Jokowi dan Para Mafia

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Nampaknya itulah kesimpulan sementara para nitizen,saat kita baca komentar mereka di berbagai media sosial. Kami juga mengira tidak akan ada keberanian pada diri Jokowi menindak dua orang pembantunya yang diduga kuat dengan bukti-bukti keterkaitan kepemilikan saham pada perusahaan yang mengurusi hak hidup orang banyak di masa pandemi itu.

Tidaklah mengherankan sesungguhnya, jika Jokowi bersikap demikian. Kemampuannya untuk menegakkan rasa keadilan memang tidak dapat diharapkan. Banyak sekali kasus yang sudah sangat jelas dimana Jokowi bersikap ambigu selaku Presiden. Penolakan Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) memenuhi permintaannya untuk menduduki Jabatan Wakil Panglima TNI sesungguhnya cermin bagi publik, menyaksikan betapa Presiden ini sama sekali sudah tidak punya wibawa.

Masih bertahannya di kursi kekuasaan tidak lebih dan tidak kurang karena Allah menjadikan dirinya contoh untuk tidak diteladani bagi siapa pun kelak menggantikannya sebagai Presiden. Sekaligus sebagai hukuman bagi para pemilihnya (termasuk penulis).

Sebenarnya tidak ada keinginan kuat untuk mendukungnya saat Pilpres, namun karena tidak tersedia pilihan yang lebih baik saja sehingga pilihan kami jatuhkan kepadanya saat itu. Dan terbukti bahwa pesaingnya Prabowo hanyalah “sparring partnert” saja untuk dikalahkan.

Singkat cerita Parpol pada Pilpres 2019 tidak memberi alternatip pilihan yang lebih baik kepada publik untuk menjadi pilihan saat Pilpres. Parpol menyediakan pilihan buruk untuk dipilih, padahal banyak putra-putri bangsa lainnya yang bisa jadi lebih baik dan lebih memahami prinsip-prinsip dasar bernegara, serta bisa jadi lebih cakap dalam memimpin.

Tapi itulah akibat dari tiadanya jiwa kenegarawanan di kalangan petinggi Partai Politik. Mereka semua tidak lebih hanya para kaum pragmatis yang berpikir dan bertindak mengikuti hawa nafsu, syahwat kekuasaan semata.

Diperbudak oleh materialisme. Mengkur segala sesuatunya dari segi berapa rupiah yang mereka peroleh jika mendukung boneka para pemilik modal.

Masih tiga tahun lagi masa jabatan Jokowi, para menterinya sudah berlomba mengajukan diri jadi calon Presiden. Segala cara pun mereka halalkan, termasuk memeras rakyat melalui berbagai kebijakan. Buruk sekali perangai mereka. Busuk sekali otak di kepala mereka.

Kita bisa saja bersikap tidak peduli dengan semua prilaku mereka itu, sekiranya apa yang mereka lakukan tidak berdampak buruk bagi masyarakat.

Namun, sikap tidak peduli itu niscaya tidak memperbaiki keadaan sama sekali. Pembangkangan sosial juga bukan pilihan, namun jika sekiranya tahun depan hal itu terjadi, mungkin karena situasi yang memaksa.

Perlawan publik kepada aparat negara, pembangkangan kepada parpol yang sedang berkuasa, pengalihan pilihan kepada parpol yang di luar kekuasaan, memperoleh tempatnya dalam logika politik. Memenangkan oposisi pada Pilpres 2024, adalah pilihan rasional.

Kembali kepada sikap Jokowi yang dalam pandangan publik melindungi para mafia di lingkungan istananya, membentengi mereka dengan kelemahanan dan kebodohannya dalam memimpin, pasti berakibat jangka panjang.

Tapi akal sehat senantiasa diperlukan dalam situasi apa pun. Karena itulah yang membedakan kita dengan para mafia itu. Tetaplah menjaga pikiran-pikiran baik dan tidak ikut arus dalam membuat kerusakan. Atau, bangsa ini benar-benar akan memasuki era kegelapannya, dimana yang kuat memangsa yang lemah, laksana kehidupan binatang di alam liar.

Bagi yang telah meraih iman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetaplah dalam keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Bersabarlah, karena janji Allah pasti adanya. Janji Allah berbeda dengan janji para politisi yang suka membual. Tetaplah teguh di jalan Allah, dan saksikanlah bagaimana para pendosa saling memangsa satu sama lain.

Oleh : Hasanuddin – Ketua Umum PB HMI 2003-2005

- Advertisement -

Berita Terkini