Surat Terbuka untuk NKRI yang Katanya Harga Mati Meski di Era Pandemi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Tujuh belas Agustus tahun empat lima itulah hari kemerdekaan kita
Hari Merdeka, Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka….
sekali Merdeka, tetap Merdeka
selama hayat masih dikandung badan
kita tetap setia, tetap sedia
mempertahankan Indonesia
kita tetap setia tetap sedia
membela negara kita.

17 Agustus kerap menjadi hari kebangkitan Nasional untuk seluruh masyarakat Indonesia lagu Hari Merdeka karangan H. Mutahar selalu dikumandangkan di setiap daerah mulai dari Jawa, Sulawesi, Sumatera hingga Papua dengan penuh semangat tanpa ada tendensi dari pihak manapun guna menghormati para pahlawan yang memang betul pahlawan bukan pahlawan yang hinggap dilembaran catatan sejarah Indonesia.

Merdeka! Kata itu sering dilontarkan oleh setiap masyarakat serta pemuda dan pemudi dengan suara yang lantang dan penuh semangat sebab kata itu menunjukkan bahwa pada dasarnya setiap manusia membutuhkan ke-merdeka-an. Dan kata itu selalu menjadi simbol perlawanan yang dimana tercatat dilembaran sejarah kemerdekaan, Indonesia pernah dijajah oleh negara-negara sekutu, contohnya Portugis (1509-1595), Spanyol (1521-1692), Belanda (1602-1949), Perancis(1806-1811), Inggris (1811_1816), Jepang (1942-1945). Hingga pada akhirnya Indonesia menyatakan sikap Merdeka dari penjajah atau biasa kita sebut kolonialisasi.

Namun melihat dari kaca mata historical uprouce sebelum Indonesia menyatakan sikap untuk Merdeka, tercatat kerap terjadi mulai dari peristiwa berdarah, beradab sampai biadab contohnya: perbudakan, penindasan, pembantaian, yang berlangsung cukup lama dan mengakibatkan pertumpahan darah. Hingga pada waktunya pemuda serta masyarakat Indonesia mulai tersadar kemudian mengambil sebuah keputusan membuat kelompok atau organisasi perlawanan terhadap para penjajah yang dimana tercatat di dalam gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis, Budi Utomo untuk memperjuangkan Cinta dan cita Bangsa Indonesia, yang tertuang di dalam lembaran sejarah Kemerdekaan Indonesia.

Melihat tangisan anak kecil dipelosok negeri yang bertahan menahan lapar diatas trotoar jalan sembari memandang istana negara yang megah, timbul pertanyaan yang fundamental apakah perjuangan Bangsa Indonesia untuk merdeka sudah berakhir? “Ketika sudah lantas apa yang harus masyarakat perbuat untuk NKRI? “ Ketika belum lantas apa harus diperjuangkan saat ini terutama di era Pandemi?

Apakah doa dan Al-Fatihah sudah cukup untuk mengenang para pahlawan yang harus harus mempertaruhkan nyawa serta keluarga untuk merebut kemerdekaan? atau cukup berpartisipasi dalam kegiatan momentual di hari kebangsaan NKRI dengan penuh rasa hormat yang bercampur syukur karena terlahir pasca Negara Merdeka dengan keadaan bahagia tinggal didalam rumah yang megah serta bahagia.

Jika gagasan atau pemikiran di atas menjadi mindset masyarakat sekarang maka secara tidak langsung para pahlawan yang berkorban dan mempertaruhkan nyawa agar Ibu Pertiwi tetap kokoh berdiri dan tidak ditelanjangi oleh kolonalisme itu semua itu sia-sia.

Sepenggal kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan “Alenia 1”, Dalam hal ini kita bisa menafsirkan secara parsial bahwasanya kemerdekaan bukan hanya sekedar simbol atau klausa sederhana sebab pada hakikatnya ketika suatu negara menyatakan diri untuk merdeka maka ada konsekuensi logis yang harus dihadapi oleh para penurus bangsa untuk mempertahankan serta melanjutkan tongkat perjuangan yang telah diraih oleh para pahlawan yang telah mengorbangkan segala demi kata merdeka.

Menurut Dellfa selain kemerdekaan warisan yang harus dipertahankan serta dilanjutkan oleh para penerus bangsa berada diruang lingkup ekonomi, sosial, budaya serta pendidikan agar kata Merdeka bukan hanya menjadi halusinasi yang mengantarkan manusia kepada mimpi dimalam hari, sebab sejatinya kata Merdeka ialah perpaduan antara keberanian dan kesucian yang digariskan oleh ibu pertiwi untuk dijadikan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia atau biasa kita sebut Pancasila.

Namun realitas yang terjadi melihat potret Ibu pertiwi di era pandemi menjadi perhatian public yang dimana kerap terjadi banyak problematika di tengah masyarakat mulai dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemangkuh kekuasaan, sampai ke aspek sosial, ekonomi dan pendidikan. Tercatat beragam kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh pemerintah untuk menahan angka kemiskinan yang semakin hari semakin bertambah sebagai dampak negative dari pandemic mulai dari Tahun 2020-2021.

Peningkatan kemiskinan yang terjadi di Indonesia lantaran kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan besar besaran guna untuk mencegah penyebaran Covid-19. Akibat dari itu perputaran perekonomian masyarakat tidak berjalan secara efektif dan sebagian masyarakat kehilangan pekerjaannya.

Menurut catatan Kompas Sepanjang ini Ikhtiar pemerintah memaksimalkan ekonomi yang sempat menurun karena dampak pandemi sudah berjalan cukup jauh yang dimana tercatat di Tahun 2020 pemerintah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp.659,2 Triliun untuk menimalisir dampak Covid-19.

Sedangkan di tahun 2021 pemerintah mengalokasikan anggaran program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) sebesar Rp.699,3 Triliun. Alokasi Anggaran tersebut melingkupi 5 bidang yakni Kesehatan Rp.176 Triliun, Perlindungan Sosial Rp. 157 Triliu; Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi Rp.186 Triliun: Program-Program Prioritas Kementrian\Lembaga Rp.125 Triliun serta intensif usaha Rp.56 Triliun.

Abdur pernah berkata Indonesia itu ibarat kapal tua yang berjalan tak tahu arah, tujuannya ada hanya nahkoda kita yang tak tau membaca sebab tertutup hasrat membabi buta. 7 kali sudah kita mengganti Nahkoda tapi masih jauh dari kata Sejahtera. Sebab pertikaian dimana mana, penumpang bersuara berakhir dipenjara, atau hilang di lautan tanpa berita.

Di hari Kemeredekaan Indonesia yang ke-76, semua masyarakat memperingatinya dengan semangat nasionalisme yang tertanam di hati dan fikiran maka dari itu saya menulis surat terbuka untuk Ibu Pertiwi sebagai kado special guna memperingati sejarah kelahirannya. Sebab, masyarakat yang baik ialah masyarakat yang menghargai sejarah, maka dari itu saya ingatkan kembali bahwasanya Lapindo, Munir, Wiji, Century, Mereka Menolak Lupa.
Sekian.

Oleh : Fadel Muhammad

- Advertisement -

Berita Terkini