Disertasi UI Sebut Pancasila Pilihan Final Muhammadiyah dan NU

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Penelitian Doktor FISIP Universitas Indonesia (UI), Said Romadlan menyebut bahwa bagi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), Pancasila adalah pilihan final dan terbaik.

Hasil penelitian itu jadi salah satu kesimpulan disertasinya yang berjudul Diskursus Gerakan Radikalisme dalam Organisasi Islam (Studi Hermeneutika pada Organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tentang Dasar Negara, Jihad, dan Toleransi.

“Bagi organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Pancasila adalah pilihan final dan terbaik karena Pancasila merupakan hasil perjanjian seluruh elemen bangsa,” jelas Said dalam sidang terbuka Promosi Doktor Ilmu Komunikasi yang dilaksanakan secara daring, Senin (27/7).

Tim promotor gelar doktoral Said terdiri dari Prof Dr Ibnu Hamad, M.Si (Promotor) dan Prof Effendi Gazali, M.Si M.P.SI.D Ph.D (Kopromotor). Said berhasil dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan.

Said menjelaskan bahwa penerimaan Muhammadiyah dan NU terhadap Pancasila bukanlah pandangan politik yang didasarkan atas kepentingan pragmatis dan jangka pendek.

Pandangan kedua organisasi Islam moderat ini dihasilkan melalui proses refleksi dan dialektika keduanya atas sejarah lahirnya Pancasila, di mana tokoh-tokoh Muhammadiyah dan NU terlibat langsung.

“Selain itu, secara kontekstual peneguhan sikap Muhammadiyah dan NU atas Pancasila juga merupakan perlawanan kedua organisasi Islam ini terhadap upaya-upaya kelompok-kelompok tertentu yang hendak mengganti dan mengubah Pancasila,” ujar Said.

Said dalam disertasinya juga mengungkap ada perbedaan pemahaman dan sikap antara Muhammadiyah dan NU terhadap Pancasila.

Dalam pemahaman Muhammadiyah, kata dia, Pancasila adalah darul ahdi wa syahadah (Negara Konsensus dan Kesaksian). Sedangkan NU memahami Pancasila sebagai mu’ahadah wathaniyah (Kesepakatan Kebangsaan).

Menggunakan metode penelitian analisis isi hermeneutika, Ia menjelaskan perbedaan pemahaman dan sikap Muhammadiyah dan NU atas Pancasila merupakan hasil penafsiran ayat Al-Quran yang juga berbeda.

“Muhammadiyah merujuk pada Al Quran Surat Saba’ ayat 15 “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”, yang artinya: “sebuah negeri yang baik dan berada dalam ampunan Allah SWT”. Kalimat tersebut oleh Muhammadiyah ditafsirkan sebagai Negara Pancasila,” kata Said.

“Sedangkan NU mengacu pada Al Quran Surat al-Baqarah ayat 30: “khalifah fil ardhi”, “khalifah” ditafsirkan NU sebagai melaksanakan amanat Allah melalui NKRI dan Pancasila,” jelas dia.

Disertasi Said juga menjelaskan pandangan Muhammadiyah dan NU mengenai jihad dan toleransi terhadap nonmuslim.

“Dalam pandangan Muhammadiyah dan NU jihad bukanlah diwujudkan dalam bentuk kekerasan, apalagi terorisme,” kata dia.

Bagi Muhammadiyah jihad adalah jihad lil-muwajahah, yakni bersungguh-sungguh menciptakan sesuatu yang unggul dan kompetitif.

Sedangkan bagi NU jihad adalah sebagai mabadi’ khaira ummah, yaitu bersungguh-sungguh mengutamakan kemaslahatan umat.

Ia menuturkan, sejak awal Muhammadiyah dan NU dikenal sebagai organisasi Islam yang toleran terhadap non-muslim.

Bagi Muhammadiyah toleransi terhadap nonmuslim sebagai ‘ukhuwah insaniyah’ (persaudaraan kemanusiaan), sedangkan bagi NU adalah sebagai ‘ukhuwah wathaniyah’ (persaudaraan kebangsaan).

Muhammadiyah dan NU, lanjut Said, punya peran penting sebagai kekuatan civil Islam. Terutama dalam melakukan gerakan penyadaran dan perlawanan terhadap gerakan radikalisme yang dianggap antidemokrasi dan menyimpang dari ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil-alamin.

“Salah satu bentuk penyadaran dan perlawanan terhadap gerakan radikalisme adalah dengan terus menciptakan narasi-narasi sebagai kontra-diskursus atas pemahaman kelompok-kelompok Islam radikal mengenai isu-isu radikalisme,” kata dia.

Sumber : CNNIndonesia.com

- Advertisement -

Berita Terkini