Indonesia dan Rivalitas Amerika Serikat dengan China di Kawasan Asia Pasific

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Indonesia sebagai suatu Negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk dalam tahun 2019 sekitar 267 juta jiwa, sedang dan terus melakukan pembangunan ekonomi untuk memenuhi tugas konstitusi sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsdan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Politik Luar Negeri Indonesia dilaksanakan atas dasar prinsip politik bebas aktif, yang berorientasi atas kepentingan nasional sebagai suatu Negara yang berdaulat , menjaga stabilitas dan keamanan regional dan global.

Dalam tata hubungan internasional peran Indonesia menunjukkan sejarah dengan mempelopori persatuan Negara Negara berkembang, khususnya Negara yang memerdekakan dari penjajahan imperialism setelah berakhirnya Perang Dunia II yakni pada tahun 1939 – 1945. Pada bulan April 1955 Indonesia menyelanggarakan Konperensi Asia Afrika di Bandung, yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan Negara – Negara bekas jajahan.

Hubungan antar negara tidak lagi didominasi oleh pertarungan dua kekuatan adidaya (bipolar) antara Amerika Serikat versus Uni Soviet (sekarang Rusia) yang saling mempengaruhi sebagaimana yang terjadi pada era Perang Dingin, tetapi semakin mengarah pada munculnya kekuatan multipolar dengan tarikan kuat dari pusatpusat kekuatan baru untuk membentuk tatanan internasional yang baru. Fenomena ini ini juga dibarengi dengan semakin kuatnya pengaruh globalisasi yang dicirikan dengan peningkatan saling keterkaitan dan atau ketergantungan antarbangsa melalui peningkatan perdagangan, investasi dan berbagai bentuk interaksi lainnya. Dunia cenderung semakin terintegrasi secara global menimbulkan dilema dalam pemaknaan kedaulatan negara.

Sementara kecenderungan adanya berbagai bentuk integrasi regional dan menguatnya peran perusahaan multinasional serta lembaga masyarakat yang semakin signifikan di dalam hubungan internasional juga melahirkan identitas baru dalam hubungan luar negeri dan diplomasi, yang tidak lagi sepenuhnya menempatkan Negara sebagai actor tunggal. Selain itu, ketegangan, perselisihan dan konflik anatarnegara tidak lagi semata dipicu oleh ancaman keamanan yang bersifat tradisional (ancaman militer dan proliferasi nuklir), melainkan juga nontradisional yang sifatnya lintas batas, seperti terorisme, perubahan iklim, kerusakan lingkungan, imigran illegal, perdagangan manusia, pencurian ikan ilegal, penyelundupan senjata, pembalakan liar, lalu lintas narkoba, krisis keuangan global, dan masalah perbatasan.

Dinamika global yang penuh dengan tantangan, sekaligus peluang menuntut kemampuan negara melihat perkembangan dan menetapkan kebijakan serta strategi hubungan luar negeri yang tepat, agar mampu berkiprah untuk menarik keuntungan yang maksimal bagi kepentingan nasional. Pada satu sisi, politik luar negeri harus mampu mengantisipasi berbagai kecenderungan dan potensi yang terjadi di luar negeri untuk mengamankan kepentingan nasional.

Pada satu sisi, politik luar negeri harus mampu mengantisipasi berbagai kecenderungan dan potensi yang terjadi di luar negeri untuk mengamankan kepentingan nasional. Pada sisi lain, bagaimana berbagai permasalahan dan potensi yang ada di dalam negeri sebagai suatu kepentingan nasional untuk diperpejuangkan di luar negeri. Pandagan politik luar negeri Indonesia harus mampu mengubah tantangan menjadi peluang.

Dalam konteks dengan judul penulisan ini, penulis melakukan kajian dan analisis bagaimana Indonesia mampu memanfatkan peluang dan tantangan persaingan perebutan pengaruh /rivalitas antara Amerika Serikat dengan Repubulik Rakyat China (RRC) di Kawasan Asia Pasific. Serta menekan sekecil mungkin dampak yang kurang menguntungkan bagi Indonesia sebagi akibat rivalitas/perebutan pengaruh di kawasan Asia Pasific antara Amerika Serikat dengan Republik Rakyat China, ditinjau dari aspek geopolitik, geostrategic dan geoekonomi.

Indonesia ditengah persaingan perebutan antara Amerika Serikat dengan Republik Rakyat China di kawasan Asia Pasific.

Indonesia yang mempunyai penduduk , luas wilayah daratan, kepulauan, laut dan udara lautan yang terbesar dan terluas di antara negara-negara anggota ASEAN, serta lintasan/lalu lintas laut yang lebih besar dan strategis dalam hubungan baik politik, ekonomi, perdagangan dengan China dan Amerika Serikat. Posisi Indonesia ditengah organisasi perdagangan di Asean cukup strategis, Asia Pasific cukup besar karena pasar potensial beruapa penduduk yang sekitar 267 juta.

Keanggotaan di organisasi APEC (Asian Pasific Economic Community) yang anggotanya antara lain China, USA, Korea Selatan, Jepang, Indonesia. Organisasi regional bidang ekonomi lainnya yang Indonesia juga menjadi anggota antara lain di RCEP (Regional Comprihensive Economic Partnership), IORA ( Indian Ocean Rim Association), ASEAN – China Free Trade Agreement (ACFTA). Mesin pertumbuhan Ekonomi Asia bertumpu pada negara negara RRC, Jepang, Korea Selatan, India, Indonesia, Thailand. Pertumbuhan ekonomi Asia akan ditopang oleh pertumbuhan kelas menengah Asia. Penguasaan teknologi khususnya IT. Indonesia juga menjadi organisasi G.20 yang ber anggotakan Amerika Serikat, Inggris Perancis, Italia, Jerman, Kanada, Jepang, Rusia, China Tiongkok, India, Indonesia, Australia, Argentina, Turki, Meksiko, Arab Saudi, Korea Selatan, Afrika Selatan, Brazilia dan Uni Eropa.

Juga keanggotaan Indonesia di Trans Pacific Partnership menjadi indikator bahwa kenggotaan Indonesia di beberapa organisasi perdagangan dan ekonomi baik regional, maupun multilateral, hendaknya dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin ber keadilan bagi seluruh komponen masyarakat/ rakyat Indonesia, yang ditandai dengan meningkatnya kesejahteraan, kemakmuran rakyat Indonesia.

Peningkatan persaingan perebutan pengaruh/ hegemoni/rivalitas di Asia Pasific antara Amerika Serikat dengan Tiongkok hendaknya tidak mengurangi atau mengubah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, hal ini harus dibuktikan dengan posisi Indonesia tidak terperangkap masuk dalam kekuatan Tiongkok maupun Amerika Serikat, tanpa mengurangi manfaat ekonomi bagi Indonesia dari persaingan perebutan pengaruh di Asia Pasific antara Amerika Serikat dengan Republik Rakyat China/Tiongkok.

Dengan prinsip politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif, hendaknya politik Luar Negeri Indonesia menunjukkan arah dan implementasi hubungan luar negeri yang berorientasi memberi manfaat ekonomi, perdagangan, perdamaian, kesejahteraan, keamanan, kemerdekaan, kebebasan menentukan politik yang menghormati kedaulatan, kemerdekaan bangsa Indonesia dalam menuntukan kebijakan dalam maupun luar negeri Indonesia.

Dengan politik yang bebas aktif Indonesia sebaiknya dapat memainkan peran dan posisi Indonesia yang tidak masuk dalam pusaran blok atau pengaruh dari kekuatan negara super power yang saling bersaing untuk merebutkan pengaruh/hegemoni khususnya di Kawasan Asia Pasific dalam hal ini antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat China.

Indonesia hendaknya dapat menempatkan dalam persaingan perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dengan China di Asia Pasific, tidak berpihak atau masuk dalam blok kedua negara yang bersaing tersebut, namun Indonesia justru bagaimana meningkatkan manfaat ekonomi yang dapat mendorong peningkatan investasi, perdagangan dari Amerika Serikat maupun China, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mampu meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.

Bahwa prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif, dengan menjalin hubungan luar negeri yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, perdamaian, prinsip saling menghormati kedaulatan masing masing negara, Indonesia harus tetap meningkatkan kualitas dan jumlah peralatan militernya dengan tetap untuk menjaga perdamaian dan kedaulatan bangsa Indonesia, dengan kekuatan militer pada level minimal essential force, dengan tetap mengedepankan diplomasi ekonomi yang dapat mendorong peningkatan perdagangan, investasi, ekonomi yang saling menguntungkan baik dengan Amerikat maupun dengan China.

Oleh : Fachrurrozi Basalamah (Peserta Advance Training LK II Badko Riau-Kepri)

- Advertisement -

Berita Terkini