Kritik Masinton Adalah Fungsi DPR

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Fungsi DPR RI berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 memiliki tiga aspek, yaitu fungsi legislatif, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan, dalam konsep trias politika, DPR memegang peran sebagai lembaga legislatif dengan fungsi untuk membuat dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan para anggota DPR terdiri dari berbagai anggota parpol (partai politik) yang terpilih melalui pemilihan umum.

Sehingga anggota DPR RI sangat memiliki kewenangan dalam mengawasi dan memastikan seluruh perangkat pelaksana pemerintahan atau eksekutif, walaupun misalnya kepala pemerintahan berasal dari Partai Politik yang sama.

Dengan budaya masyarakat yang lebih mengedepankan sentiment emosional dalam melihat pelaku politik, maka sangat sering terjadi, kritik atau sanggahan dari salah satu pelaku politik seperti anggota DPR terhadap pelaksana pemerintahan, justru dianggap sebagai serangan kepada suku, agama atau ras.

Sehingga tidak jarang ditemukan pengkultusan individu dimanfaatkan elit politik untuk menjaga pengaruhnya, dengan memanfaatkan sentimen kesukuan, akhirnya para pendukung yang berlandaskan sentiment akhirnya menyerang atau membully (serangan di era digital) terhadap pengkiritik individu yang kultuskan.

Bahkan jika terjadi antar sesama suku, seperti ketika Masinton Pasaribu sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, justru diserang dengan berbagai bullyan di media social, akibat mengkritik dengan keras pernyataan Menteri Koodinator Maritim dan Investasi Jenderal Luhut Binsar Panjaitan.

Kapasitas Masinton Pasaribu sebagai pejabat legislatif (DPR RI) sesuai dengan fungsinya berperan dalam pengawasan jalannya pemerintah, serta menyerap aspirasi masyarakat, justru diserang atau dibully ketika melontarkan kritik tajam terhadap Menko Marvest tentang keberadaan Big Data yang diklaim berupa keinginan masyarakat untuk memperpanjang jabatan Presiden Joko Widodo.

Hingga diperhadapkan pada peran dan manfaat kehadiran antara Masinton Pasaribu dan Luhut Binsar Panjaitan, dipanggung politik nasional, terhadap pembangunan dan perkembangan tanah batak atau kawasan danau toba.

Disinilah sebenarnya terlihat masih lemahnya pemahaman masyarakat, melihat jalannya system politik yang menggunakan trias politika, karena sejatinya anggota legislatif tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan pembangunan, karena merupakan tugas dan kewenangan eksekutif atau pelaksana pemerintahan.

Anggota DPR memiliki fungsi untuk menyerap aspirasi dari masyarakat terkait masalah yang dihadapi, usulan atau aspirasi, dan memperjuangankannnya dalam bentuk kebijakan seperti mendorong lahirnya Undang-Undang, mengusulkan pembiayaan dalam APBN, hingga mengawasi jalannya pelaksanaan UU, APBN agar berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.

Sangat berbeda dengan peran Menteri yang merupakan perangkat pelaksana Pemerintahan atau eksekutif, seperti Jenderal Luhut Binsar Panjaitan, yang berfungsi untuk melaksanakan kebijakan pembangunan dan APBN yang sudah disepakati bersama legislatif atau DPR.

Massif dan besarnya perhatian pemerintahan Presiden Joko Widodo terhadap Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba, tentunya bukan merupakan prestasi atau kinerja Menko Marvest semata, tapi merupakan amanat Undang–Undang atau peraturan, hingga penetapan APBN yang disusun bersama DPR.

Sehingga proses pembangunan kawasan danau toba merupakan program prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo, dengan menggunakan anggaran Negara (APBN) yang bersumber dari pajak masyarakat, dan yang bertanggung jawab adalah para perangkat Presiden yaitu Menteri.

Maka sangat tidak layak kemudian masyarakat membandingkan peran dan fungsi dua jabatan politik yang berbeda secara berhadapan, tentunya para pelaku politik tersebut harus dievaluasi berdasarkan kinerja, sesuai dengan tugas dan fungsi mereka masing–masing.

Jika aspirasi masyarakat memang meminta Masinton Pasaribu selaku anggota legislative / DPR, memastikan keberadaan Big Data yang pernah disebutkan oleh Jenderal Luhut Binsar Panjaitan, dan yang harus dipahami bahwa jabatan yang diemban Jenderal Luhut B Panjaitan selaku Menteri, itu sangat melekat walaupun menyampaikan pernyataan secara pribadi.

Kecuali Masinton Pasaribu selaku pejabat legislative, yang tentunya jabatannya juga melekat, melakukan tuduhan tanpa dasar, atau menyerang kehidupan pribadi Menteri atau siapapun itu, maka yang bersangkutan layak mempertanggungjawabkan secara hukum.

Disinilah peran penting semua pihak untuk memahami konsep dasar trias politika, tentang kewenangan, tugas dan fungsi tiga cabang kekuasaan, yaitu Legislatif, Eksekutif dan Judikatif, sehingga tidak ada lagi kekeliruan memaknai pengawasan dan pelaksanaan pembangunan yang bersumber dari Undang – Undang dan APBN.

Oleh : Kristian Redison Simarmata

- Advertisement -

Berita Terkini