Putusan Galau Untuk Wahyu si Pedagang Kecil

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, OPINI – Hakim dan jaksa macam apa ini? Wahyu si pedagang kecil dari Bogor yang mengritik Majelis Taklim yg membuat sulit ekonominya itu kemarin sore diputus bersalah melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE oleh PN Jakarta Selatan. Padahal di persidangan jelas Wahyu tidak memenuhi unsur-unsur pidana. Makanya walau diputus bersalah, tapi mulai hari ini Wahyu dilepas. Alhamdulillah sih.

Putusan ini menunjukkan, mereka para penegak hukum tidak berani menuntut dan mempidana berat, walau pasal yg dikenakan sanksinya 6 tahun. Mereka terlanjur menahan Wahyu selama 5 bulan. Dua hari setelah saya memberi keterangan ahli, Jaksa Pun menuntut pidana ke Wahyu juga hanya 5 bulan penjara. Lalu hakim juga memutuskan bersalah ke Wahyu sesuai tuntutan Jaksa 5 bulan penjara juga, sehingga hari inipun Wahyu sudah boleh pulang dan bebas. Ini yang namanya putusan galau.

Pelaku dilepas karena sesungguhnya memang tidak bersalah, namun tetap diputus bersalah melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE, seolah semua prosesnya benar. Artinya pasal ini masih dibiarkan bisa diterapkan semau gue oleh penegak hukum. Tanpa mengindahkan pengertian yang benar sesuai SKB.

Ke depan kasus Wahyu ini bisa jadi acuan, menggunakan implementasi yg salah untuk menjerat pengritik seperti Wahyu, jika sasarannya pakai simbol-simbol SARA. Norma yg sama bisa dipakai membela kedzoliman atas nama SARA, dengan peradilan model seperti ini.

Lihat aslinya unsur-unsur norma pidana pasal 28 ayat (2) UU ITE : 1) pelaku mengetahui dan menghendaki perbuatan yang dilakukan. 2) Pelaku tidak punya hak, atau alasan hukum. 3) Pelaku melakukan perbuatan menyebarkan informasi elektronik, dengan tujuan agar orang lain timbul rasa kebencian dan/atau permusuhan thd mereka yang berbeda SARA. 4) Kontennya hrs ada unsur hasutan, mendorong atau ngajak orang lain punya rasa kebencian dan atau permusuhan. 5) muncul tindakan diskriminasi, persekusi, atau kekerasan terhadap individu dan/atau kelompok yang berbeda SARA sesuai yang diarahkan pelaku.

Perbuatan Wahyu tidak memenuhi unsur itu semua. Secara materiel isi TikTok Wahyu tidak berisi seperti itu, apalagi dampak konten wahyu justru kebalik. Wahyu lah yang korban diskriminasi dan ketidakadilan. Tapi tuntutan jaksa dan putusan hakimnya lucu. Wahyu tetap dianggap terbukti bersalah melanggar pasal, tapi bebas boleh pulang hari ini.

Silahkan lihat ini isi TikTok Wahyu yang oleh penegak hukum digunakan untuk mengadili dengan pasal penyebar kebencian dan permusuhan SARA. Juga lihat yang berjilbab hitam di depan saya itu istri Wahyu, Anna Sopia yang harus menanggung beban ditinggal Wahyu dipenjara oleh penerapan pasal yang serampangan.

Wahyu dan keluarganya juga muslim taat, tapi dilaporkan oleh kelompok muslim lain yang punya pengaruh ke penegak hukum, sehingga terjadi seperti ini. Semoga ke depan tidak ada lagi Wahyu Wahyu lain yang didzolimi peradilan seperti ini.

Oleh : Henri Subiakto

- Advertisement -

Berita Terkini