Gibran Memang Menguasai Panggung Debat Cawapres, Tapi…

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Agung Wibawanto

Ada banyak catatan dari keberhasilan Gibran menguasai panggung debat cawapres, Jumat (22/12) malam di JCC. Sebenarnya para pengamat banyak yang sudah menduga bahwa Gibran akan tampil habis-habisan pada debat kedua, mengapa? Ia ingin mengambil momentum surprise publik terhadap dirinya yang dianggap sebaliknya, tidak bisa ngomong dan berdebat.

Meski pada dasarnya benar (Gibran tidak terbiasa berbicara memaparkan sesuatu yang penuh analisa), namun hal tersebut dapat dicover (ditutupi) dengan berbagai cara. Pertama menghafalkan apa yang harus disampaikan.

Ini bisa terlihat dari penataan kata yang mirip dengan bahasa teks, bukan bahasa lisan. Penarikan nafas untuk mengambil jeda (sambil mengingat) juga terlihat jelas sehingga dapat mengatur mana koma dan mana titik.

Saat mengalami lupa, Gibran dengan cepat melanjutkan (melompat) pada penjelasan berikutnya. Cara kedua, Gibran tidak berada pada satu titik berdiri, melainkan berjalan atau berpindah posisi berdiri.

Hal ini guna menghindari penonton fokus pada gimiknya yang monoton jika hanya di podium. Sekaligus juga berupaya menampilkan citra percaya diri dan dianggap santai.

Padahal terlihat jelas (saat di zoom pada wajahnya), Gibran beberapa kali menelan ludah yang menunjukkan sesungguhnya dia grogi. Mengubah mimik wajah kadang mencoba senyum sendiri dan kadang sampai mengerut wajah serius.

Perubahan-perubahan mimik wajah ini menunjukkan dirinya tidak tenang. Atau kadang juga cepat mengambil mik seperti ingin segera menjawab lawan debatnya.

Cara ketiga yang ia lakukan adalah menyerang dengan topik yang kira-kira tidak dikuasai lawan. Cara ini tentu berhasil mengalihkan perhatian penonton terhadap substansi bahasan.

Perhatian penonton yang awalnya ditujukan kepada Gibran, beralih kepada lawan debat. Terlebih ketika Gibran berhasil mendegradasi lawan dengan meledeknya.

Misalkan saat berdebat dengan Cak Imin, Gibran sempat menyindir Cak Imin dengan mengatakan “aneh” serta “Maaf, jika pertanyaannya sulit.”

Cara terakhir, Gibran harus menyemangati dirinya sendiri dengan melakukan gaya memprovokasi suporternya agar berteriak mendukungnya. Gibran dianggap berhasil menjadi aktor di panggung debat karena hal-hal tadi. Ketidakmampuannya tertutupi.

Namun hal tersebut bisa terjadi juga disebabkan kedua lawan debatnya tidak terlalu mengeksploitasi kelemahan Gibran. Ada kesan hanya membiarkan saja. Jikapun ada serangan, itu masih sebatas wajar, tidak sampai nendang.

Cak Imin yang biasanya suka ngekick kali ini justru sibuk sendiri mengatur ritme debatnya yang agak kacau (antara menekankan pada gaya debat atau substansi materinya).

Sementara Mahfud MD (MMD) memang dikenal normatif. MMD seorang pakar hukum yang akademisi memiliki gaya sangat biasa (jauh dari dibuat-buat).

Ia lebih memilih mengutamakan substansi materi karena ingin memberi pendidikan politik kepada publik. Namun begitu ada satu serangan MMD yang membuat Gibran sempat grogi yakni terkait angka 23% tax ratio.

Gibran harus mengeluarkan jurus perumpamaan “tidak berburu di kebon binatang”. Hal ini biasa dilakukan dalam debat agar bisa keluar dari serangan yang memojokkan.

Jadi sekali lagi, dalam sebuah debat, penonton dapat melihat dan menilai antara substansi materi yang disampaikan, dan juga gaya penampilan (performance).

Gibran mungkin tidak terlalu terang garis merah ide gagasannya, tapi ia dianggap tampil baik dalam performance (setidaknya karena tampil beda dan itu surprise).

Catatannya, model Gibran seperti ini akan bahaya ketika berhadapan dengan Anies ataupun Ganjar, misalnya. Kedua nama tersebut sudah terbiasa berdebat, menyerang maupun melepaskan diri dari serangan.

Untung saja Gibran hanya cawapres hingga tidak bertemu berdebat dengan Ganjar ataupun Anies. Kembali, semua selera dikembalikan kepada publik pemilih.

Ingin memilih yang sekadar menghadirkan gimik, atau yang fokus pada substansi gagasan? Prabowo pada debat pertama juga banyak menampilkan gimik dan bikin heboh, namun dalam pemaparan materi tidak terlalu membantunya.

Berikut penilaian yang diberikan netizen paska debat Cawapres tadi malam: Hasilnya, Mahfud MD mendapat sentimen positif tertinggi netizen sebesar 71,4 %.

Hal itu disampaikan oleh Ekonom Senior dan pendiri Indef Didik J Rachbini dari hasil Analisis Continuum Indef yang dilakukan melalui big data Continuum Indef dalam rentang waktu pukul 19.00 WIB hingga 21.50 WIB yang diikuti oleh 7.125 akun Twitter dan 23.424 perbincangan.

Dari hasil analisis, sentimen tertinggi disampaikan netizen untuk Mahfud MD dengan angka mencapai 71,4 persen jauh lebih tinggi dari dua calon wakil presiden lainnya. Diikuti oleh Gibran dengan 64.5%, dan terakhir Muhaimin dengan 46.7%.

Sedangkan Drone-emprit memberikan data sbb: Sentimen positif terbesar saat debat diperoleh Gibran dengan 70 persen, disusul tipis oleh Mahfud dengan 69 persen. Muhaimin sendiri mendapat 48 persen sentimen positif.

Sementara itu, untuk sentimen negatif tertinggi didapat Muhaimin dengan 41 persen. Gibran di urutan kedua dengan sentimen negatif sebesar 23 persen, lalu Mahfud memperoleh sentimen negatif terendah dengan 16 persen.

- Advertisement -

Berita Terkini