Hakekat Wali

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Bermacam-macam pandangan banyak mewarnai pandangan tentang makna wali.

Ada beberapa orang yang berpandangan bahwa jika seseorang telah memiliki hal-hal yang luar biasa berarti dia telah sampai pada tingkat kewalian, seperti tidak luka bila dipukul, tidak terluka dengan senjata tajam dan sebagainya.
(Kayaknya karena memakai baju besi)

Sebagian orang berpendapat jika sudah memakai baju jubah dan surban berarti sudah wali…
(Wali murid maksudnya)

Sebagian lain berpendapat jika seseorang suka berpakaian kusut dan bersendal jepit berarti ia wali, ada pula yang berpandangan bila seseorang kerjanya selalu berzikir berarti dia wali.
(Aih)

Dan banyak lagi pendapat-pendapat tentang apa itu wali. Tentu yang kami maksud waliyullah.

Dalam tradisi keilmuan Nusantara, dikenal istilah wali.
Diantara kata wali yang paling populer adalah ‘walisanga’ yang berarti wali sembilan sebagai penyebar Islam pertama di Nusantara.

Wali juga biasa diidentikkan dengan seseorang yang memilki kelebihan (karomah).

Sebagian dari masyarakat muslim mempercayai keberadaan dan ‘kelebihan’ yang dimiliki para wali dan sangat menaruh hormat kepada mereka.

Kepercayaan itu diungkapkan dalam bentuk mengunjungi maqbaroh untuk bertawassul kepada mereka.

Namun, sebagian masyarakat yang lain tidak percaya dengan keberadaan wali bahkan menganggap para wali sebagai sarang ke-bid’ah-an.

Hal ini terjadi karena “miskinnya pengetahuan” atau seringnya pemaknaan kata wali yang merujuk pada hal-hal negatif.

Menurut bahasa, kata wali itu kebalikan dari ‘aduw, musuh. Bisa jadi berarti sahabat, kawan atau kekasih.

Umumnya wali Allah diartikan kekasih Allah.
Menurut istilah ahli hakikat, wali mempunyai dua pengertian;

? Pertama:
Orang yang dijaga dan dilindungi Allah, sehingga dia tidak dan tidak perlu menyandarkan diri dan mengandalkan pada dirinya sendiri.

Dalam al-Qur’an Allah telah dijelaskan;

إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ ۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ

“Sesungguhnya pelindungku ialah Allah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.”
( QS. Al-A’raf:196)

? Kedua;
Orang yang melaksanakan ibadah kepada Allah dan menanti-Nya secara tekun terus menerus tak pernah kendur dan tidak diselingi dengan berbuat maksiat, maka Allah pun mencintainya.

Kedua-duanya merupakan syarat kewalian. Wali haruslah orang yang terpelihara (mahfudz) dari melanggar syara’ dan karenanya dilindungi oleh Allah, sebagaimana nabi adalah orang yang terjaga (ma’shum) dari berbuat dosa dan dijaga oleh-Nya.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan penanda bagi wali Allah

1. Himmah atau seluruh perhatiannya hanya kepada Allah
2. Tujuannya hanya kepada Allah
3. Kesibukannya hanya kepada Allah

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa tanda wali Allah adalah senantiasa memandang rendah dan kecil kepada diri sendiri serta khawatir jatuh dari kedudukannya (di mata Allah) di mana ia berada.
(Jamharatul Auliya wa A’lamu Ahlit Tatsawwuf, hal 73-110)

Dalam al-Qur’an juga dijelaskan bahwa wali Allah adalah orang-orang mu’min yang senantiasa bertakqwa dan karenanya mendapat karunia tidak mempunyai rasa takut (kecuali kepada Allah) dan tidak pernah bersedih.
Sebagaimana firman Allah SWT;

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٦٢﴾ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

“Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Alloh tidak ada rasa takut atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, (Yaitu mereka) adalah orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”
(QS. Yunus: 62-63)

Wali Allah adalah orang mu’min yang senantiasa mendekat (taqarrub) kepada Allah dengan terus mematuhi-Nya dan mematuhi Rasul-Nya sehingga akhirnya dia dianugrahi karomah, semacam ‘sifat ilmu niluwih’ (seperti mukjizat Nabi.

Perbedaannya, jika mu’jizat nabi melalui pengakuan –dan sebagai bukti- kenabian; sedang karomah wali tidak mengikuti pengakuan kewalian).

Dalam sebuah hadits qudsi (hadits Nabi saw. yang menceritakan firman Allah) diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Shahabat Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda:

إن الله تعالى قال: من عادى لي وليا فقد أذنته بالحرب وما تقرب إلـي عبدى بشيئ أحب إلـي مما افترضته عليه ولايزال عبدى يتقرب الـي بالنوافل حتى احبه فاذا احببته كنت سمعه الذى يسمع به وبصره الذى يبصربه ويده التى يبطش بها ورجله التى يمشى بها وإن سألنى لأعطينه وإن استعاذنـي لأعيذنه

“Allah Ta’ala telah berfirman: Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku benar-benar mengumumkan perang terhadapnya. Hamba-Ku tidak berdekat-dekat, taqarrub, kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai melebihi apa yang telah aku fardhukan kepadanya. Tak henti-hentinya hamba-Ku mendekat-dekat kepada-Ku dengan melaksanakan kesunahan-kesunahan sampai Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Akulah pendengarannya dengan apa ia mendengar. Akulah penglihatannya dengan apa ia melihat. Akulah tangannya dengan apa ia memukul. Akulah kakinya dengan apa ia berjalan. Dan jika ia meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya, jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku akan melindunginya.”

Orang boleh saja mempunyai ‘sifat linuwih’ misalnya bisa membaca pikiran orang, bisa berkomunikasi dengan binatang atau orang yang sudah mati, bisa berjalan di atas air, atau kesaktian-ksaktian lainnya, namun tentu saja dia tidak otomatis bisa disebut wali.

Ketahuilah pula bahwa Dajjal, dukun, tukang sihir, ‘ahli hikmah’ tukang sulap atau paranormal pun bisa memperlihatkan kesaktian semacam itu.

Sebaliknya bisa saja seorang wali dalam kehidupannya sama sekali tidak tampak lain dari orang-orang biasa.

Lihat saja dari kesembilan wali Tanah Jawa, yang terkenal punya kesaktian hanya Sunan Kalijogo yang mempunyai kesaktian membuat soko guru masjid Demak dari tatal dan Sunan Bonang yang mengubah buah pinang tampak menjadi emas.

Jadi, bisa dipahami bahwa kewalian seseorang tidak diukur dengan keanehan dan kesaktiannya, perilaku ataupun pakaiannya melainkan kedekatan dan ketakwaan kepada Allah semata.

Semoga kita semua terlindung dari sifat-sifat tercela yang dibenci oleh Allah, dijauhkan dari orang-orang yang memiliki sifat-sifat tercela sehingga kita mampu terus berfikir, berhati dan berperilaku terpuji sebagaimana para wali-wali dan kekasih-kekasih Allah SWT. Aamiin.

Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam.

Penulis adalah Hindun Shalihah

- Advertisement -

Berita Terkini