Radikalisme Teriak Radikalisme

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Wacana menghapus pendidikan agama di sekolah kembali menggelinding akhir-akhir ini. Pendidikan agama disinyalir oleh sebagian pihak memicu timbulnya ‘radikaalisme’ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Terjadinya aksi bom bunuh diri di berbagai tempat di Indonesia dilakukan oleh mereka yang radikal dan dikaitkan dengan pendidikan agama yang diajarkan di sekolah-sekolah di negara ini.

Apakah tesis ini benar adanya? Tentunya harus diuji dan dianalisis dengan melihat kurikulum pendidikan agama yang berkembang di tanah air.

FGD yang dilangsungkan di UIN Sumatera Utara pada (17/12/2019) yang dihadiri oleh Kakan Kemenag Wilayah Sumut menyimpulkan bahwa dari sisi materi dan para guru yang mengajarkan, tidak ditemukan aspek yang mengarahkan para siswa untuk melakukan tindakan radikalisme. Wacana pengahapusan pendidikan agama tidak relevan dan bukan jawaban yang tepat untuk mengikis radikalisme di Indonesia.

Gagasan itu bahkan kontraproduktif dan bertentangan dengan dasar negara Indonesia yang berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Aplikasi pendidikan agama adalah pengamalan Pancasila. Pancasila bukan untuk dituliskan tapi diamalkan dan ditanamkan lewat pendidikan agama.

Sejarah kebangsaan kita mencatat bahwa pada awalnya pendidikan agama bersifat opsional pada tahun 1950 dan berlangsung hampir 20 tahun. Sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi wajib mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi demi basmi ateisme dan marxisme yang berkembang di tanah air yang puncaknya terjadinya gerakan 30 September 1965.

Bahkan sejak tahun 1990 hingga sekarang isi kurikulum wajib memuat pendidikan Pancasila dan agama. Pendidikan agama adalah hak setiap anak Indonesia. Tujuan pendidikan Nasional juga mencantumkan asas religius dan berkarakter sebagai target capaian dari proses pendidikan di Indonesia.

Dengan demikian, wacana penghapusan pendidikan agama adalah sesuatu yang absurd dan utopis, tanpa mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Mereka yang melempar wacana atau berjuang ke arah itulah sesungguhnya gerombolan radikalis yang berniat mengusung tafsir yang bertentangan secara diametral dengan Pancasila itu sendiri.

Para pewacana ini perlu dicari dan diadili oleh negara karena berupaya berwacana dengan sesuatu yang bertentangan dengan dasar negara. Fa’tabiru…

Penulis : Dr. Salamuddin, M.A

- Advertisement -

Berita Terkini