Nilai-Nilai Ketakwaan Ramadan (Nilai Jamaah dan Sosial)

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Saat Ramadan kita tarawih berjamaah, bersedekah, dan mengeluarkan zakat fitrah. Ini adalah nilai yang sangat besar pengaruhnya dalam keharmonisan hidup.

Jangankan salat maktubah, salat sunah (tarawih) pun kita berjamaah, alangkah indahnya jika umat islam di setiap tempat selalu berjamaah. Nilai ketaatan dan kekhusu’an dalam salat lahir di tengah masyarakat, sehingga fungsi salat dapat kita rasakan, mencegah perbuatan keji dan munkar, sehingga terwujud masyarakat islami. Karena itu, minimal diluar Ramadan kita tetap bisa melaksanakan qiyamullail bersama keluarga di rumah.

Begitu juga bersedekah dan berzakat fitrah, sebagai nilai tauhid sosial, peduli terhadap sesama, peka terhadap kondisi sosial, sehingga tidak ada lagi kasta jabatan, kasta kaya dan miskin, serta kesenjangan sosial. Yang ada hanyalah tauhid uluhiyah, sama kita dihadapan Allah kecuali ketaqwaan dan akhlakul karimah.

Menghidupkan nilai sosial sudah dicontohkan langsung oleh KH Ahmad Dahlan dengan gerakan Muhammadiyah-nya, terkhusus dalam bidang pendidikan. Ahmad Dahlan melampaui zamannya dalam menerapakannya, bahkan dia dianggap liberal, sesat, dan kafir di zamannya, menggabungkan sistem pendidikan pesantren dengan modern ala Belanda. Ilmu kepesantrenan tetap diajarkan disamping menambah ilmu umum. KH Ahmad Dahlan sadar betul bahwa ilmu agama dan dunia tidak bisa dipisahkan jika ingin umat ini maju dan islam tetap bertahan di Nusantara. Karena itu beliau pernah mengatakan dengan khawatirnya; “…bahwa islam tidak akan lenyap dari bumi ini tapi bukan tidak mungkin islam bisa lenyap dari negeri ini”.

Hingga sampai (tahun 2018) keterangan dari Dr.Haedar Nasir tercatat sudah berdirinya 174 Perguruan Tinggi. Itu belum lagi sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan kegiatan sosial lainnya, kalau ditotal keseluruhan sekitar 26.000 amal usaha yang itu semua untuk mempertahankan dan kemajuan Islam di negeri ini. Begitu juga, data 2016 jika ditotal tanah yang dimiliki Muhammadiyah seluas 20.945.504 M² (20.945,504 km²) artinya lebih luas dari provinsi NTB 19.709 km², Bali 5.633 km², Singapura 719,1 km², dan Brunei 5.765 km².

Lalu data 2017 aset Muhammadiyah sudah mencapai 320 Triliyun. Siapakah yang punya amal usaha sebanyak ini, yayasan mana yang bisa sampai sebesar, sebanyak ini. Lebih menakjubkan lagi sekarang ini, Dr. Haedar Nasir menyebut dalam bukunya Kuliah Kemuhammdiyahan jil.1 sudah berdiri 22 PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah) di luar negeri.

Beramal Jariyah yang sangat luar biasa tersusun rapi, tersistematis dengan terstruktur, hingga 108 tahun terus berkembang dari segi kuantitas dan kualitas. Tak berlebihan jika penulis sebut Dahlan seorang wali, walaupun dalam kalangan Muhammadiyah tidak terbiasa mengenal istilah ini.

Sosok Dahlan yang pantas untuk dijadikan inspiratif, motivator, teladan, dan idola nasional bukannya Dilan yang pernah dipromosikan Ridwan Kamil sebagai hari Dilan Nasional. Seharusnya Dahlan-lah yang pantas disematkan sebagai hari idola nasional, hari Dahlan nasional. Sosok inspirasi beramal jariyah, beramal sebanyak-banyaknya, tidak terbayangkan kelak diakhirat beliau akan menampung balasan pahala dari amal jariyah yang sudah ditorehkannya sampai Muhammadiyah terus ada. Sekarang tugas warga Muhammadiyah dan umat islam umumnya hanyalah melanjutkan perjuangan dan amal jariyah KH Ahmad Dahlan tersebut.

Kalau kita melek sejarah, selain Ahmad Dahlan masih banyak tokoh nasional yang bisa menjadi teladan dalam hal ini, khususnya para pendiri Ormas Islam Indonesia.

Melihat hebatnya nilai jamaah dan sosial untuk kehidupan agama dan manusia, maka wajar nilai ini menjadi prinsip dalam islam. Bahkan islam itu sendiri ya jamaah, ya organisasi, islam itu bersatu, karena persatuan dan jamaah itu melahirkan kekuatan.

Urgensi jamaah ini, makanya Jam’iyah Persis (Persatuan Islam) memilih semboyan lambang organisasinya dengan mengutip hadis “يد الله مع الجماعة”, tangan Allah (rahmat/kekuatan) bersama yang berjamaah.

Jika umat selalu berjamaah lalu melahirkan sosial, rasa persaudaraan pun tinggi. Persaudaraan dalam Alquran adalah barometer keimanan umat “إنما المؤمنون إخوة… ” sungguh yang beriman itu yang bersaudara. QS.49:10.

Rasa jama’ah, ukhuwah, dan sosial melahirkan amal usaha, cinta rakyat dan cinta negeri, dalam kalangan NU menyebutnya “حب الوطن من الإيمان”, cinta tanah air bagian dari iman, sebagai aplikasi dari pengamalan surah al-Hujurat ayat 10 di atas.

Dalam Muhammadiyah punya “حزب الوطن”, pasukan tanah air, sbg organisasi Otonom (organisasi sayapnya). Sebagai gerakan kepanduan untuk merealisasikan bukti cinta tanah air. Bahkan gerakan ini adalah cikal bakal dari berdirinya Pramuka, dan Jendral Sudirman lahir dari didikan Hisbul Wathan ini.

Para pendahulu, para hokage organisasi negeri ini sudah mengajarkan nilai jamaah dan sosial secara nyata. Ini menjadi pemantik bagi para keder, par penerus, the next generations untuk mewujudkan Persatuan Islam di Nusantara yang Berkemajuan secara Terpadu, sehingga terwujud secara subtansi Khilafah Islamiyah- kehidupan masyarakat Adil dan Makmur.
……………………..

Bersambung ke 5 …

P. Brandan, 6 Syawal 1440 / 10 Juni 2019

Oleh: Faisal Amri Al-Azhari, M.Ag

- Advertisement -

Berita Terkini