Tanaman Obat Keluarga: Pengobatan Alternatif Berkhasiat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Nusantara – Menurut World Health Organization (WHO), lebih dari 20.000 spesies tumbuhan berkhasiat obat digunakan oleh penduduk di seluruh dunia dan Indonesia termasuk negara yang memiliki keanekaragaman tanaman atau tumbuhan yang dapat dijadikan obat.

Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modernnya dikenal masyarakat.

Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman obat tersebut merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun hingga ke generasi sekarang, sehingga tercipta berbagai ramuan tumbuhan obat yang merupakan ciri khas pengobatan tradisional Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah bijaksana apabila pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan dengan pemanfaatan tumbuhan obat tidak diupayakan untuk dikembangkan bagi kepentingan masyarakat dan bangsa.

Untuk itu, pemerintah berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penerapan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan. Penerapan praktis dapat dilakukan dengan cara membudidayakan tanaman obat keluarga (TOGA) yang dapat digunakan sebagai bahan untuk mengobati anggota keluarga secara mandiri dengan sasaran tepat serta terjangkau dari segi jarak dan pendanaan.

Bagi masyarakat, mengkonsumsi tanaman obat sebagai alternatif penyembuhan penyakit dianggap lebih aman bagi tubuh karena tidak menimbulkan efek samping meski dalam dosis tinggi dan juga tidak menimbulkan efek ketergantungan. Isu global “back to nature” semakin meningkatkan pemakaian tanaman obat yang dalam hal ini lebih dikenal dengan obat tradisional, di tingkat nasional maupun global.

Sejarah pengobatan yang sudah dikenal sejak lama sebagai warisan budaya dan tetap diteruskan, kini menjadi potensi dan modal dasar untuk mengembangkan obat-obat tradisional yang berasal dari tanaman. Data dari WHO menunjukkan sekitar ± 80% penduduk dunia menggunakan obat-obatan yang berasal dari tanaman. Bahkan banyak obat-obatan modern yang menggunakan tanaman obat sebagai bahan baku pembuatan obat.

Walaupun begitu, ternyata masih ada beberapa masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi TOGA secara bebas tanpa konsultasi dengan dokter atau pakarnya. Fenomena tersebut terjadi karena mereka beranggapan bahwa obat yang terbuat dari bahan alami, seperti tanaman obat keluarga pasti aman untuk dikonsumsi secara bebas. Padahal, menurut penelitian ditemukan bahwa terdapat 63% jenis toga akan cukup berbahaya bila tidak dikonsumsi sesuai dengan dosis/anjuran pemakaian, dan akan sangat berbahaya bila dikonsumsi tidak sesuai dengan masalah kesehatan yang diderita.

Nias Selatan merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang memiliki spesies tanaman yang dapat diberdayakan menjadi tanaman berkhasiat. Di atas alam Nias hidup berbagai flora dan fauna liar yang dapat dimanfaatkan sebagai obat atau makanan kesehatan.Sama halnya pada banyak daerah terpencil dan miskin lain di dunia, obat tradisional masih sangat banyak digunakan di Pulau Nias. Pengetahuan dan kearifan tersebut semakin hari semakin langka seiring dengan munculnya obat-obat yang diproses secara kimiawi.

Hilizihono merupakan desa yang berjarak 5 kilometer dari pusat kota Telukdalam. Berbatasan dengan desa Hiliofonaluo dan saat ini sudah termasuk wilayah kecamatan Fanayama kabupaten Nias Selatan. Sebagian besar, mata pencaharian masyarakat di desa itu adalah bertani, berkebun, dan melaut. Kegiatan-kegiatan adat masih tetap dijalankan baik dalam acara pernikahan, kematian, bahkan pemberian sanksi terhadap warga yang melakukan pelanggaran. Pengetahuan masyarakat setempat yang minim terhadap beberapa tanaman yang dapat dijadikan obat, membuat mereka membawa keluarga yang sakit kepada dukun untuk diurut padahal tidak semua penyakit dapat diobati hanya dengan mengurut pasien.

Beberapa penduduk masih mempercayai adanya kekuatan supranatural yang menghinggapi tubuh yang sakit dan karena itu harus diobati dengan bantuan orang-orang yang memiliki kekuatan seperti itu pula. Bagi penduduk yang berkecukupan, obat akan dibeli atau dibawa langsung berobat pada bidan desa. Padahal, jika diteliti, banyak tanaman yang tumbuh dan berkhasiat obat di sekitar desa itu, contohnya kumis kucing, daun najaleu, dan lain sebagainya. Tentunya, sangat disayangkan apabila tanaman-tanaman tersebut tidak dimanfaatkan.

Kenyataan yang menjadi bahan pertimbangan menggunakan obat tradisional Nias adalah (1) kebanyakan masyarakat Nias tinggal di pedesaan yang tidak terjangkau oleh kendaraan, sementara rumah sakit (puskesmas dan balai pengobatan) tidak ada; (2) harga obat sangat mahal sehingga tidak terjangkau karena melampauhi kesanggupan masyarakat desa; (3) Pelayanan para praktisi obat tradisional (dukun) lebih dekat dan menyentuh jiwa pasien di pedesaan. Hal itu pulalah yang terjadi pada masyarakat desa Hilizihono yang terdapat di kabupaten Nias Selatan. Pengetahuan masyarakat desa yang minim terhadap beberapa tanaman yang dapat diolah menjadi obat menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi penulis.

Oleh karena itu, pada tanggal 22 sampai dengan 23 Juli 2019, tim pengabdian dari STKIP Nias Selatan, telah melaksanakan program pengabdian kepada masyarakat “Pengenalan Dan Pemberdayaan Tanaman Obat Keluarga (Toga) Bagi Masyarakat Desa Hilizihono Kabupaten Nias Selatan” di rumah besar salah seorang masyarakat di desa Hilizihono Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan atas persetujuan kepala desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Waktu pelaksanaan kegiatan ini bergeser dari jadwal yang direncanakan karena kondisi yang tidak mendukung. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh kepala desa Hilizihono dengan lebih dulu memberikan sambutan terhadap penyelenggaraan acara ini. Beberapa tokoh masyarakat desa juga turut hadir selain anggota masyarakat pada acara tersebut. Lebih dari delapan puluh orang hadir baik pada hari pertama maupun hari kedua.

Narasumber dalam kegiatan ini adalah:
1. Merri Christina Zalukhu M.Pd (menjelaskan latar belakang penyelenggaraan kegiatan)
2. Ujianhati Zega S.Pd M.Si (menjelaskan materi tentang tanaman obat keluarga dan cara meraciknya)
3. Drs Amaano Fau M.Si (menjelaskan kandungan yang terdapat pada tanaman-tanaman berkhasiat obat)
Kegiatan yang dilakukan pada hari pertama adalah memperkenalkan kepada masyarakat tentang tanaman-tanaman di sekitar desa Hilizihono yang berkhasiat obat. Karena jumlah tanaman obat mencapai ratusan, maka dipilih sepuluh tanaman yang berkhasiat obat yaitu daun pepaya, kumis kucing, kunyit, bawang merah, bawang putih, jahe, pisang kepok, jambu batu, pinang, dan sirih. Disusul dengan menjelaskan kandungan kimia yang terdapat di dalam tanaman obat tersebut. Pada hari kedua, dengan telah mempersiapkan alat dan bahan, tim pelaksana bekerja sama dengan dua orang mahasiswa mempraktikkan cara membuat/meramu tanaman obat keluarga berdasarkan pedoman/sumber terpercaya.

Masyarakat terlihat begitu antusias mengikuti acara ini. Hal ini juga terlihat dari beberapa pertanyaan yang diajukan saat pemaparan materi untuk memastikan pengetahuan yang baru diterima. Kemudian, pada saat meracik, masyarakat memperhatikan dengan cermat cara pembuatannya dan meminta beberapa ramuan untuk dibawa pulang. Masyarakat juga meminta tim untuk memperbanyak fotokopi materi agar dapat digunakan sebagai pedoman pembuatannya manakala ada anggota keluarga yang sakit.

Program Pengabdian “Pengenalan dan Pemberdayaan Tanaman Obat Keluarga (Toga) bagi Masyarakat Desa Hilizihono Kabupaten Nias Selatan” telah dapat dijalankan dengan baik dan tanpa halangan yang berarti. Dengan kerjasama tim pengabdian yang baik dan peran serta aktif dari penyuluh/narasumber dalam kegiatan pengabdian ini maka semuanya telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan meskipun jadwal pelaksanaan diundur dari rencana semula karena kondisi yang tidak mendukung. Antusiasme masyarakat desa Hilizihono menunjukkan bahwa mereka membutuhkan pengetahuan tentang tanaman-tanaman di sekitar yang dapat dijadikan obat keluarga.

Pada akhirnya, disarankan (1) Masyarakat desa tak perlu buru-buru mengeluarkan uang banyak untuk mengobati beberapa penyakit dengan menggunakan obat-obatan yang mengandung zat kimia yang membahayakan tubuh atau berobat kepada dukun yang sebenarnya dapat diobati melalui beberapa tanaman yang dijadikan obat; (2) Warga desa dapat menanam tumbuhan/tanaman yang berkhasiat obat untuk mempermudah diri mencari tanaman obat; (3) Perihal penyajian atau pembuatan ramuan obat harus memperhatikan pedoman yang benar agar tidak menimbulkan indikasi buruk bagi kesehatan; (4) Perlu diadakan penyuluhan mendalam tentang tanaman obat keluarga melalui dukungan lembaga atau praktisi kesehatan sebagai bentuk dukungan terhadap program pemerintah “back to nature” daripada membiarkan masyarakat memilih obat-obat sintesis (buatan pabrik).

Penulis : Ujianhati Zega Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Nias Selatan, Merri Christina Zalukhu Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Nias Selatan

- Advertisement -

Berita Terkini