Densus 88 “sudah loyo”

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Mestinya Densus 88 itu lebih beringas, lebih sadis lagi dalam menindas para ulama, biar “sipil war” segera meletus. Saya menduga kira-kira begitu maksud K.H. Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum MUI di salah satu channel youtube. Tentu saja itu ungkapan satire, yang pada intinya jengkel dengan barbarianisme Densus 88 itu.

Menarik bahwa pasca penculikan tiga orang ulama, yang salah satunya adalah anggota Majelis Fatwa MUI, nampaknya Densus 88 “mulai loyo”, atau sebutlah melakukan “cowling dawn”. Rencana menggeledah kantor MUI mereka batalkan, juga tidak mengadakan gelar perkara, dan tidak konfrensi pers tentang perkembangan kejadian. Dimana mereka simpan tiga orang ulama yang mereka culik pun belum ada kejelasan. Para pengacara mereka belum bisa menemui, bahkan pihak keluarga korban penculikan pun belum dapat bertemu mereka.

Mungkin Kapolri, Densus 88 dan BIN membaca sinyal kuat adanya potensi perlawanan umat Islam, tatkala PBNU, Muhammadiyah dan sejumlah tokoh tampil bersuara menolak framming para buzzerRp istana yang menuntut pembubaran MUI. Memang respons kali ini berbeda ketika FPI mau dibubarkan. Para BuzzerRp istana juga kencang membackup polisi ketika menangkapi HRS dan para petinggi FPI lainnya. Di lain pihak pimpinan NU, dan ormas Islam tidak jelas memberikan pembelaan.

Hasilnya FPI mulus dibubarkan. Kejadian terhadap FPI itu bisa terjadi pada MUI sekiranya ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah tidak bicara lantang menentang hidden agenda para neo komunis yang sedang berkuasa.

Upaya melumpuhkan kekuatan ormas-ormas Islam memang kuat-kuatnya, pada periode Jokowi-Ma’ruf ini nampaknya. Berbeda saat Jokowi-JK, karena dalam banyak hal JK memiliki komunikasi yang baik serta intens dengan ormas-ormas Islam, sehingga kekuatan neo lomunis ini tidak banyak berdaya saat berhadapan dengan pak JK.

Data-data lama yang digunakan oleh BNPT, Densus 88 sebenarnya juga pernah mereka prentasekan di hadapan Wapres JK waktu masih periode SBY-JK. Data yang cukup kacau itu dikoreksi banyak sekali oleh Wapres kala itu, karena memasukkan kelompok-kelompok yang terlibat dalam pertikaian poso dan Ambon sebagai kelompok teroris. Data tentang eks pejuang Afganistan yang kembali ke Indonesia ini kala itu di paparkan oleh Benny Mamoto yang sekarang Kompolnas. Dan nampaknya data itu yang digunakan lagi oleh Densus 88 jika kita baca alasan penculikan tiga ulama yang salah satunya anggota Komisi Fatwa MUI.

Terlepas dengan data usang itu, penting digaris bawahi bahwa respons cepat NU-Muhammadiyah menolak pembubaran MUI rupaya menyebabkan operasi pembubaran MUI ini jadi “cowling dawn”. Tapi dugaan saya rencana itu tetap mereka akan jalankan, mungkin dengan terlebih dahulu melakukan pendekatan berbeda.

Sebab itu, bisa diduga bahwa upaya neo-komunisme yang menyantol pada kekuasaan, akan terus menimbulkan huru hara wacana, dan bisa jadi “cowling dawn” yang sedang dilakukan Densus 88 ini, ibarat api dalam sekam akan meletus di tahun 2022.

Para tokoh Islam yang sedang memimpin ormas, maupun yang berada diluar mesti mengamati secara saksama perihal ini, dan jangan lengah. Karena sungguh sia-sialah upaya membina kerukunan umat beragama selama ini, jika perang sipil benar-benar meletus dipicu oleh pihak-pihak yang memanfaatkan pengaruh mereka terhadap polisi, terutama terhadap Densus 88 dan BNPT.

Upaya menjaga nilai-nilai Pancasila, menjaga keutuhan NKRI dan Kebhinekaan mesti terus dilakukan bersama-sama. Dan karena para penghianat Pancasila ini sedang bergabung dengan penguasa, tantangannya tidaklah mudah. Kewaspadaan harus terus ditingkatkan, karena sangat mungkin musuh utama Pancasila yang bernama “neo komunisme” itu justru bercokol di kepolisian, di BIN di Parpol tertentu dan dipemerintahan.

Oleh : Hasanuddin
Ketua Umum PB HMI 2003-2005

- Advertisement -

Berita Terkini