Gila Jika Harga Beras Dijadikan Komoditas Politik oleh Penguasa!

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Agung Wibawanto

Masyarakat Indonesia berharap pemilu berlangsung lancar dan berjalan dengan baik. Quick count oleh lembaga survei sudah dilakukan dan diketahui Prabowo pemenangnya. Perolehan suara Prabowo melebihi ekspektasi siapa saja yang mengikuti perkembangan pemilu. Meski tidak diketahui lembaga survei menggunakan basis data apa? C1 atau Sirekap?

Diketahui pula bahwa data Sirekap banyak kesalahan yang terjadi (Sirekap sendiri berbasis C1). Banyak salah input dari data C1 ke dalam server Sirekap. Semua kesalahan menguntungkan pihak 02 (penggelembungan suara ke 02). KPU pun cepat melakukan klarifikasi bahwa penghitungan resmi KPU menggunakan basis data C1 yang dihitung secara manual berjenjang.

Jadi, penggunaan IT hanya dianggap sebagai back up. Mungkin hanya sebagai gagah-gagahan bahwa pemilu bisa lebih cepat mendapatkan perkiraan hasil pemungutan suara. Ketika server Sirekap mengalami banyak kesalahan, KPU cukup mengakui dan meminta maaf kepada masyarakat tanpa mampu menjelaskan mengapa dan bagaimana kesalahan terjadi? Karena efek dari data Sirekap itu pasti ada.

Contoh saja, jika data Sirekap digunakan oleh lembaga survei untuk melakukan quick count, sudah pasti banyak terjadi kesalahan pula dari hasil quick count. Celakanya, hasil quick count digunakan oleh paslon yang dianggap menang lalu melakukan deklarasi kemenangan. Sesuatu yang sesungguhnya melanggar aturan dalam penyelenggaraan pemilu. Hasil resmi belum diumumkan KPU.

Lepas dari segala carut-marut penyelenggaraan pemilu kali ini, katakanlah sudah ada semacam bayangan pemenangnya. Publik memang mengharapkan ada semacam kepastian hasil yang cepat diketahui daripada berlama-lama karena berefek kepada banyak hal ke depannya. Tidak hanya publik dalam negeri tetapi juga publik luar negeri yang banyak terkait dengan investasi di Indonesia.

Semua berharap politik akan stabil agar pertumbuhan ekonomi juga dapat berjalan baik. Terjadinya kegaduhan akan memakan high cost dalam perekonomian. Tidak heran presiden Jokowi berupaya keras agar pemilu sukses dan semua pihak bisa menerima hasilnya, tanpa perlu unjuk rasa apalagi menuduh pemilu curang. Beberapa komponen masyarakat sipil pendukung Ganjar-Mahfud yang melakukan demo Tolak Pemilu Curang, contohnya.

Aksi yang dijamin konstitusi tersebut sepertinya mendapat hadangan bahkan perlawanan dari kelompok yang pro pemilu lancar. Terlihat mereka saling berhadapan dan bahkan ada beberapa orang yang menyusup melakukan pemaksaan untuk membubarkan kelompok Anti Pemilu Curang. Mereka bertubuh kekar dan terlihat seperti warga Indonesia Timur (diketahui Hercules dkk siap hadapi penolak pemilu).

Namun, asumsi stabilitas politik akan membuat ekonomi stabil, sepertinya ambigu dengan yang terjadi saat ini. Politik relatif stabil, bahkan Prabowo sudah hampir dipastikan menang pilpres, tapi mengapa harga bahan pokok melejit tinggi di pasaran? Cek harga beras dan cabe berapa? Harga beras mencapai Rp. 19.000/kilo, dan cabe naik 100%. Presiden mengatakan stok beras aman bahkan berlimpah lalu mengapa harga beras mahal?

Menteri Perdagangan, Zulhas, mengatakan tidak apa sekali-kali naik, tanpa ada solusi yang ditawarkan hingga bisa dilakuan untuk mengatasi harga melonjak. Ini belum lagi memasuki bulan Ramadhan dan apalagi Idul Fitri yang tradisinya harga-harga kebutuhan pokok akan naik. Jika harga-harga tersebut sekarang ini sudah naik, bagaimana bulan Maret-April nanti? Akan naik berapa kali lipat?

Lalu, apakah ini merupakan sentimen negatif pasar atas terpilihnya Prabowo? Mengapa pemerintah (Jokowi) seperti tidak ada upaya mengatasinya? Atau setidaknya memberi penjelasan kepada publik? Bansos yang kemarin saat kampanye gencar dilakukan mengapa sekarang tidak terdengar lagi? Pembagian sembako dan BLT harusnya efektif menekan angka inflasi, bukan dibagi saat kampanye.

Saya tidak tahu. Banyak masyarakat terutama ibu-ibu mulai ngomel atas kenaikan gila-gilaan beras dan cabe, tapi apakah mereka juga mulai menyesal sudah memilih Prabowo? Mungkin saja mereka menganggap tidak ada hubungannya antara beras mahal dengan siapapun presidennya yang terpilih. Karena presiden saat ini masih Jokowi. Tapi, berbeda dengan pelaku pasar bebas yang biasanya akan merespon positif ataupun negatif atas hasil pemilu di sebuah negara.

Mereka akan memastikan karena setiap capres atau partai pemenang akan memiliki karakter dan kebijakannya masing-masing. Pelaku pasar cenderung senang dengan capres yang pro perdagangan bebas dan tidak banyak menerapkan kebijakan yang membatasi, serta adanya kepastian hukum. Sebaliknya pelaku pasar bebas tidak suka kepada pemerintah atau partai pemenang yang konservatif dan kaku.

Dugaan saya, harga beras naik justru karena belum ada kepastian hasil pemilu. Harga pasar sepertinya dibiarkan diatur oleh mafia rente hingga pedagang eceran. Jokowi saat ini tengah mengelola konflik efek pemilu. Rakyat untuk sementara dibiarkan menjerit hingga nantinya dia muncul sebagai pahlawan yang bisa menekan harga melalui pembagian beras Bulog yang tersedia.

Legitimasi publik masih diharapkan Jokowi untuk mengawal sisa jabatannya sebelum ia serahkan kepada penerusnya. Untuk itu, ia juga melakukan langkah politik yakni membujuk partai koalisi dari kubu 01 maupun 03 untuk mau mendukung setidaknya menerima hasil pemilu nantinya. Namun kiranya hanya PDIP yang terang-terangan menolak bergabung, bahkan akan melanjutkan memperkarakan hasil pemilu ke MK.

- Advertisement -

Berita Terkini