Jokowi, Sebut Penolakan UU Cipta Kerja Terjadi karena Adanya Berita Palsu dan Kesalahan Informasi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Ribuan buruh, mahasiswa, dan pelajar, menggelar unjuk rasa besar-besaran secara nasional pada Kamis (8/10/2020) lalu.

Mereka menolak pengesahan UU Cipta Kerja dan mendesak mendesak supaya pemerintah untuk membatalkan Undang-Undang sapu jagat tersebut.

Ada pula yang mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Penolakan terhadap Omnibus Law UU Ciptaker itu meluas di sejumlah daerah di Indonesia.

Di Jakarta, massa dalam jumlah besar bahkan memaksa mendekati Istana untuk menyampaikan aspirasinya. Namun, petugas kepolisian menyekat massa di beberapa titik sehingga aksi unjuk rasa tak bisa digelar di dekat Istana.

Selain buruh dan mahasiswa, penolakan terhadap Omnibus Law Ciptaker itu juga disampaikan oleh kalangan akademisi hingga ormas besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Banyak alasan yang dikemukakan terkait tuntutan pembatalan itu, mulai dari masalah penghilangan hak cuti pekerja atau buruh, penghapusan ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP), jaminan kesejahteraan, hingga kemudahan perusahaan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Terkait aksi unjuk rasa dan berbagai tuntutan tersebut, Presiden Jokowi akhirnya angkat suara.

Ia menyebut bahwa demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang berlangsung luas di wilayah Indonesia dalam beberapa hari terakhir, terjadi lantaran adanya kesalahan informasi dan berita palsu.

Dalam jumpa pers virtual, Jumat (9/10/2020) petang, Jokowi meluruskan sejumlah isu di dalam UU Ciptaker tersebut.

“Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja dilaterbelakangi disinformasi substansi info dan hoaks media sosial,” kata Jokowi.

Ia mencontohkan, salah satu kesalahan informasi itu antara lain terkait upah minimum, soal hak cuti dan hak upah, hingga pemberhentian kerja atau PHK oleh perusahaan.

Jokowi menyebut isu penghapusan Upah Minimum Provinsi (UMP) hingga Upah Minimum Regional (UMR) sebagai contoh hoaks yang beredar di tengah masyarakat.

“Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut tentang penghapusan UMP (upah minimum provinsi) UMK upah minimum kota kabupaten. Hal ini tidak benar karena faktanya upah minimum regional UMR tetap ada,” tegas Jokowi.

Beberapa hoaks lain mengenai UU Cipta Kerja, kata Jokowi, misalnya upah dibayar per jam, lalu cuti dihapuskan, hingga perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.

“Ada juga yang menyebutkan bahwa upah minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” lanjutnya.

“Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar. Yang benar perusahaan tidak bisa me-PHK secara sepihak. Kemudian juga pertanyaan mengenai ‘benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang?’ Yang benar jaminan sosial tetap ada,” lanjut Jokowi.

Jokowi juga mencontohkan hoaks lain seperti terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), jaminan sosial, hingga perizinan bagi pendidikan.

Ia memastikan bahwa analisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL tidak akan dihapus. Bahkan menurut Jokowi perizinan lingkungan lebih diperketat.

“Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya AMDAL analisis mengenai dampak lingkungan. Itu juga tidak benar. AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat, tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan,” tuturnya.

Jokowi mengklaim bahwa UU Cipta Kerja disahkan karena kebutuhan lapangan kerja baru sangat mendesak. Dia menjelaskan, setiap tahun sekitar 2,9 juta penduduk yang masuk ke pasar kerja.

“Sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat sangat mendesak,” ujar Jokowi.

Presiden melanjutkan, saat ini ada sekitar 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.

Sementara 87 persen dari total pekerja memiliki tingkat pendidikan SMA ke bawah dan 39 persen hanya mengenyam bangku SD.

“Sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya. Jadi UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran,” jelasnya.

Jokowi mengklaim setelah disahkannya UU Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat, terutama kelompok pelaku UMKM, bisa membuka usaha baru.

“Regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit dipangkas. Perizinan usaha untuk usaha mikro kecil (UMK) tidak diperlukan lagi. Hanya pendaftaran saja. Sangat simpel,” katanya.

Dengan pemangkasan perizinan itu, kata Jokowi, juga akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

“Undang-Undang Cipta Kerja ini akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ini jelas karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan secara elektronik, maka pungutan liar pungli dapat dihilangkan,” kata Jokowi.

Jokowi menargetkan berbagai peraturan turunan dari UU Cipta Kerja akan rampung dalam tiga bulan ke depan, sejak naskah tersebut diundangkan.

Untuk merumuskan berbagai peraturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres), Jokowi mengaku siap menampung berbagai masukan.

“Saya perlu tegaskan pula Undang-undang atau UU Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali Peraturan Pemerintah atau PP dan Peraturan Presiden atau Perpres. Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat 3 bulan setelah diundangkan,” kata Jokowi.

Presiden menyatakan, pihaknya terbuka menampung berbagai masukan. Bahkan, ia menyatakan akan mengundang kelompok-kelompok masyarakat untuk memberikan masukan, termasuk masyarakat dari daerah di luar Jakarta.

“Kita pemerintah membuka dan mengundang masukan masukan dari masyarakat dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari daerah-daerah,” ujar Jokowi.

Sementara kepada pihak-pihak yang tidak puas dengan pengesahan UU Cipta Kerja itu, Jokowi mempersilakan mereka untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

“Kalau masih ada, jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja ini, silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK,” kata Jokowi.

Sumber : Tribunnews.com

- Advertisement -

Berita Terkini