Pilpres 2024 Hasilkan Tiga Paslon, Pendukung Jokowi Harusnya Tersenyum

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Agung Wibawanto

Sebelumnya, diucapkan selamat kepada Prabowo-Gibran sebagai paslon ketiga atau terakhir yang mendaftarkan diri ke KPU hari ini, Rabu (25/10). Pasangan ini diusung partai Koalisi Indonesia Maju terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PSI, Gelora dll. Selain paslon ini, ada pula paslon Anies-Imin, usungan Nasdem, PKB dan PKS. Sedangkan Ganjar-Mahfud diusung PDIP, PPP, Hanura dan Perindo.

Proses pilpres kali ini hingga pendaftaran ke KPU memang dilalui penuh drama yang mungkin juga menguras emosi perasaan publik pemerhati pilpres. Tidak sedikit terjadi pergesekan kecil seperti mengulang episode lalu perseteruan cebong-kadrun (saat baru memunculkan nama Anies). Lalu, konflik yang tidak kalah seru antar pendukung Jokowi sendiri yakni relawan Projo.

Seperti diketahui, pendukung Jokowi ini ada yang terlembaga dan ada pula yang personal, semua mengaku Projo. Relawan Projo yang tidak terlembaga tetap berinteraksi membentuk media komunikasi kebanyakan melalui wa grup. Keretakan mulai kasak-kusuk terjadi ketika Ganjar Pranowo yang awalnya sudah diendore Jokowi dengan kode “rambut putih” mengambil keputusan yang tidak populer di mata publik.

Ganjar sebagai Gubernur Jateng (tuan rumah venue lapangan di Jateng) menolak kehadiran tim Israel dalam gelaran piala dunia U20, menyebabkan status Indonesia dibatalkan sebagai tuan rumah. Terlihat ada kesan kecewa tidak hanya oleh publik tapi juga kepala negara, Jokowi. Bahkan Gibran sempat dipanggil DPP PDIP karena komentar yang menyesalkan gagalnya Pildun U20 di Indonesia.

Sejak itu, mulai terlihat “kedekatan” antara Jokowi dengan Prabowo, begitupun putera Jokowi, Gibran kepada Prabowo. Kembali, Gibran mendapat “sempritan” dari DPP PDIP yang melarangnya melakukan dansa politik sebelum Megawati memutuskan bacapres PDIP. Mungkin, jika dalam sepak bola, Gibran sudah mendapat peringatan pada panggilan pertama, lalu mendapat kartu kuning pada panggilan kedua.

Kondisi ini tentu berbahaya, karena mendapat panggilan lagi berarti kartu kuning kedua, artinya kartu merah menandakan Gibran harus out dari lapangan. Hingga akhirnya, Gibran benar-benar nekad meng-kartu-merahkan dirinya sendiri, meski belum juga dikeluarkan PDIP. Ia memilih bergabung bahkan menerima pinangan Prabowo sebagai bacawapresnya. Sebelumnya, PDIP telah menetapkan Ganjar-Mahfud sebagai paslon yang diusung.

Ada posisi Jokowi yang bisa dilihat publik gamang dengan PDIP. Atau mungkin pula ada alasan lain, yang banyak dibilang orang sebagai silent operation. Yang kemudian “menyiapkan” pasangan lain, tentu saja maksudnya Prabowo-Gibran. Itu di last minute pembukaan pendaftaran KPU. Karena sebelumnya Jokowi mengisyaratkan tidak untuk pasangan ini, “Yang logis saja. Pertama soal umur. Kedua, baru dua tahun Walikota Solo,” ucapnya.

Setelah dikira memungkinkan Gibran berpasangan dengan Prabowo (paska putusan MK), proses itupun berjalan dengan cepat. Gibran sendiri mengaku sudah bertemu dengan Puan Maharani dan juga Arsjad Rasjid, ketua Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud. Artinya, PDIP sesungguhnya sudah mendengar langsung rencana Gibran tersebut dan itu memang serius. Terkait status Gibran di PDIP akan menjadi kewenangan DPP memutuskannya.

Pastinya, sepanjang Gibran belum ber-KTA partai lain, maka ia masih merupakan kader PDIP. Kecuali sudah menjadi anggota partai lain, maka otomatis Gibran dinyatakan keluar PDIP, karena PDIP tidak mengenal dwi-partai ataupun berdiri di “dua kaki” bagi kadernya. Lantas, jika ditarik ke pendukung dan pecinta Jokowi, mestinya hasil tiga paslon ini menggembirakan. Mereka tidak perlu saling baku pukul apalagi hingga menghujat.

Karena ada dua paslon kuat yang sesungguhnya memiliki kesamaan terutama demi keberlanjutan kebijakan Jokowi. Isu menyakiti dan tersakiti antara keluarga Jokowi (termasuk anak-anaknya, Gibran, Kaesang dan Bobby) dengan PDIP, memang tidak terhindarkan dan dapat dimaklumi. Siapa yang akan diuntungkan dan dirugikan dengan posisi dan situasi tersebut serahkan saja kepada pemilih. Yang penting pemenangnya bukan Anies-Imin. Begitu harapan Projo.

Jika melihat format kandidat dengan partai pendukungnya saat ini, tentu mengingatkan peristiwa pilpres 2014. Hanya bedanya pada waktu itu hanya dua paslon (Prabowo vs Jokowi). Prabowo waktu itu, sama dengan sekarang, didukung koalisi gendut. Sementara Jokowi hanya didukung PDIP, PKB, Nasdem dan Hanura. Jokowi berhasil menang tipis saja, namun secara logika dan hitungan politik sangat tidak mungkin. Mungkinkah kini bisa terulang hal yang sama?

Jika dihitung atau diukur dari Raihan suara partai pendukung, tentu saja Jokowi kalah waktu itu. Terlebih Prabowo memiliki partai pendukung besar seperti Gerindra, Golkar, Demokrat (partai pemenang incumbent) dan PKS. Satu yang perlu diwaspadai kubu Prabowo saat ini adalah, mesin partai dari PDIP yang berjalan luar biasa maksimal serta dukungan relawan kandidat (Ganjar). Suara PDIP di Pileg 2019 berhasil naik signifikan dari sebelumnya (2014) sekitar 3,4 juta pemilih.

Hal itu diprediksi karena ada embel-embel Jokowi. Lalu lihat pemilu 1999 yang belum ada nama Jokowi, PDIP meraih jauh lebih banyak suara yakni 35.689.073 atau 33%. Tahun itu PDIP mendapat sentimen positif dari pemilih paska runtuhnya rezim Suharto. Tahun 2012, PDIP mendirikan dan menggelar sekolah partai bagi kadernya. Sejak saat itu pendidikan dilakukan reguler dengan konsep kerja ideologis. Seluruh kader wajib turun ke bawah, mendampingi rakyat, membangun harapan, mengorganisir serta berjuang bersama.

Hal itu tidak hanya dilakukan saat menjelang pemilu saja, melainkan setiap saat terutama ketika menerima pendidikan kader di sekolah partai. Anggota PDIP yang terdaftar memiliki KTA memang tidak banyak, sekitar 477.777 (data saat pendaftaran PDIP ke KPU 2022). Namun simpatisan baik yang ada di organisasi sayap maupun di masyarakat jauh lebih besar. Hampir sepuluh tahun pemerintahan Jokowi juga diapresiasi publik baik.

Tentu saja itu berimplikasi kepada PDIP yang dalam hasil survey selalu menempati urutan pertama. Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran sama-aama berbau Jokowi sama-sama berbau PDIP (di mana Gibran masih belum menyatakan keluar PDIP). Kini kedua paslon akan beradu program dan kuat-kuatan figur. Terutama antara relawan Gibran dengan relawan Ganjar yang keduanya mendapat asupan dari relawan Jokowi yang berpendar. Selamat berkompetisi, salam demokrasi.

- Advertisement -

Berita Terkini