begal, tak ada bedanya begal membunuh dan korban membela diri hingga membuat begalnya tewas, intinya sama-sama dihukum. Kasus yang sedang hangat terjadi di Malang. Kasus ZA, yang membunuh pelaku begal karena melindungi kehormatan pacarnya yang akan diperkosa ketika itu.

Hakim menyatakan bahwa ZA terbukti melanggar Pasal 351 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perkelahian yang menyebabkan kematian. Sehingga, Hakim memutuskan untuk menjatuhkan hukuman pidana pembinaan dalam lembaga selama satu tahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam, di Wajak, Kabupaten Malang.

Bahkan ZA dituduh melakukan pembunuhan berencana karena sudah menyediakan pisau ketika akan membunuh pelaku begal, padahal pisau itu sebagai alat prakarya dari sekolahnya, bukan untuk hal lainnya.

Realitasnya, jika ZA kala itu membiarkan pelaku memperkosa temannya (pacarnya), tentu dampaknya lebih besar, akan ada psikologis yang terganggu seumur hidupnya, yaitu sang wanita yang jadi korban. Bahkan, ketika pelaku dibiarkan memperkosa dan ZA tidak melakukan perlawanan dan membela hingga membunuh dengan terpaksa, maka pelaku begal tersebut tentunya makin leluasa untuk memperkosa korban-korban selanjutnya. Lantas, bukankah apa yang dilakukan oleh ZA adalah tindakan membantu pihak kepolisian dalam memberantas begal?

Ada realitas hukum yang hanya dipahami secara tekstual tanpa memperhatikan nilai hukum itu sendiri, jaksa dan hakim seharusnya lebih bijak dalam menanggapi kasus tersebut. Ada dampak yang lebih besar. Jika ZA tidak terpaksa melawan hingga membunuh begal tersebut.

Jika kita bersikap fair, seharusnya para polisi yang melakukan penembakan kepada pelaku terorisme, pelaku kriminal yang mencoba melarikan diri, atau pengedar narkoba yang berusaha kabur ketika akan ditangkap. Bukankah inipun tindak pembelaan diri dari pihak aparat? Kenapa tidak dihukum?
Lantas pihak aparat akan mengatakan sudah sesuai SOP. Bagaimana dengan ZA, tidak ada SOP, bukankah bentuk pembelaan dirinya sudah sama. Yang satu (pihak aparat) terpaksa membuat tewas pelaku kriminal, sedangkan ZA sama, membuat tewas pelaku kriminal yang mencoba menodai pacarnya.

Hukum memang selalu lemah di hadapan rakyat, hukum memang selalu loyo ketika berhadapan dengan orang yang tidak memiliki jabatan. Saya teringat sebuah hadist Nabi yang berbunyi :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?”

Beliau bersabda, “Jangan kau beri padanya.”

Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?”

Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.”

“Bagaimana jika ia malah membunuhku?”, ia balik bertanya.

“Engkau dicatat syahid”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Bagaimana jika aku yang membunuhnya?”, ia bertanya kembali.

“Ia yang di neraka”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim no. 140)

Seorang Nabi yang suci, memerintah kan umatnya untuk membela diri dari pelaku rampok (begal), bahkan dengan terpaksa membolehkan membunuh pelaku. Lalu, hukum kita menghukum yang membela dirinya. Semoga terbuka mata hati para penegak hukum di negeri ini.

Penulis: Januari Riki Efendi, S.Sos (Mahasiswa Pascasarjana jurusan Pemikiran Politik Islam UINSU dan Pegiat Literasi)

- Advertisement -

Berita Terkini