Soal Perhutanan Sosial, Dishut Provsu Akan Ambil Sikap Tegas kepada Oknum Pengusaha Sawit

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (Dishut Provsu) menggelar rapat penyelesaian konflik antara Kelompok Tani Nipah Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, dengan oknum pengusaha perkebunan sawit berinisial Immanuel Sibuea yang berdiri diatas areal Perhutanan Sosial, di Aula Dishut Provsu di Jalan Sisingamangaraja Km 5,5 No 14 Marindal, Medan, Selasa (16/2/2021) sore.

Dalam pertemuan itu, selain menyampaikan penyelesaian persoalan dugaan penganiayaan yang dilakukan Ketua dan Anggota Kelompok Tani Nipah kepada pekerja perkebunan sawit, Kepala Dinas Kehutanan Provsu Ir Herianto MSi juga menyampaikan terkait status 65 hektar lahan sawit yang berada di areal perhutanan sosial yang dikelola kelompok tani seluas 242 hektar.

Tak hanya itu, Herianto juga menegaskan, akan mengambil sikap tegasnya kepada pihak Immanuel Sibuea untuk menyampaikan pengaduan terhadap Immanuel Sibuea ke Poldasu.

“Jika dalam 7 hari ini pihak Immanuel Sibuea tidak dapat menunjukkan alas hak atas tanahnya yang otentik, kami akan mengambil sikap tegas dan melaporkannya ke Poldasu, terkait penguasaan dan pengusahaan kawasan hutan tanpa hak,” tegasnya.

Melalui Kabid Penatagunaan Kawasan Hutan (PKH) Dishut Provsu Joner ED Sipahutar, Herianto menyampaikan, bahwa sejak tanggal 24 Juni 2018 silam, lahan perkebunan sawit itu ditetapkan masuk ke dalam kawasan Hutan Produksi Tetap, seiring dengan dikeluarkannya SK.6187/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) antara Kelompok Tani Nipah Dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah-1 Stabat.

Joner menambahkan, sesuai Permenhut No P.44 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan Pasal 57, Terhadap hak atas tanah yang diterbitkan oleh pejabat berwenang sebelum diterbitkannya peta register hutan, penunjukan parsial, Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan (RPPH)/Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang merupakan lampiran dari Keputusan Menteri Pertanian/Kehutanan tentang penunjukan areal hutan di provinsi merupakan kawasan hutan, maka hak atas tanah diakui dan dikeluarkan keberadaannya dari kawasan hutan.

“Itupun yang bersangkutan harus bisa menunjukkan bukti alas haknya, baru bisa arealnya itu dikeluarkan dari kawasan hutan tersebut. Selama 3 tahun sejak ditetapkannya areal sawit itu masuk dalam kawasan hutan produksi, pihak kebun hingga saat ini belum menunjukkan alas haknya,” sambung Joner. (tim)

 

- Advertisement -

Berita Terkini