Harga Cabai Bakalan Turun, Tetapi Harapan Deflasi Musnah Karena Ada Kenaikan Harga BBM

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Rata rata nasional deflasi sebesar 0.21%, Sementara Sumut deflasi 0.3% pada bulan Agustus kemarin. Realisasi tersebut tentunya mengurangi laju tekanan inflasi yang belakangan mengalami kenaikan beruntun dengan angka yang cukup signifikan. Kita boleh sedikit bernafas lega dengan kondisi tersebut, tetapi tantangan kedepan masih sangat berat, bahkan jauh lebih berat.

Hal itu dikatakan Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, Jumat (2/9/2022).

“Deflasi bulan Agustus sangat berpeluang menjadi deflasi terakhir di tahun ini. Selanjutnya kita akan berhadapan dengan rencana kenaikan harga BBM. Yang bisa membuat laju tekanan inflasi melompat hingga mencapai 6.4% di penghujung tahun. Meskipun di bulan September ini ada kemungkinan terjadinya penurunan harga cabai yang cukup tajam,” ujarnya.

Benjamin memperkirakan, sekalipun curah hujan cukup tinggi, harga cabai tetap berpeluang turun hingga di kisaran 50 ribuan. Tentunya sangat berpeluang mendorong terciptanya deflasi besar di bulan September. Namun harapan tersebut tidak bisa kita harapkan lagi. Sekalipun potensi deflasi yang diciptakan cabai merah nantinya bisa mencapai 0.5% hingga 0.7%.

“Namun, laju tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM akan membuat ekonomi nasional maupun Sumut mencetak inflasi. Hingga tutup tahun nantinya inflasi akan tetap menghantui ekonomi kita. Dan ini bukan kabar baik tentunya. Pengendalian inflasi kedepan kian rumit, dengan skenario dimana lompatan inflasi bisa saja kembali terjadi secara tidak terduga,” kata Benjamin.

Selain kenaikan harga BBM, lanjutnya, potensi lompatan harga komoditas dunia khususnya energy juga masih akan terjadi di akhir tahun ini. Terlebih eropa saat ini tengah berhadapan dengan krisis energy, dimana pasokan gas dari rusia sementara dihentikan. Ini akan berdampak pada potensi lompatan inflasi lanjutan, yang bisa merembet kepada kenaikan harga sejumlah kebutuhan masyarakat di tanah air.

“Terlebih masalah energi ini juga sangat erat kaitannya dengan masalah geopolitik di Eropa. Jadi bukan dikarenakan adanya sisi permintaan dan penawaran yang tidak seimbang. Tetapi memang pasokan tengah dikendalikan oleh si produsen sehingga memicu terjadinya kenaikan harga. Ini bisa berdampak pada memburuknya harga enerji dunia yang bisa menggiring kita masuk dalam tekanan ekonomi tinggi,” kata Benjamin

Dikatakannya, musim dingin di Eropa ini bisa menjadi kabar buruk bagi perekonomian global. Bisa memicu tensi geopolitik yang kian memanas. Dan bisa memicu terjadinya masalah baru yang tak terduga yang bisa membuat laju tekanan inflasi kedepan lebih sulit untuk dikendalikan. Jadi kita harus mempersiapkan diri dengan skenario yang terburuk.

“Dan yang terburuk itu bukan kenaikan harga BBM nantinya. Karena kenaikan harga BBM sendiri sudah bisa diperhitungkan dampaknya sejak ini. Tetapi yang terburuk sesuatu yang tak terdua dan diluar kemampuan kita untuk mengendalikannya,” jelas Benjamin. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini