Jika Pilpres Dilakukan Sekarang, Ganjar-Mahfud Berpeluang Besar Menang, Ini Alasannya

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Agung Wibawanto

Hari pencoblosan tinggal menyisakan 2,5 bulan lagi. Siapakah yang akan memenangkan hati dan pikiran rakyat hingga memperoleh suara terbanyak? Konstelasi politik terutama terkait elektabilitas paslon sangat dinamis. Budaya politik dalam masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh isu terkini. Sulit berharap kepada pemilih ideologis. Mungkin ada tapi tidak seberapa. Mayoritas akan memilih berdasarkan “ada cerita apa hari ini”?

Dari itu, tidak mudah bagi pengamat memprediksi hasil pilpres 2024 nanti. Beberapa lembaga survey juga mendapati hasil jajak pendapat yang kerap berubah (lepas faktor pesanan atau tidak). Masyarakat juga tidak terlalu ambil pusing bagaimana hasil survey yang dilansir. Mereka lebih melihat apa yang dilakukan paslon dan menunggu pula bagaimana reaksi masyarakat lain meresponnya.

Jika mengikuti selera konsumen (pemilih) seperti itu, maka jelas terlihat pasangan Ganjar-Mahfud lebih unggul dibanding paslon lainnya. Maka apabila pilpres dilakukan hari ini, dipastikan PDIP mampu hatrik mengantarkan capres usungannya meraih kemenangan. Bagaimana bisa begitu? Berikut beberapa faktor yang mendongkrak naik popularitas Ganjar-Mahfud.

1. Citra positif.
Pasangan Ganjar-Mahfud dikenal sebagai figur-figur yang sudah mapan atau pengalaman di bidang politik dan pemerintahan (birokrasi). Tidak ada keraguan ketika mereka menyampaikan sesuatu di hadapan publik. Hal ini penting karena pilpres akan memilih tokoh yang kredibel dan kapabel, bukan populer semata. Citra yang kuat ini terlebih dibantu atau dipengaruhi oleh citra paslon rival yang menurun cenderung negatif.

2. Generasi Z.
Meski Prabowo mengambil anak muda (Gibran) sebagai pasangannya, belum tentu mampu menghipnotis anak muda (gen z) untuk memilih. Kaum muda memiliki kesadaran siapa yang paling merepresentasikan apa yang dirasakan kaum muda dalam realitanya. Ganjar-Mahfud Mahfud yang berproses dari bawah, lagi-lagi dianggap sebagai contoh yang lebih realistis ketimbang Gibran. Tidak heran mereka unggul di mata gen z sebagai pemilih terbanyak dalam DPT.

3. Civil society.
Ada semacam berkah yang diterima Ganjar-Mahfud di tengah realita politik yang terjadi saat ini. Tragedi demokrasi di tubuh MK menjadikan civil society menolak memilih Prabowo-Gibran yang dianggap sudah menciderai rasa keadilan masyarakat. Civil society itu adalah mahasiswa, budayawan, musisi, akademisi, agamawan dan juga jurnalis. Mereka seperti sepakat menolak politik rekayasa yang dilakukan oleh lKetua MK untuk memuluskan jalan Gibran sebagai cawapres Prabowo. Sebagian dari mereka dulunya pendukung Jokowi.

4. Kelemahan rival.
Posisi politik yang ditunjukkan paslon Amin sebagai anti tesa Jokowi sudah pasti hanya laku bagi pemilih yang memang tidak suka Jokowi atau pemerintah (oposan). Sehingga tidak ada penambahan dukungan di sana. Sedangkan paslon Prabowo masih belum menunjukkan kemampuan terbaiknya selain hanya membawa-bawa nama Jokowi. Dalam uji publik, paslon ini juga dianggap tidak memanfaatkan secara maksimal dan justru mengabaikan dengan tidak njadir, misalnya.

5. Pengelolaan isu (narasi).
Ada pertanyaan, jika paslon Amin itu tagline nya perubahan (antitesa), dan Prabowo itu melanjutkan (mengekor Jokowi), lalu bagaimana Ganjar-Mahfud? Ganjar mengatakan dengan tegas “cepat dan unggul”. Narasi yang mereka bangun adalah meneruskan dan memperbaiki. Mereka berani lepas dari bayang-bayang Jokowi dan berjuang secara demokratis dalam ikatan solidaritas. Mengingat banyaknya “tekanan” yang mereka terima. Narasi ini berhasil mengangkat sentimen kebersamaan.

6. Media.
Sepertinya, hampir tidak ada media yang tidak kritis terhadap peristiwa dan hasil putusan di Sidang MK. Dengan begitu faktor media sangat mempengaruhi publik untuk tidak memilih Prabowo. Sebagai antitesa dari Prabowo mereka lebih memilih kepada Ganjar-Mahfud. Catatannya, media masih di bawah kontrol pemerintah, yang sangat mungkin juga mendapat tekanan agar memberitakan paslon dukungan pemerintah yang baik-baik saja. Sebaliknya badnews untuk Ganjar-Mahfud. Publik akan menilai.

6. Mesin partai dan ormas.
Terakhir, adalah bagaimana peran partai politik beserta kelompok pendukung Ganjar-Mahfud yang terlihat semakin masif bergerak turun ke akar rumput. Terlihat masih ada persaingan ketat memperebutkan ceruk komunitas NU. Namun untuk Muhammadiyah dan ormas agama lain, mereka cenderung lebih menerima paslon Ganjar-Mahfud. Relawan Ganjar-Mahfud lebih eksis melakukan giat yang memberi manfaat kepada masyarakat ketimbang bikin acara yang karitatif.

Dari faktor-faktor tersebut di atas, bisa dipastikan publik akan lebih optimis untuk memilih Ganjar-Mahfud. Hal yang perlu dijaga agar tidak melakukan sesuatu meski kecil tapi bisa dianggap blunder. Strategi Ganjar yang “melamar” anak muda yang kreatif untuk menjadi juru bicaranya adalah salah satu terobosan jitu. Dan anak muda seperti itu mestinya ditemukan di setiap daerah di Nusantara. Untuk menunjukkan juga bahwa mereka bukan anak siapa-siapa tapi apa yang sudah mereka lakukan adalah istimewa.

Untuk komunitas perempuan, sepertinya juga bisa diwakili oleh Siti Atikah, istri Ganjar, untuk turut blusukan bertemu dengan komunitas dimaksud. Siti Atikah selain sebagai ibu rumah tangga juga memiliki kompetensi sebagai pemimpin perempuan yang hebat. Suaranya lantang, sikapnya lugas, komunikasinya santun yang diharapkan memberi pengaruh kepada perempuan-perempuan lain untuk bergabung. Jika dibanding dengan pasangan kandidat lain, maka perempuan di belakang Ganjar-Mahfud juga lebih hebat.

- Advertisement -

Berita Terkini