Pengkaderan HMI dan Aktualisasi HMI 10 Tahun Kedepan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Tujuan HMI yang termaktub dalam AD Pasal 4 mempunyai nilai developmental, karena di dalam rumusan tujuan HMI yang pertama dapat berfungsi sebagai tolak ukur sampai seberapa jauh HMI dapat memberikan partisipasi dalam membela, mempertahankan, membina, membangun Negara Kesatauan Republik Indonesia.

Di dalam totalitas kehidupan bangsa Indonesia, maka HMI adalah organisasi yang berasaskan Islam, berstatus sebagai organisasi mahasiswa yang berperan sebagai generasi muda bangsa dan berfungsi sebagai organisasi kader yang berwatak/bersifat independen.
Pemantapan fungsi perkaderan HMI tersebut ditambah dengan satu kenyataan bahwa Bangsa Indonesia sangat kekurangan akan tenaga intelektual yang memiliki keseimbangan hidup yang padu antara pemenuhan tugas dunia dan ukhrawi, ilmu dan iman, individu dan masyarakat, serta tuntutan peranan kaum intelektual yang kian besar dimasa mendatang.
Kemudian berdasarkan faktor tersebut, maka HMI menetapkan tujuannya yang dirumuskan dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI : “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.

Dengan adanya rumusan tersebut, maka pada hakikatnya HMI bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik dan kuantitatif, tetapi sebaliknya HMI adalah lembaga pengabdian dan pengemban ide secara kualitatif harus mendidik, memimpin anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif.

Hadirnya HMI ditengah kemelutnya kemerdekaan Indonesia dengan rumusan tujuan dalam pasal 4 Anggaran Dasar tersebut adalah dalam rangka menjawab dan memenuhi dasar Bangsa Indonesia setelah mendapatkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 guna memformulasikan dan merealisasikan cita-cita hidup bangsa Indonesia dan tujuan bangsa Indonesia yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4. Pada pasca kemerdekaan Indonesia, timbul tuntutan agar cita-cita HMI dapat direalisasikan dan diwujudkan. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut didasari dengan niat mewujudkan kehidupan masyarakat adil makmur. Maka sejak saat itulah perlunya pembangunan nasional.

Untuk melakukan pembangunan Nasional, diperlukan adanya ilmu pengetahuan. Pemimpin Nasional yang dibutuhkan adalah negarawan yang “problem solving”. Selain ilmu pengetahuan, diperlukan juga adanya akhlak dan Iman sehingga mereka mampu melaksanakan tugas kemanusiaan sebagai bentuk amal saleh. Manusia yang demikian mempunyai garansi objektif untuk mengantarkan bangsa Indonesia kedalam suatu kehidupan yang sejahtera, adil makmur serta bahagia.

Seperti yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke dua, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Cita-cita bangsa indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat secara formal telah dicapai, tetapi untuk menjadikan negara yang adil makmur masih perlu diperjuangkan. Suatu masyarakat atau kehidupan yang adil dan makmur hanya akan terbina dan terwujud dalam suatu pembaruan dan pembangunan terus menerus oleh manusia-manusia yang berilmu dan berperikemanusiaan, dengan mengembangan nilai-nilai kepribadian bangsa. Disitulah letak peran HMI sebagai organisasi yang berfungsi sebagai organisasi perkaderan yang mencetak output sebagai motor penggerak pembangunan guna menciptakan masyarakat adil makmur dan sejahtera.

Suatu hal yang paling penting dicatat adalah, HMI yang baik adalah HMI yang tidak hanya berguna bagi ummat Islam, tetapi juga bagi bangsa dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. HMI anak kandung umat Islam, sekaligus anak kandung bangsa yang tercinta ini.

A. Pengkaderan HMI

Pengkaderan HMI yang an sich menjadi jantung HMI itu sendiri setidaknya mengusung lima landasan pengkaderan, HMI menjadikan konsepsi teologis sebagai landasan utama sebelum beraktifitas didalam pengkaderan, juga menjadikan manusia sebagai objek mutlak pendidikan dan pengkaderan HMI itu sendiri.

Manusia yang becoming adalah manusia yang mempunyai kesadaran akan aspek transandental sebagai realitas tertinggi. Dalam hal ini konsepsi syahadat akan ditafsirkan sebagai monotheisme radikal. Kalimat syahadat pertama berisi negasi yang meniadakan Tuhan selain Allah. Kalimat kedua berisi penegasan ataz zat yang Maha tunggal yaitu Allah AWT. Dalam menjiwai konsepsi tersebut maka perjuangan manusia diarahkan untuk melawan segala sesuatu yang membelenggu manusia dari yang dituhankan selain Allah.

Dalam menjalani fungsi kekhalifahannya maka internalisasi sifat Allah dalam diri manusia haaris menjadi sumber inspirasi. Dalam konteks ini, tauhid menjadi aspek progresif dalam menyikapi persoalan mendasar manusia. Karena Allah adalah pemelihara kaum yang lemah (mustadh’afin) maka meneladani sifat Allah juga berarti harus berpihak kepada kaum mustadh’afin. Pemahaman ini akan mengarahkan pada pandangan bahwa ketauhidan adalah nilai-nilai yang bersifat transformatife, membebaskan, berpihak dan bersifat revolusioner. Spirit inilah yang harus menjadi paradigma dalam sistem perkaderan HMI.

Proses Perkaderan

Proses perkaderan di HMI adalah proses pendidikan berjenjang, konsepsi ini dibuat sebagai upaya memberikan ruang diskusi yang lebih sistematis bagi setiap kader, karena sifat ilmu pengetahuan itu sistematis dan watak intelektual itu juga sistematis.

a. Training Formal

Training formal adalah training berjenjang yang diikuti oleh anggota dan setiap jenjang merupakan prasyarat untuk mengikuti jenjang berikutnya. Dalam training formal HMI terdiri dari 3 training, yaitu Latihan kader I (Basic Training) bertujuan “ terbinanya kepribadian muslim yang berkualitas akademis, sadar akan funsi dan perannya dalam berorganisasi serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan kader bangsa”, Latihan kader II (Intermediate Training) bertujuan “ terbinanya kader HMI yang mempunyai kemampuan intelektual dan mampu mengelola organisasi serta berjuang untuk meneruskan dan mengembangkan misi HMI”, Latihan Kader III (Advance Training) bertujuan untuk “terbinanya kader pemimpin yang mampu menterjemahkan dan mentransformasikan pemikiran konsepsional secara profesional dalam gerak perubahan sosial.

b. Training In-Formal

Training informal adalah training yang dilakukan dalam rangka meningkatkan pemahaman dan profesionalisame kepemimpinan serta keorganisasian anggota. Training ini terdiri dari PUSIDIKLAT Pimpinan HMI, Senior Course, Latihan khusus kohati, Up-Grading kepengurusan, Training senior course Up-grading kepengurusan, Up-grading kesekretariatan, pelatihan kekaryaan. Training ini bertujuan “terbinanya kader yang memiliki skill dan profesionalisme dalam bidang manajerial, keinstrukturan, keorganisasia, kepemimpinan dan kewirausahaan dan profesionalisme lainnya”.

Selain itu kultur kehidupan di HMI, khususnya komisariat adalah adanya kajian-kajian diskusi, diskusi informal, forum-forum ilmiah dan kegiatan lainnya yang membangun wacana kritis bagi kader.

Tujuan training formal maupun informal ini bertujuan mewujudkan cita-cita organisasi, sehingga dalam proses perkaderan menghasilkan output yang berkualitas insan cita yang mampu mengemban misi bangsa Indonesia.

Menggagas pendidikan non formal HMI dalam mencetak kader penerus dalam membangun bangsa. HMI sebagai Second Campus yang menerapkan sistem pendidikan informal diluar kurikulum lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi. Tuntutan HMI sebgai mesin pencetak manusia berkualitas sudah menjadi tugas moral yang harus dilaksanakan HMI. Kultur yang dibangun HMI adalah kultur intelektual, dimana kultur ini menjadi budaya yang akan menjadi kebiasaan kader yang tidak didapatkan di kelas-kelas perkuliahan.

Mengagas pendidikan non formal menjadi upaya HMI dalam menghadapi realita sistem yang menjadi tuntutan setiap insan di Indonesia agar tidak terlena oleh sistem yang ada saat ini. HMI, sebagai sebuah organisasi Mahasiswa Islam yang bersentuhan langsung dengan pergurua tinggi, sesungguhnya dapat berperan langsung membina sebuah kuliah nonformal. Pada Undang-Undang RI no.20 tahun 2003 Tentang Sitem Pendidikan Nasional, Bab VI, Pasal 13 ayat satu (1) disebutkan : Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pada ayat dua (2) disebutkan : Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan atau melalui jarak jauh.

Berdasarkan bunyi Undang Undang tersebut dapat diambil pengertian bahwa masyarakat dapat turut serta melaksanakan pendidikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Pendidikan non formal dapat dilaksanakan oleh sebuah lembaga untuk melengkapi pendidkan formal yang sudah tersedia.

Dengan landasan seperti dijelaskan diatas, HMI dapat berperan sebagai bagian dari tenagga pendidikan dalam kuliah semacam ini dimana persoalan administrasi, pelaksanaan, dan pengawasan perkuliahan dilakukan.

Ada tujuh materi pokok yang merupakan kunci mengenai hakikat dan tujuan ilmu menurut pandangan islam dan menunjukkan hakikat asasi akan kesinambungan kesalingtergantungan antara konsep yangg satyu dengan yang lain yang dirumuskan oleh Syed Naquib al-Attas dalam kosasih. Konsep itu adalah :

• Konsep Agama (Din al-Islami)
• Konsep manusia (al-insan)
• Konsep ilmu (al-ilm dan al-ma’rifat)
• Konsep kebijaksanaan (al-hikmah)
• Konsep keadilan (al-adl)
• Konsep perbuatan benar (amal sebagai adab)
• Konsep universitas

Secara praktis, yang pertama adalah mengenai tujuan mencari ilmu dan keterlibatan dalam proses pendidikam; yang kedua mengenai ruang lingkupnya; yang ketiga mengenai kandungan; yang keempat mengenai kriteria dalam hubungannya dengan yang ketiga; yang kelima mengenai pengaturannya dalam hubungannya dengan yang keempat; yang keenam mengenai kaidah (method) dalam hubungannya yangpertama hingga yang kelima; yung ketujuh mengenai bentuk pelaksanaan dalam hubungannya dengan semua yang terdahulu.

Tujuh konsep tersebut akan disesuaikan dengan keperluan dan kondisi masing-masing lembaga. Kuliah nonformal semacam ini, dapat menjadi sebuah pola yang baku yang dapat dilakukan HMI disetiap kampus. Bahkan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan secara profesional. Program ini ialah bentuk program nyata yang dapat dirasakan langsung oleh mahasiswa islam disetiap kampus. Peningkatan kualitas keagamaan mahasiswa tentu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas bangsa. Jika banyak mahasiswa memiliki kualitas spiritual yang memadai, pada masa yang akan datang, kualitas peradaban Indonesiapun akan semakin baik.

B. Aktualisasi dan Peran HMI 10 Tahun Kedepan

Sejak awal HMI hadir telah memprokalimrkan sebagai organisasi perjuangan dan organisasi perkaderan yang berwajah ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Oleh karena itu HMI tidak lepas dari perannya sebagai pondasi-pondasi yang kokoh dalam pembangunan bangsa. Hal tersebut akan menjadi konsistensi bahwa HMI menjadi tulang punggung bangsa.

Dari masa ke masa HMI sukses menciptakan mahasiswa yang progresif dan kritis serta telah melahirkan tokoh-tokoh intelektual dan cendekiawan seperti Anis Baswedan yang sukses dibidang akademiknya, Akbar Tanjung dibidang politik. Tokoh-tokoh intelektual ini yang menjadi penopang pembangunan bangsa melalui pemikiran-pemikirannya maupun perannya sebagai insan kamil. Dengan hadirnya tokoh-tokoh intelektual dan cendekiawan ini yang melahirkan eksistensi HMI sehingga sampai saat ini HMI masih dikenang.

Perkaderan HMI merupakan strategi besar perjuangan HMI sebagai organisasi perkaderan dan organisasi perjuangan dalam menjawad tantangan zaman. Lantas, apa peran HMI dimasa mendatang (10 tahun kedepan) ? HMI memiliki peran strategis dalam upaya membangun dan menyiapkan sumber daya yang berkualitas di abad 21 ini. Peran tersebut peran yang telah dimiliki perguruan tinggi, tidak lepas dari peran kemahasiswaannya. Oleh sebab itu aktualisasi dan peran HMI 10 tahun kedepan sebagai upaya HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Melahirkan Kader Berkualitas Insan Citadengan memperkuat basis kelompok intelektual.

Satu windu pertama HMI berdiri HMI sangat cepat dikenal, banyak mahasiswa yang mengenal HMI dan tertarik dengan HMI, pada saat itu HMI dengan cepat merekrut mahasiswa, semua ini karena pada saat itu HMI memiliki kelompok-kelompok belajar yang saat itu disebut tentir club. Banyak mahasiswa tertarik dengan kelompok belajar ini, karena di tentir club mahasiswa bisa mendiskusikan tugas-tugas kuliahnya disamping juga berdiskusi tentang diskursus-diskursus keislaman dan kebangsaan.

Sebagai organisasi kemahasiswaan, HMI menjadi wadah pembelajaran diluar kurikulum perguruan tinggi terutama yang dapat dijadikan wadah penampung kreatifitas dan inovatif mahasiswa. Agar menghasilkan kader kualitas insan cita, HMI harus menjaga bangunan intelektual yang telah dikokohkan.

HMI Sebagai lembaga pembelajaran di luar kurikulum akademik perguruan tinggi, diharapkan dapat memberi kontribusi besar terhadap proses pematangan mahasiswa sebagai kelompok masyarakat terpelajar. Dengan proses pembelajaran yang akan melahirkan manusia-manusia unggul masa depan. Yaitu manusia-manusia yang cerdas, terampil, memiliki etos kerja tinggi, semangat dan daya juang yang bergelora, sehingga siap dan mampu menyongsong kehidupan kompetitif global dan menciptakan masyarakat madani.

2. Menguatkan Pondasi Nasionalisme Dengan Memperkukuh Wawasan Kebangsaan.

HMI adalah organisasi perkaderan dan perjuangan. Kebangsaan sebagai alat gerak HMI dalam melakukan perjuangan. Oleh karena itu HMI dituntut untuk mengenal bangsanya agar dapat berjuang dijalan yang benar sehingga perjuangan HMI tidak hanya untuk kepentingan HMI belaka, melainkan kepentingan ummat.

3. Menggiatkan Program Pengabdian Masyarakat.

HMI sebagai organisasi perkaderan yang dibina secara terus menerus untuk mensejahterakan kehidupan bangsa, adil makmur sehingga realisasi untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pengabdian masyarakat.
4. Penguasaan IPTEK.

Efek dari revolusi 4.0 membuat HMI mau tidak mau harus adjusment terhadap zaman, upaya ini dilakukan sebagai upaya untuk tetap survive terhadap perkembangan zaman. Meski HMI dilahirkan sebagai organisasi pergerakan dan perkaderan ini tidak lepas dari peran HMI dalam menjawab tantangan di zaman mendatang. Di era mondial saat ini IPTEK sangat dibutuhkan disegala bidang. HMI harus bisa mengikuti arus perkembangan zaman sehingga mampu memanfaatkan informasi-informasi sebagai bahan rujukan dalam mengaplikasikan peran HMI.

5. Memperkuat Basis Kepemimpinan.

HMI sebagai wadah strategis dalam pembentukan karakter kepemimpinan. HMI sebagai organisasi kader terbesar di Indonesia telah menyumbangkan banyak kadernya dalam estafet kepemimpinan nasional Indonesia dari tahun ke tahun. Nama-nama kader HMI dewasa ini menghiasi jajaran kepemimpinan nasional Indonesia seperti Laode M. Kamaluddin, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, Anas Urbaningrum, Anis Baswedan, Mahfud MD, Mulyaman Hadad, Marwah Daud, Ida Nasution, Lena Maryana, Marzuki Ali, Wa Ode Ida, dll.
Bangsa Indonesia membutuhkan kader-kader tangguh seperti tokoh-tokoh intelektual yang sudah menjajaki kehidupan kepemimpinan yang sesungguhnya di kepemimpinan nasional. Demi terjaganya kualitas kader, HMI memandang perlu selalu adanya peningkatan-peningkatan kekuatan karakter kepemimpinan sehingga mampu menjadi estafet kepemimpinan nasional.

Penulis adalah Fachri Husaini Hasibuan

- Advertisement -

Berita Terkini