Kabinet Bapak Jokowi-Amin, Analogi Tupai

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Salah satu binatang yang sering menarik perhatianku sejak masih kecil adalah Tupai. Binatang yang mahir melompat dari dahan yang satu ke dahan yang lain, dari pohon kelapa yang satu ke pohon kelapa yang lain ini sungguh sering menarik perhatianku, belum lagi suaranya yang sering mengejutkan bagi burung-burung yang hinggap di ranting-ranting pohon atau bahkan mengganggu monyet-monyet yang sedang menggendong anaknya, atau sedang petanan (mencari kutu).

Di pohon rambutan yang sangat besar di belakang rumah kami, tidak tahu siapa yang menanamnya, mungkin tanaman peninggalan kolonial Belanda atau Jepang. Dua pohon rambutan yang berdiameter lebih dari 8 meter dengan ketinggian hampir mencapai 20 meter dengan ranting dan dedaunan yang rindang tempat bermain masa kecil dulu.

Bila rambutan sedang musim berbuah dan liburan tiba, aku sering memanjat di ketinggian pohon rambutan untuk memetik buahnya yang sungguh manis rasanya, sambil memperhatikan banyak Tupai yang melompat lihai bermain dengan kerabatnya.

Ester Duflo warga Amerika yang meraih hadiah Nobel Bidang Ekonomi dengan penelitiannya tentang kemiskinan yang dikaitkan dengan edukasi dan meneliti Sekolah Dasar Inpres yang dulu aku juga bersekolah di SD Inpres telah mengajari aku tentang pepatah: “Sepandai-pandai Tupai melompat sekali waktu jatuh juga.” arti dan makna pepatah ini adalah, Sepandai-pandainya manusia, suatu saat pasti pernah melakukan kesalahan juga.

Tetapi pepatah itu lambat laun memiliki makna dan arti yang berbeda bahwa, sepandai-pandainya manusia menutupi kejahatannya atau kesalahannya, sesekali akan terjatuh juga (terungkap kesalahannya).

Fenomena banyaknya elite kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif di pusat dan daerah yang tercokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah melegitimasi tentang pergeseran arti dan makna dari: “Sepandai-pandai Tupai melompat, sekali waktu jatuh juga.”

Tupai yang hendak kita kemukakan selanjutnya adalah fenomena segera hadirnya bukan musim rambutan tetapi musim Tupai (Butuh Pakai).

Dalam adagium politik dikenal istilah, “Dalam politik tidak ada pertemanan yang abadi, tetapi yang ada adalah kepentingan yang abadi.”

Dengan adagium itu, bila kita menyaksikan bagaimana elite politik lompat ke sana kemari baik dalam posisi maupun oposisi tentu semua itu adalah dalam upaya kepentingan yang abadi demi bangsa dan negara.

Tetapi adagium politik yang memberikan keleluasaan politisi bebas lompat kesana dan kemari itu sebenarnya tetap memberi dampak pada soal-soal yang pragmatis. Bilai Butuh Pakai (Tupai) dan tentu bila tidak butuh ya anda tidak akan dipakai.

Tentu bukan hanya di dalam kehidupan politik saja orang-orang menjalankan prinsip Butuh Pakai (Tupai) ketika memiliki kepentingan dan kebutuhan yang sama, dalam interaksi kehidupan sehari-hari semua sudah berpegang pada prinsip Butuh Pakai (Tupai) tidak butuh ya tidak dipakai.

Hari-hari ke depan ini banyak fenonena dan gejala Butuh Pakai (Tupai), misalnya pada Susunan Kabinet Pak Jokowi Jilid II ini akan berlaku prinsip Butuh Pakai (Tupai) itu, bila tidak ya tidak dipakai atau bersiap untuk tidak jadi menteri lagi.

Di dunia pekerja atau buruh telah lama berlaku prinsip Butuh Pakai (Tupai) itu dengan berlakunya pekerja kontrak, bukan pekerja tetap atau outsourcing yang dipakai kalau dibutuhkan atau Butuh Pakai (Tupai), dan siap untuk tidak dibutuhkan dan tidak dipakai atau di PHK.

Konon pula hanya sekedar pembantu, kapan butuh ya dipakai, Butuh Pakai (Tupai). Sebagaimana para Menteri bila anda tidak dibutuhkan ya tidak dipakai atau para elite politik dan kelompok profesional yang sudah merasa ditawari bahkan dijanjikan bila anda tidak dibutuhkan ya tidak dipakai. Karenanya para elite politik, profesional, pendukung dan relawan tidak usah kecewa. Itulah realitas dalam kehidupan yang semakin pragmatis.

Tetapi perlu diingat bahwa siapa pun anda, bila memegang prinsip Butuh pakai (Tupai), jangan lupa pepatah waktu Sekolah Dasar dulu: “Sepandai-pandai Tupai melompat, sekali waktu terjatuh juga.”

Dengan prinsip itu pula, kita kini menunggu siapa yang dibutuhkan dan siapa yang dipakai membantu dalam kabinet Bapak Ir. H. Joko Widodo – KH. Ma’ruf Amin. [WT, 20/10/2019]

Oleh: Wahyu Triono KS
Dosen FISIP Universitas Nasional

- Advertisement -

Berita Terkini