Menghormati Habib Utsman Bin Yahya, Mufti Batavia dan Strategi Perjuangan Kooperatifnya (1)

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, OPINI – Alasan Pertama. Habib Utsman bin Yahya,Mufti Batavia, lahir di Pekojan, Jakarta Barat,bukan lahir di Yaman, Hadhramaut, pada tahun 1822, satu tahun setelah Perang Menteng (1821), yaitu perang Kesultanan Palembang yang menganut Tarekat Sammaniyah melawan penjajah Belanda dan kalah. Habib Utsman bin Yahya masa kecilnya tumbuh pada masa kekalahan umat Islam di Perang Jawa, Perang Diponegoro, pada masa tahun 1825-1830, perang ini perang kaum tarekat dan merupakan perang paling besar yang membuat bangkrut Pemerintahaan Hindia Belanda, dan lagi-lagi para pejuang, kaum tarekat yang dipimpin Pangerang Diponegoro juga kalah.

Apa yang dihasilkan dengan perang dengan kekalahan yang paling besar ini dalam sejarah Nusantara? Ulama banyak ditangkap karena dicap ekstrismis, pemberontak; banyaknya janda-janda korban perang; anak-anak yatim dan umat Islam yang hidup dalam kemiskinan yang parah yang kehilangan kepemimpinan, kehilangan ulama.

Di sinilah Habib Utsman bin Yahya melihat misi pendangkalan dan pergantian akidah (zending) mulai masuk dan tumbuh subur; maka Habib Utsman bin Yahya mengambil langkah perjuangan kooperatif, mendekati dan masuk ke pemerintahaan Hindia Belanda untuk menyelamatkan akidah umat dengan akidah Islam ahlussunnah wal jamaah sehingga dia bebas mencetak, menyebarkan dan mengajarkan kitab-kitab, utamanya kitab akidah Sifat Dua Puluh yang sampai hari ini menjadi kitab yang populer di pesantren dan majelis taklim. Tanpa peran dan strategi perjuangan kooperatif ini, apakah mungkin kitab Sifat Dua Puluh bisa tercetak dan tersebar sampai saat ini? (Bersambung)

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki (Periset dan Editor Buku 27 Habaib Berpengaruh di Betawi)

- Advertisement -

Berita Terkini