Generasi Muda Sebagai Inkubator Pemilu Raya 2024

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, OPINI – Pemilihan umum sebagai sarana kedaulatan rakyat (Pasal 2, UU No. 2 Tahun 2017) merupakan pesta rakyat yang sesungguhnya. Dijalakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, rakyat diposisikan sebagai penentu dari hasil pemilihan umum. Namun melihat kondisi Pemilihan umum beberapa periode sebelumnya, kedaulatan rakyat tersebut nyatanya dapat dimanupulasi elite. Mulai dari politik identitas yang menyebabkan mobilisasi terhadap pemilih, hingga kampanye hitam yang membangun dan merekayasa opini publik.

Hal ini menyebabkan hasil pemilihan umum tidak lahir dari pemilih rasional, pemilih yang mendasarkan supply and demand pada gagasan dan kebutuhan. Hal yang menarik juga dinyatakan Toto (2023) bahwa pendukung lebih memahami secara komprehensif kesalahan dan kekurangan rivalnya dibandingkan keunggulan calon dukungannya sendiri. Artinya iklim yang terbangun dalam suasana kampanye bukan lagi diskursus kebangsaan yang mencari pemimpin dengan gagasan dan ide relevan untuk kondisi negara saat ini.

Menyambut pemilihan umum 2024, proposisi pemilih muda menjadi pembeda dibandingkan periode sebelumnya. Proposisi pemilih muda saat ini mencapai 53-55% atau 107-108 juta orang. Generasi muda yang dimaksud masuk dalam cluster generasi z dan millenial yang secara identitas sebagai generasi digital dikarenakan terlahir berdampingan dengan perkembangan teknologi digitalisasi (media sosial).

Sejalan dengan hal tersebut, proses politik saat ini juga tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan teknologi digital. Sebagai contoh, Prof. Fachry Ali menyematkan gelar Post elite leader terhadap presiden Joko Widodo. Hal ini dikarenakan Presiden Joko Widodo merupakan satu-satunya presiden Indonesia yang memulai karir politik dari Wali Kota. Dalam hal itu presiden Joko Widodo berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya yang berasal dari elite partai maupun kalangan kelas atas.

Lebih lanjut, Prof Fachry Ali menjelaskan bahwa kemenangan Joko Widodo dikarenakan perkembangan konvergensi media. Hal ini menyebabkan media digital terintegrasi dalam satu genggangam (Handphone & platform media sosial). Kondisi tersebut dimanfaatkan untuk membangun elektabilitas dan opini publik terhadap calon yang diusung (dalam hal ini Presiden Jokowi) karena pesan kampanye dapat dengan mudah menyebar dan menyentuh seluruh kalangan masyarakat tanpa terkecuali.

Aktivasi Pemilih Muda

Salah satu indikator kualitas demokrasi sebelum masuk kedalam substansinya (pemilihan umum) adalah keterlibatan masyarakat, atau partisipasi masyarakat. Artinya keterlibatan pemilih muda dengan proposisi yang melebihi 50% suara nasional tentunya sangat menentukan hasil dalam pemilihan umum tahun 2024 nanti. Maka dari itu, aktivasi pemilih muda merupakan gerakan kunci untuk menciptakan demokrasi yang substansial dalam pemilihan umum 2024.

Dalam konsep literasi politik terdapat tiga tingkatan yaitu; tahu, paham, dan partisipasi atau tindakan. Partisipasi merupakan tingkatan tertinggi dalam konsep literasi politik, dimana hal ini tentunya harus memenuhi dua tingkatan sebelumnya. Reno Fernandes (2022), dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat literasi politik generasi muda hanya berada pada poin 55,05 dengan kriteria rendah atau berada pada tahap tahu.

Kondisi tersebut tentu menjadi tantangan nyata bagi upaya menciptakan demokrasi yang substansial. Penyelenggara pemilihan umum tentu harus mengambil peran sentral untuk mengaktivasi pemilih muda. Namun begitu pendidikan politik menjadi bagian dan tanggung jawab dari semua unsur yang ada di negara ini tanpa terkecuali. Baik itu pemerintah, partai politik, media massa, bahkan sekolah atau kampus, termasuk penyelenggara pemilihan umum dan para kandidat dalam pemilihan umum.

Pendidikan politik dalam kampanye ruang digital dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan proses kampanye itu sendiri. Dimana pesan politik sebaiknya disesuaikan dengan ciri khas pemilih pemula, seperti: sederhana, praktis, menarik dan mudah dipahami. Bukan hanya itu, sosialisasi pemilihan umum pun harus disesuaikan dengan ciri khas tersebut, sehingga diharapkan dapat meningkatkan literasi politik pemilih muda naik pada tahap memahami.

Pemilih Muda Agen Demokrasi

Salah satu potensi pemilih muda disamping tingkat literasi politiknya yang cenderung rendah ialah kemampuan cakap digital yang dimiliki. Disaat kampanye gencar dilaksanakan dalam ruang digital, tentu kemampuan literasi digital akan sangat menentukan. Bagaimana pemilih muda mesti menjadi pelopor dalam filterisasi narasi kampanye yang dikemukakan oleh kandidat yang berkontestasi dalam pemilihan umum. Bahkan pemilih muda sudah seharusnya mengambil alih pembangunan opini publik pada bahasan yang lebih substansial.

Pemilih muda juga akan sangat mempengaruhi transaksional dalam pemilihan umum nantinya dengan proposisi yang cukup tinggi. Hal ini juga mesti diperhatikan, kandidat pilihan pemilih muda bukanlah mereka yang tampil muda secara simbolik, namun muda secara gagasan. Pemilih muda juga mesti menggiring pembicaraan di ruang digital pada isu-isu yang konsen menjadi perhatian generasi muda. Dan keluar dari pembicaraan isu-isu kuno yang selalu mengedepankan isu politik identitas atau kencenderungan-kecenderungan personal kandidat.

Sudah seharusnya pemilih muda berkomitmen untuk terus berbagi pengetahuan politik baik melalui diskusi-diskusi langsung maupun secara online. Pada akhirnya, proposisi pemilih muda yang tinggi bukan hanya dimaknai sebagai partisipasi dalam pemilihan. Tetapi juga harus dimaknai sebagai inkubator demokrasi dengan membangun benteng terhadap kebiasaan lama yang mengedepankan politik populisme dan kampanye hitam lainnya.

Satu hal terpenting, kehadiran pemilih muda harus mampu mempelopori masyarakat untuk keluar dari perbincangan yang tidak substansial. Pembicaraan yang meletakkan basis pembahasan pada pembangunan citra berdasarkan karakter, golongan, dan lainnya. Pembicaraan yang harus dibangun mesti berorientasi pada tawaran gagasan, dan arah pembangunan satu periode kedepannya. Sama halnya dengan pepatah yang mengatakan “pemuda tidak dapat bicara banyak tentang pengalaman, tetapi pemuda dapat menawarkan masa depan”.

Penulis : Rahmaddian (Rumah Pemberdayaan Indonesia/ Pemantau Pemilu Independen Bawaslu RI Koordinator Wilayah Provinsi Riau)

- Advertisement -

Berita Terkini